Komnas HAM dan komunitas Papua kecam aksi polisi aniaya warga

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Komnas HAM dan komunitas Papua kecam aksi polisi aniaya warga
Komnas HAM tak bisa mentolerir perlakuan aparat kepolisian pada warga Papua tersebut

JAKARTA, Indonesia — Komisioner Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai merespons sejumlah foto viral yang menampilkan seorang warga Papua yang diikat dan dianiaya oknum kepolisian.

Pigai mengecam tindakan aniaya itu dan meminta pemerintah bertindak. 

“Peristiwa ini terjadi di Timika, Papua, dalam penangkapan dan penahanan dalam keadaan telanjang atau ditelanjangi, dililit tali, sambil tendang, sudah dapat dikategorikan sebagai suatu tindakan penganiayaan dan penyiksaan dan juga mengandung unsur kekerasan fisik juga dapat saja terdapat kekerasan verbal,” kata Pigai kepada Rappler, Sabtu, 13 Februari. 

Menurut Pigai, foto tersebut adalah potret kejahatan kemanusiaan oleh negara di tanah Papua dan sudah berlangsung sejak lama. Ia kemudian menuntut kepolsiian untuk bertanggungjawab.

“Kami tegaskan tidak ada alasan lagi bagi kepolisian untuk menghindari tindakan sadistik ini, karena sudah jelas bertentangan dengan peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang implementasi pelaksanaan tugas kepolisian berbasis hak asasi manusia, juga tentu SOP penangkapan dan penahanan,” katanya.

PENGANIAYAAN. Foto seorang pria Papua yang diikat dan dianiaya polisi ini viral di media sosial. Foto dari Facebook

Komnas HAM, kata Pigai, akan memantau proses hukum yang adil, impersial, dan nondiskriminatif.

“Mulai saat ini kami minta pemerintah pusat dalam hal ini presiden harus mampu memutus mata rantai kejahatan kemanusiaan di Papua sebagai akar persoalan utama ketidakpercayaan rakyat Papua kepada pemerintah,” ujarnya. 

Kapolda Papua minta maaf

Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Paulus Waterpauw mengatakan pria yang ditelanjangi, ditendang dan dililit tali oleh polisi adalah YAW, umur 24 tahun. Ia merupakan tersangka pelaku pemerkosaaan anak usia 9 tahun. Korban adalah siswa kelas 4 Sekolah Dasar (SD). 

Paulus mengatakan bahwa wargalah yang menelanjangi YAW di lapangan, bukan anggota kepolisian. “Dia ditangkap warga, lalu dianiaya dan ditelanjangi,” ujar Paulus. 

Ketika diserahkan pada polisi, YAW sempat menolak dibawa ke kantor polisi dan melakukan perlawanan saat mau dinaikkan ke mobil patroli polisi.

Paulus sendiri menyesalkan foto-foto tentang penangkapan tersangka pemerkosa itu diunggah ke media sosial.”Seakan-akan polisi yang menganiaya pelaku,” ujarnya.

Ia mengaku telah memerintahkan kepala bidang profesi dan pengamanan Polda Papua untuk turun ke Timika dan menangani kasus ini.

 
//

Apa bedanya?Bedanya, orang-orang disini, sekalipun sudah tahu foto (yg sebelah kiri) itu TIDAK HOAX, tetapi tetap…

Posted by Zely Ariane on Thursday, February 11, 2016

Tapi permintaan maaf sang Kapolda tak serta-merta langsung diterima oleh aktivis dan komunitas Papua. Zely Ariane dari Papua Kita mengatakan tindakan polisi tersebut tidak bisa ditolerir. 

Kritik Zely lainnya adalah pernyataan Kapolda yang tentang korban yang sudah terlebih dulu dipukul masyarakat. “Harusnya Polri justru melindungi tidak tambah mengikat korban seperti hewan dan menghajar korban,” katanya. 

Zely selanjutnya mempertahankan prosedur penangkapan yang dilakukan polisi.

Buat apa diikat? Buat apa disorong-sorong pakai kayu atau bambu macam memperlakukan hewan? Hewan saja sudah dibuatkan haknya oleh manusia, masa manusia melanggar hak manusia lainnya?” ujarnya. 

“Tidakkah Anda merasa ada tindakan diskriminasi berbasis ras hanya dari foto ini saja?” tanya Zely. —Rappler.com

 BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!