Indonesia

CEK FAKTA: RUU Tabungan Perumahan Rakyat

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

CEK FAKTA: RUU Tabungan Perumahan Rakyat

EPA

Mengapa kalangan pengusaha tak setuju dengan peraturan ini?

JAKARTA, Indonesia — Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) belakangan memicu polemik. Kalangan pengusaha menolaknya karena akan menambah beban di struktur biaya produksi mereka. Sementara, DPR RI berencana untuk segera mengesahkannya. 

Sebenarnya apa yang diatur oleh UU dan apa muatannya yang menjadi sumber polemik? Rappler mengecek faktanya.

Pada intinya UU ini akan mewajibkan setiap Warga Negara Indonesia yang bekerja dalam hubungan kerja atau yang bekerja mandiri untuk menabung, agar bisa memenuhi kebutuhan perumahannya mulai membeli dan membangun rumah hingga memperbaiki rumah yang sudah ada.

Caranya? Penghasilan mereka akan dipotong sebesar 3 persen untuk disimpan di bank kustodian yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Badan Pengelola Tapera yang nantinya akan dibentuk. 

Penghasilan yang dipotong memiliki batas maksimal yaitu 20 kali upah minimum untuk pekerja dan 20 kali besarnya rata-rata penghasilan per bulan selama satu tahun untuk pekerja mandiri.

Apa bedanya pekerja dan pekerja mandiri? Pekerja adalah setiap Warga Negara Indonesia yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain dalam hubungan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Sedangkan pekerja mandiri adalah setiap Warga Negara Indonesia yang bekerja tidak bergantung pada pemberi kerja untuk mendapatkan penghasilan. Bayangkan misalnya seorang desainer lepas. 

Untuk pekerja, potongan sebesar 3 persen ini ditanggung secara gotong royong. Pekerja membayar  2,5 persen sementara pemberi kerja 0,5 persen sisanya. Dengan kata lain, beban biaya tenaga kerja pemberi kerja akan bertambah. Inilah yang kemudian memicu protes dari kalangan pengusaha.

Pihak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dalam siaran persnya menyatakan tanpa tambahan beban ini saja, beban biaya tenaga kerja mereka sudah cukup diperberat dengan kewajiban untuk menanggung beban-beban berikut ini: 

  • 10,24-11,74 persen dari penghasilan pekerja untuk program jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan (jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan pensiun)
  • Cadangan pesangon yang berdasarkan perhitungan aktuaria adalah sebesar 8 persen
  • Rata-rata kenaikan Upah Minumum dalam 5 tahun terakhir sebesar 14 persen 

Selain itu menurut KADIN, pekerja formal dan pekerja mandiri yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan telah memperoleh akses ke program pemilikan rumah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 tahun 2013 yang kemudian diubah dengan PP No. 55 tahun 2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. 

Benarkah pernyataan KADIN di atas? Pasal 35 A PP No. 55 tahun 2015 memang menyatakan “Pengembangan aset dana Jaminan Sosial Hari Tua dalam bentuk deposito sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a yang dipergunakan untuk mendukung program perumahan peserta ditempatkan pada bank pemerintah dengan tingkat imbal hasil paling sedikit setara dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia”

Bersumber dari situs hukumonline, berikut dokumen lengkap PP No. 55 tahun 2015: 

Rappler.com

 

BACA JUGA: 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!