Mubaligh Ahmadiyah: Pengusiran adalah proses pendewasaan bagi kami

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mubaligh Ahmadiyah: Pengusiran adalah proses pendewasaan bagi kami
Pada Februari 2006 lalu, Jamaah Ahmadiyah diusir dari kampung halaman mereka di Lombok. Bagaimana nasib mereka setelah sepuluh tahun?

JAKARTA, Indonesia—Pada tahun 2006, Jamaah Ahmadiyah yang bermukim di Ketapang, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi sasaran amarah masyarakat. Rumah mereka dirusak dan dibakar. Mereka diusir dan terpaksa mengungsi ke Wisma Transito di Kelurahan Majeluk, Kota Mataram. 

Sepuluh tahun kemudian, banyak anggota Jamaah Ahmadiyah sudah kembali ke masyarakat. Mereka berhasil melebur kembali dengan tetangga mereka sebelumnya. Tetapi masih banyak juga yang masih tinggal di pengungsian.

Menurut mubaligh Ahmadiyah NTB Saleh Ahmadi, sampai sekarang, 32 Kepala Keluarga atau 116 jiwa belum berani untuk kembali ke rumah mereka. Mereka diasingkan dari rumah di kampung halaman dan tanah tumpah darah mereka sendiri. Mereka harus puas tinggal di bilik 3×4 meter untuk satu keluarga. Tidak layak memang, tapi mereka tidak punya pilihan. Bahkan bantuan subsidi dari pemerintah juga telah tiada. 

Terusir, tak bisa mencari nafkah, tak ada subsidi, dan merindukan kampung halaman, sudah mereka rasakan sejak Februari 2006 lalu. 

Pada Senin, 15 Februari, Rappler mendapatkan kesempatan langka, bertemu dengan Mubaligh Jamaah Ahmadiyah wilayah NTB, Saleh Ahmadi. Berikut petikan wawancara dengan Saleh yang sedang mengikuti diskusi Kaukus Pancasila di Dewan Perwakilan Rakyat, 15 Februari. 

Bagaimana kondisi terakhir warga Ahmadiyah di Wisma Transito? 

Kami dari pihak Ahmadiyah sudah banyak berbuat agar mereka bisa keluar dari Transito. Hasilnya sekitar 60-70 persen sudah berhasil kami yakinkan untuk keluar dengan berbagai opsi. Ada yang pindah ke perumahan, dan ada yang ke daerah. Namun demikian, masih ada sekitar 32 Kepala Keluarga (sebelumnya ada 100 KK lebih), 116 jiwa, yang tinggal di Transito dengan segala masalah sosial tentunya.  

Selama 10 tahun tidak ada perkembangan apa-apa?

Pasti ada perkembangan karena kami terus memberikan dukungan spiritual, motivasi, mental, dan juga semangat hidup. Kami juga memberikan langkah-langkah konkrit bagaimana secara duniawi mereka bisa mencari pekerjaan dan bisa melakukan apa saja untuk bisa hidup. Sekarang, ada yang sudah nyaman mencari nafkah di pasar. Ada yang menjadi pemulung, tukang ojek, dan ada juga yang menjadi tukang ukur.  

Sebelumnya ada 100 KK tinggal di pengungsian. Sekarang tinggal 32 KK. Apakah mereka yang keluar dari Transito juga keluar dari Ahmadiyah? 

Mereka keluar dari Transito, tapi tidak dari Ahmadiyah. Apapun kondisi yang menimpa kami, keyakinan itu tetap menjadi urusan kami dengan Tuhan. 

Ke mana mereka?

Mereka menetap di tempat yang lebih heterogen yang bisa menerima mereka. Di Kota Mataram sendiri ada yang masyarakat yang heterogen, di daerah lain juga ada.   

Bagaimana kabar 32 KK yang tersisa, masih disubsidi oleh pemerintah? 

Tiga puluh dua KK ini masih di Transito dengan segala permasalahnnya, ekonomi, dan segala macam. Kalau subsidi, sejauh yang saya tahu hanya 2 tahun pertama. Setelah itu tidak pernah lagi. Semakin ke sini, mereka berjuang sendiri. 

Selama tinggal 10 tahun di Transito, apa saja permasalahannya? 

Mereka harus menerima tinggal di Transito yang disekat-sekat berukuran 3×4 meter untuk satu keluarga, tidak ada tempat private. Ini kan problem secara psikologis.  

Warga sendiri hidup penuh sesak di satu tempat, padahal mereka berasal dari background yang tidak sama. Pasti menimbulkan friksi, pengaruh psikologis, mental, semua sangat berdampak. 

Yang kedua soal penerimaan masyarakat. Awalnya, masyarakat masih memandang alasan alasan mereka diungsikan. Padahal itu tidak benar, tapi masih terdogma di masyarakat.

Tapi setelah masyarakat melihat lebih jauh, belajar, dan bergaul dengan kami, sekarang mereka semua menerima. Masyarakat di sana sudah tidak mempermasalahkan kami. Bahkan kami punya kegiatan untuk mendorong  bekerjasama dengan masyarakat setempat. 

