Dubes Grigson: Visa bukan faktor penghalang WNI ke Australia

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dubes Grigson: Visa bukan faktor penghalang WNI ke Australia
Masih sedikitnya turis Indonesia di Australia disebabkan kurangnya informasi mengenai tempat wisata di sana

JAKARTA, Indonesia — Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson menilai belum adanya fasilitas bebas visa yang diberikan bagi WNI bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk ke negeri Kanguru.

Kurangnya pengetahuan mengenai produk tempat wisata di Australia justru adalah faktor utama belum banyak WNI yang berkunjung ke sana.

Berdasarkan data dari Kedutaan Besar RI di Canberra, jumlah turis Indonesia yang berwisata ke Australia mencapai 150.200 orang sepanjang 2014. Hal itu sangat jauh dari turis asal Tiongkok yang berkunjung ke Australia bisa mencapai lebih dari 800 ribu pada tahun yang sama.

“Kami harus mencari produk pariwisata yang terus dipromosikan ke warga Indonesia. Saya belum menemukan adanya WNI yang merasa tidak nyaman saat berkunjung ke Australia,” kata Grigson ketika berdialog di kantor Rappler pada Senin, 1 Februari.

“Justru, yang saya temukan adalah banyaknya WNI yang belum paham harus berkunjung ke mana selama di Australia,” ungkapnya.

Grigson tidak menampik jumlah turis asal Indonesia yang melancong ke Australia masih lebih banyak dibandingkan turis dari benua Eropa. Hal itu disebabkan oleh dua faktor.

“Pertama, karena ada kedekatan geografis dua negara. Kedua, jumlah anggota keluarga yang berkunjung untuk menjenguk keluarganya yang tengah menuntut ilmu di Australia cukup besar. Walaupun, tujuannya hanya menjenguk, tapi dilihat dari perspektif bisnis, mereka tetap celah pasar yang bagus,” papar Grigson.

Salah satu cara yang digunakan oleh Kedutaan Australia di Jakarta untuk mempromosikan sektor pariwisata yakni dengan menggunakan media sosial. Sebab, media sosial dianggap sebagai alat promosi yang efektif di Indonesia.

Grigson menambahkan skema pemberlakuan visa universal sudah menjadi kebijakan Australia sejak lama. Artinya, mereka tidak memberikan bebas visa ke warga dari negara mana pun.

Tetapi, sejak Desember tahun lalu, Australia mengumumkan kebijakan baru bagi WNI.

“Ketika mengajukan visa, maka WNI bisa memperoleh visa multiple entry visit selama tiga tahun. Artinya, mereka bisa bepergian keluar masuk sesuka hati selama kurun waktu tiga tahun berturut-turut. Tidak banyak negara di dunia yang diberikan kesempatan demikian besar,” katanya.

Berbanding terbalik dengan kebijakan pemerintah Australia, Indonesia justru akan membebaskan visa bagi turis Negeri Kanguru. Padahal, sebelumnya mereka telah diberi kemudahan visa kedatangan (visa on arrival).

Grigson mengaku bersemangat mendengar rencana pemerintah Indonesia yang akan membebaskan visa bagi warganya. Hal itu diprediksi akan meningkatkan jumlah turis Australia berwisata ke Indonesia, walau sebagian besar masih memilih berlibur di Pulau Bali.

“Setiap tahun sekitar 1,1 juta turis Australia berkunjung ke Bali. Tentunya kami juga mendorong agar mereka berkunjung ke wilayah lain di Indonesia seperti Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, walau itu tidak mudah,” katanya.

Menurut Grigson, ada dua faktor mengapa sulit mendorong turis Australia untuk berkunjung ke wilayah lain di Indonesia.

Pertama, karena citra Bali tertanam sangat kuat di pikiran turis Australia sebagai tujuan wisata yang murah. Kedua, karena penerbangan langsung dari Australia menuju ke beberapa kota di Indonesia masih sedikit.

Tepis mitos

Dalam kesempatan itu, Grigson turut mengklarifikasi mengenai berita banyak turis Australia kerap berulah selama berlibur di Pulau Dewata. Dari data Konsul Jenderal Australia di Denpasar, turis yang berulah jumlahnya di bawah 100 orang.

Fakta menunjukkan, kata Grigson, justru turis Negeri Kanguru tinggal di Indonesia lebih lama dibandingkan turis dari negara lain.

“Rata-rata mereka menghabiskan waktu berlibur 9,5 hari. Mereka juga membelanjakan uangnya dalam jumlah lebih besar per hari, bahkan melebihi turis asal Jepang, Singapura, Malaysia, dan Tiongkok. Bahkan, banyak dari mereka yang jatuh cinta terhadap Indonesia dan memutuskan kembali,” ujar Grigson.

Sehingga tidak adil jika memberikan label turis Australia sebagian besar membuat masalah. Terlebih, ketika kembali ke Australia, mereka kerap ikut mempromosikan bahwa Indonesia adalah tempat yang menakjubkan.

“Jika Anda mencari di media sosial, tentu tetap saja ada fakta soal turis Australia yang bermasalah di Bali. Tetapi, saya pun bisa menemukan turis Indonesia yang berbuat hal serupa,” kata diplomat senior itu. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!