SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia— Janji Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk melindungi dan mencegah pengusiran anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Bangka datang terlambat bagi perempuan dan anak-anak komunitas tersebut.
Juru bicara JAI Bangka Yendra Budiana mengatakan bahwa anak-anak dan perempuan anggota JAI Bangka ‘diangkut’ keluar Bangka, sementara anggota laki-laki bertekat untuk “bertahan di rumah masing-masing.”
“Dandim paling aktif menekan warga Jemaat Ahmadiyah untuk angkat kaki, artinya TNI telah melampaui kewenangannya,” kata Yendra di Jakarta pada Jumat, 5 Februari,
Hari Jumat, 5 Februari, adalah batas waktu yang diberikan pemerintah Bangka kepada Jemaah Ahmadiyah di Kelurahan Srimenanti untuk “bertobat”atau keluar dari Bangka.
Setidaknya ada 82 orang warga Ahmadiyah di Bangka, termasuk 20 orang di Kelurahan Srimenanti.
Yendra mengaku tidak tahu kemana anak-anak dan perempuan JAI itu dibawa. “Mreka tidak akan mau diungsikan ke tempat yang disediakan pemerintah daerah,” katanya.
Di Jakarta, Kapolri Badrodin mengatakan di Kantor Bereskrim Polri dia telah memerintahkan Kapolda Bangka untuk memastikan tidak ada pengusiran warga JAI.
“Kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi. Aparat pemerintah harus tahu konstitusi dan bagaimana implementasinya di lapangan,” kata Badrodin seperti dikutip sindonews.com.
Tenggat waktu
Pada tanggal 14 Desember 2015 lalu, Pemerintah Bangka meminta warga Ahmadiyah untuk “segera bertobat sesuai syariat Islam” atau keluar dari lingkungan Kelurahan Srimenanti Sungailiat dan kembali ke tempat asal mereka.
Menurut Yendra, keputusan tersebut diambil berdasarkan laporan masyarakat yang menganggap keberadaan JAI meresahkan warga setempat.
BACA: Warga Ahmadiyah Bangka diminta “tobat ke Islam” atau diusir)
“Pihak Ahmadiyah diundang untuk menghadiri pertemuan tersebut, namun kemudian diakhiri secara sepihak oleh Pemerintah Bangka yang meminta JAI keluar dari Bangka dengan alasan meresahkan dan melanggar SKB 3 Menteri,” kata Yendra di Kantor LBH Jakarta, Jumat, 5 Februari.
Menurut Yendra, pihak pelapor menganggap Ahmadiyah meresahkan karena menjalankan ajaran Islam seperti pemotongan hewan kurban dan pembagian zakat fitrah.
“Itu merupakan awal dari kejadian hari ini, yaitu deadline yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten Bangka,” imbuhnya.
“Padahal, Bapak Asro Matnur sendiri, Ketua JAI Bangka, merupakan penduduk asli,” ujar Pratiwi Febry dari LBH Jakarta.
Kelompok rentan
Di antara anggota Ahmadiyah yang mengalami tekanan juga terdapat kelompok rentan, seperti anak-anak, perempuan, serta lansia.
Koordinator Satgas Anak untuk Anak Minoritas Ilma Sovri Yanti mengungkapkan bahwa setidaknya ada sepuluh anak Ahmadiyah di Bangka yang seharusnya dilindungi.
“Termasuk satu orang bayi berusia tiga minggu, artinya sangat rentan sekali. Mereka harus dievakuasi ke tempat yang aman,” terang Ilma.
Sementara Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Gatot Rianto menilai bahwa peristiwa serupa yang telah terjadi secara terus menerus merupakan cerminan dari gagalnya pemerintah dalam menjamin keselamatan bagi warga negaranya.
“Tujuan negara untuk membangun harmonisasi tidak akan tercapai jika pemerintah tidak menangani kasus-kasus diskriminasi terhadap minoritas ini secara komprehensif,” tegas Gatot.
Padahal, menurut Gatot, seluruh hal yang berkaitan dengan keyakinan seharusnya tidak dicampuri oleh negara.
Dalam kesempatan yang sama, Nia Sjarifudin selaku Ketua Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika menganggap ketidaktegasan pemerintah sebagai salah satu alasan terjadinya tekanan yang dialami oleh berbagai kelompok minoritas.
“Sebelum di Bangka ada di Mataram, Sampang, dan Cikeusik,” tutur Nia. “Menurut saya, ada ketimpangan dan ketidaktegasan pemerintah kepada ormas-ormas yang mengancam.”
Nia menuturkan bahwa salah satu ormas yang mengancam keamanan warga Ahmadiyah di Bangka adalah HTI.
Tim Advokasi Kebhinekaan Indonesia Raya (TAKBIR) yang terdiri dari berbagai lembaga swadaya masyarakat mengecam tindakan yang dilakukan Pemda Bangka dan meminta Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk menindak tegas aktivitas yang mengundang perpecahan.
“Jangan sampai negara justru melakukan tindakan kepada yang seharusnya jadi korban,” tutur Pratiwi dari LBH Jakarta. —Rappler.com
BACA JUGA:
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.