Presiden minta penjelasan kasus Novel, Samad, dan Bambang

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Presiden minta penjelasan kasus Novel, Samad, dan Bambang

DANY PERMANA

Kasus Novel dan BW sudah siap untuk disidangkan.

JAKARTA, Indonesia—(UPDATE) Presiden Joko “Jokowi” Widodo akan memanggil Jaksa Agung HM Prasetyo untuk menanyakan perkembangan kasus-kasus yang menimpa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan dan bekas ketua Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

“Jaksa Agung akan dipanggil kalau bukan hari ini ya besok,” ujar Juru Bicara Presiden Johan Budi SP kepada Rappler ketika dihubungi melalui telepon pada Rabu, 3 Februari.

Sementara, berdasarkan informasi yang diperoleh Rappler dari ajudan Prasetyo, Jaksa Agung dari Partai Nasdem itu sedang berada di Solo ketika dipanggil Presiden Jokowi.

Berikut perkembangan kasus yang menimpa satu penyidik dan dua petinggi KPK itu:

Novel Baswedan

Novel didakwa menganiaya seorang tersangka pencurian burung walet pada tahun 2004 ketika menjabat sebagai Kasatreskrim Polda Bengkulu.

Humas Pengadilan Negeri Bengkulu Immanuel mengatakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu akan menjalankan sidang perdana pada tanggal 16 Februari 2016.

Dia menyebut materi persidangan sudah disiapkan, dakwaan dan barang bukti juga sudah dilimpahkan tim jaksa penuntut umum ke Pengadilan Negeri Bengkulu.

Abraham Samad

Mantan Ketua KPK Abraham Samad menjadi tersangka dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen. Dia diduga membantu memalsukan kartu tanda penduduk Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat, pada 2007. Feriyani juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. 

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan telah menyerahkan berkas Samad ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan bulan September 2015 lalu.

Bambang Widjojanto

Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dilaporkan ke polisi oleh Sugianto Sabran, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, pada tanggal 15 Januari 2015 dengan tuduhan mendorong para saksi untuk memberi keterangan palsu dalam sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat pada 2010.

Pasa saat itu, Sugianto adalah salah satu peserta Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Sugianto dan Eko Soemarno sebagai pemenang, mengalahkan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto, yang saat ini memimpin Kotawaringin Barat.

Melalui kuasa hukum dari kantor Bambang Widjojanto, Ujang dan Bambang mengajukan gugatan dan dinyatakan sebagai pemenang Pilkada oleh Mahkamah Konstitusi.
Atas dugaan penghasutan ini, Bambang dijerat dengan Pasal 242 Juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena menyuruh memberikan keterangan palsu dalam pengadilan.

Dia terancam hukuman pidana tujuh tahun. Berkasnya kini sudah lengkap, dan siap untuk disidangkan.

Kuasa Hukum minta Jokowi panggil KPK, Ombudsman, Komnas HAM

Muji Kartika Rahayu, kuasa hukum Novel Baswedan dan Abraham Samad yang juga anggota Konsorsium Reformasi Hukum Nasional mengatakan Presiden Jokowi seharusnya tak hanya mengundang Jaksa Agung, tapi juga KPK, Ombudsman, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Apa tujuannya? “Supaya informasinya berimbang,” kata pengacara yang akrab disapa Kanti itu pada Rappler. Ombudsman sebelumnya, kata Kanti, telah menerbitkan laporan No. 009/ORI/0425.2015/XII/2015, yang menyebutkan bahwa terjadi maladministasi terhadap penyidikan kasus Novel.

Laporan Ombudsman secara lebih lanjut menjelaskan dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang berbunyi maladministrasi adalah segala sesuatu yang menimbulkan kerugian materil maupun immateril serta situasi ketidakadilan yang merugikan hak-hak warga negara.

“Oleh karena itu perlu memanggil ombudsman untuk mengetahui mengapa temuan ombudsman tidak ditindaklanjuti oleh kejaksaan dan kepolisian,” katanya.

Sementara, presiden juga perlu memanggil Komnas HAM untuk menanyakan terkait temuan lembaga tersebut.

Presiden juga disarankan memanggil Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) karena lembaga tersebut telah menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Bambang Widjojanto tidak melanggar etika saat menjadi pengacara. “Presiden bisa bertanya, mengapa Polri tidak mengindahkan surat dari Peradi?” tanya Muji.

Kanti menambahkan pemanggilan pejabat-pejabat terkait tidak cukup. Belajar dari kasus Novel yang ditangani saat era Presiden Susilo Bambang Yudyoyono, ketiga kasus tersebut membutuhkan status hukum yang tertulis.

“Karena kalau tidak, potensi untuk dimanfaatkan lagi atau disalahgunakan bisa terjadi. Contohnya pada 2012, Presiden SBY telah memerintahkan untuk menghentikan kasus Novel. Tapi karena tidak ada Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) dari kepolisian, maka tahun 2015 diangkat lagi,” ujarnya.

“Belajar dari situ, belajar dari kenyataan, maka presiden harus tegas, presiden harus mengeluarkan surat SP3 tersebut,” katanya. —Rappler.com

BACA JUGA

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!