PUISI ANAK AHMADIYAH. Puisi yang dibuat oleh seorang warga Ahmadiyah untuk anaknya yang kerap dicela teman mereka. Foto oleh Ahmad Muzakky Al-Hasan/Rappler

Apakah peristiwa pengusiran warga Ahmadiyah di Bangka membangkitkan trauma bagi warga Ahmadiyah di Transito? 

Warga di Transito telah mengalami apa yang dialami Jamaah Ahmadiyah di Bangka berulang kali. Mereka telah mengalami berbagai bentuk kekerasan yang melenyapkan harta mereka. Karena sudah terjadi berulang-ulang, mereka menganggap kejadian di Bangka  seolah-olah lazim. Mereka sudah mengalaminya berulang-ulang sehingga mereka mengungsi ke Transito ini. 

Apa yang diharapkan warga Ahmadiyah Transito setelah 10 tahun berlalu? 

Kami dari pihak Ahmadiyah sederhana saja: Kami ingin ada sikap dan tindakan yang nyata, yang adil terhadap warga kami yang notabene WNI, yang tentu tidak punya cacat secara hukum sebagai warga negara yang menjalankan konstitusi yang baik dan benar.

Sikap adil dan berperikemanusiaan untuk warga kami yang sudah sekian banyak mengalami diskriminasi dan kekerasan. Paling tidak membantu psikologi mereka yang di Transito dengan cara memberikan harapan hidup dan perhatian dari pemerintah dalam tindakan nyata. 

Paling tidak memberikan ketenetraman dan rasa aman bahwa pemerintah hadir sehingga mampu membangkitkan kepercayaan diri mereka. 

Yang kedua, ada peran nyata dari pemerintah yang bisa mereka rasakan untuk membantu kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi selam 10 tahun ini. Ya seperti sandang, pangan, atau papan. 

Bisa dijelaskan pada orang awam, apa yang membedakan Ahmadiyah dengan orang Muslim lainnya? 

Sederhana, kami menganut Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yang mempunyai rukun Islam, syahadat, itu harga mati buat kami. Nabi Muhammad adalah nabi kami. 

Yang kedua, kami juga sholat, puasa, zakat, sama melakukan haji ke Mekkah juga. Nonsense kalau ada yang bilang warga Ahmadiyah tidak bisa haji. Saya bisa. 

Tidak benar apa yang dikatakan bahwa Ahmadiyah menyimpang dari ajaran Islam. 

Ada yang bilang syahadat Ahmadiyah berbeda dari umat Muslim lainnya?  

Itu dia, selama ini ada Ahmadiyah yang versi Ahmadiyah, ada versi pers, ada versi tokoh-tokoh yang memang anti Ahmadiyah. Kita semua tahu. Dan ada Ahmadiyah yang betul murni Ahmadiyah. Jadi tidak ada syahadat yang berubah. 

Lalu apa bedanya? 

Yang membedakan Ahmadiyah dengan Muslim lainnya adalah Ahmadiyah mempercayai bahwa Nabi Isa yang dulu masih hidup di langit, bagi Ahmadiyah dia sudah wafat. 

Dasarnya dari mana? 

Alquran Nur Qarim (dengan tafsir yang berbeda). 

Perbedaan yang kedua, bagaimana memahami bahwa Isa yang akan turun di akhir zaman bukan Isa yang kami yakini sudah wafat. Tetapi Isa Al Masih, yaitu Isa yang sifat dan fungsinya sama sebagaimana Isa yang dulu, tapi dia adalah pengikut nabi Muhamamd SAW, Islam itu sendiri, yang bergelar Imam Mahdi itu tadi. 

Bagi Ahmadiyah, Imam Mahdi itu sudah datang, dan kami mengimani.

Jadi hanya soal Imam Mahdinya yang berbeda? 

Iya. Orang boleh berbeda, pada prinsipnya itu tadi. 

Tapi ada yang bilang sesat gara-gara soal Imam Mahdi tadi? 

Ya pandangan orang boleh saja. Yang kami harus pegang teguh, bagaimanapun orang menentang kami, kami ini pengikut Nabi Muhammad SAW. Urusan surga itu hak prerogatif Tuhan. Yang pasti sebagai bentuk kesetiaan kami pada Nabi Muhammad yang mengatakan akan datang imam Mahdi dari umatnya sendiri.  

Apakah anda merasa miris ketika ditentang oleh mayoritas umat Islam di Indonesia? 

Ya di satu pihak, mau tidak mau harus kita akui ini memprihatinkan, karena mereka bergerak dari satu pemahaman yang salah.

Tapi yang kami yakini bahwa apa yang sebenarnya di dalam diri kami itu keyakinan kami tentang Islam yang diajarkan Nabi Muhammad. Kalau mereka tahu, tapi tidak tahu dari anti Ahmadiyah, mereka tidak akan benci, tapi memaklumi. 

Ada pesan untuk warga Ahmadiyah di seluruh Indonesia (ada sekitar 400-600 ribu warga Ahmadiyah di seluruh tanah air)? 

Ini proses pendewasaan kita sebagai umat Nabi Muhammad, apapun yang ktia hadapi, dulu umat Nabi Muhammad juga mengalami hal yang sama. 

Ini semacam jihad berarti?

Konsep kami jihad itu menyebarkan cinta kasih sayang sebagaimana saripati ajaran Islam. Tidak boleh ada kebencian pada siapapun mahluk Tuhan. —Rappler.com

BACA JUGA

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!