Leicester City vs Liverpool: Saatnya menebus dosa di Anfield

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Leicester City vs Liverpool: Saatnya menebus dosa di Anfield
Leicester City kembali hadapi pekan-pekan berat. Setelah Liverpool, akan ada Manchester City dan Arsenal. Jika ingin menjuarai Liga Primer, inilah laga-laga paling menentukan

JAKARTA, Indonesia – Leicester City begitu mendominasi Liga Primer musim ini. Mereka tak hanya menghuni singgasana klasemen tapi juga pencetak gol terbanyak yang dikuasai striker Jamie Vardy. Namun, ada dua aib yang mengganggu klub berjuluk The Foxes itu.

Dua aib itu adalah dua kekalahan. Sepanjang 23 laga, hanya dua tim yang mampu membekuk pasukan Claudio Ranieri: Arsenal dan Liverpool. The Gunners menghajar mereka 5-2, sedangkan Liverpool 1-0.

Karena itu, Leicester bakal mengusung semangat penebusan dosa saat kembali menghadapi Liverpool pada Rabu, 3 Februari, pukul 02:45 WIB dini hari. Jika dulu mereka keok di Anfield, kali ini mereka bisa balas dendam di kandang sendiri, King Power Stadium.

Di putaran kedua, tim berjuluk The Foxes itu sudah banyak berubah. Pertahanan mereka juga mulai lebih solid dibanding pada awal-awal kompetisi.

Wes Morgan dan kawan-kawan hanya kebobolan satu gol dalam empat laga. Bandingkan dengan empat laga pada putaran pertama — mereka harus rela dibanjiri lima gol.

Pertahanan Leicester paling buruk

Pertahanan memang salah satu titik lemah Leicester, terutama dalam menghadapi serangan balik. Catatan kebobolan mereka adalah yang terendah di antara lima klub teratas klasemen.

Selama ini, rapuhnya pertahanan klub milik konsorsium Thailand, Asian Football Investment, itu memang terbantu dengan tingginya produktivitas gol — hanya bisa disaingi Manchester City. Leicester mengoleksi 42 gol, sedangkan City 45.

Selain itu, kendala Leicester dalam menjaga kekuasaannya adalah pada kedalaman skuat. Ranieri sangat bergantung pada striker Jamie Vardy. Saat kondisi penyerang Inggris itu tidak fit, Leicester ikut limbung.

Kekalahan mereka dari Liverpool 0-1 pada 26 Desember lalu, salah satunya adalah karena kondisi Vardy yang sedang tidak fit. Di pertandingan sebelumnya melawan Everton, Vardy tidak bermain penuh.

Saat ini Vardy sudah kembali prima. Di laga terakhir melawan Stoke City, penyerang 29 tahun itu ikut menyumbang satu gol dari total tiga gol yang digelontorkan ke gawang Jack Butland. Para pemain andalan lainnya juga bisa turun. Mulai dari winger Riyad Mahrez, Danny Drinkwater, dan Marc Albrighton.

Dengan komposisi pemain hampir full team, Ranieri menganggap laga melawan Liverpool adalah momen untuk meneguhkan posisi mereka di puncak klasemen. Apalagi, di pekan berikutnya mereka harus menghadapi Manchester City dan Arsenal.

Jika mereka menang melawan Liverpool, mereka sudah boleh bermimpi menjadi juara.

“Musim depan segala sesuatu bakal berbeda. Musim ini kami adalah David dan tim-tim lain adalah Goliath. Hanya sekarang waktu yang bisa mewujudkan semua mimpi itu,” kata Ranieri seperti dikutip Independent

Ranieri meminta anak asuhnya menganggap pertandingan tersebut sebagai laga final. Tim harus bertarung dengan seluruh kekuatannya. “Kami harus fokus,” katanya.

‘Gegenpressing’ keteteran dengan serangan balik

Dengan skuat yang dangkal, Leicester tak banyak memiliki alternatif pemain. Tapi, itu justru menjadi salah satu kekuatan mereka. Mereka mendominasi kombinasi pencetak gol.

Situs Whoscored membandingkan catatan gol dan pemberi assist di Liga Primer. Hasilnya, tiga duet pencetak gol dan pemberi assist Leicester mendominasi enam besar.

Catatan duet pencetak gol dan pemberi assist di Liga Primer. Sumber: Whoscored.com

Posisi pertama hingga ketiga memang dihuni pemain Arsenal, Watford, dan Everton. Tapi, tiga pemain sesudah mereka semuanya dari Leicester. Mereka adalah duet Albrighton-Mahrez, Mahrez-Vardy, dan Drinkwater-Vardy.

Statistik tersebut menunjukkan bahwa Leicester memiliki penyumbang assist cukup banyak. Berbeda dengan Arsenal yang sangat didominasi Mesut Ozil. Assist Leicester bisa datang dari Mahrez, Albrighton, dan Drinkwater.

Selain itu, catatan tersebut juga menunjukkan bahwa Leicester adalah tim yang sangat mengandalkan sayap. Albrighton merupakan winger kiri, sedangkan Mahrez winger kanan. Namun, karakter permainan mereka sangat berbeda.

Mahrez kerap menusuk ke dalam kotak penalti lawan dari sayap kanan. Sebagai inverted winger alias winger dengan posisi berkebalikan dari kaki andalannya, dia bisa langsung menembak ke gawang.

Sebaliknya, Albrighton cenderung mengirim umpan-umpan panjang.

Karena itu, jika ingin menghentikan Leicester, manajer Liverpool Jurgen Klopp harus menghentikan aliran bola ke sayap. Itu berarti gegenpressing ala The Reds—sebutan Liverpool—harus bekerja ekstra keras. Jika sebelumnya pressing lebih banyak di area tengah dan pertahanan lawan, kali ini mereka bakal dipaksa melebar.

Masalahnya, strategi gegenpressing Liverpool kerap membuat banyak pemain menumpuk di depan. Terutama saat menyerang. Banyaknya pemain di depan memang berguna untuk merebut bola saat lawan baru membangun serangan.

Tapi dengan tim yang hanya butuh beberapa pemain untuk mencetak gol seperti Leicester, gegenpressing bisa sangat rentan kebobolan.

Lihat saja gol Vardy ke gawang Manchester United pada 28 November lalu. Setelah tendangan pojok United gagal, kiper Kasper Schmeichel melempar bola ke Christian Fuchs. Fuchs membawanya melebar kemudian mengirim bola ke Vardy yang sudah di depan area akhir dan gol.

Dari penjaga gawang, Leicester hanya butuh dua pemain untuk bisa mencetak gol.

Situasi itu bakal semakin menguntungkan Leicester karena Liverpool termasuk tim yang cenderung menguasai bola. Mereka hampir selalu dominan dalam hal ball possession. Sebaliknya, Leicester justru kerap menunggu di belakang (drop deep) untuk kemudian menyerang balik lawan.

Klopp percaya anak asuhnya bisa mengulangi kemenangan di putaran pertama. Tapi, dia juga realistis. Hanya pemain yang bisa mewujudkan target finish di empat besar klasemen. 

“Kami selalu ingin mendekat terus ke empat besar. Tapi, bagaimanapun juga, performa para pemain yang membuktikannya. Kita akan melihat bagaimana tim ini melakukannya saat melawan Leicester,” kata Klopp seperti dikutip BBC.—Rappler.com

BACA JUGA: 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!