Indonesia

Bincang Mantan: Ketika cinta bertepuk sebelah tangan

Adelia Putri, Bisma Aditya

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bincang Mantan: Ketika cinta bertepuk sebelah tangan
Bagaimana mau jadian kalau cintamu tak disertai usaha?

Kedua penulis kolom baru Rappler, Bincang Mantan, adalah antitesa pepatah yang mengatakan kalau sepasang bekas kekasih tidak bisa menjadi teman baik. Di kolom ini, Adelia dan Bisma akan berbagi pendapat mengenai hal-hal acak, mulai dari hubungan pria-wanita hingga (mungkin) masalah serius.

Adelia Putri: Usaha, dong!

Katanya cinta tak harus memiliki. Ah, bohong. Cinta itu harus memiliki. Kalau tak bisa memiliki, namanya patah hati, atau ya memang tidak jodoh. 

(Buat kamu yang lagi patah hati, saya punya lagu yang sesuai: Kobe – Positive Thinking. You’re welcome.) 

Tidak perlu mellow-mellow kalau cintamu sepihak. Mungkin kamu kurang usaha? Ketertarikan mutualisme (ugh, iya, cinta pada pandangan pertama maksudnya) sangat jarang terjadi. Kamu. Butuh. Usaha. Sudah usaha tapi belum berbalas? Mungkin usaha kamu kurang keras. 

Sebagai penganut aliran Risalah Hatinya Dewa 19, saya yakin betul kalau diberi sedikit waktu, cinta akan datang karena telah terbiasa. Kalau kamu niat usaha dan menghabiskan waktu mengejar sesuatu (atau seseorang), dia akan terbiasa akan keberadaanmu dan lama-lama juga akan luluh, atau paling tidak, ya takut kehilangan. 

Tapi ya itu, harus niat, karena bisa menghabiskan waktu yang tak tentu, bisa 8 bulan atau setahun. (Kalau lebih dari setahun, move on saja, Mbak, Mas. Percaya deh. Demi kesehatan mental.)

Kalau kamu baru usaha sebulan dua bulan tapi sudah mengeluh, ya salah sendiri. Hidup tidak semudah FTV. Kalau kamu masih menghitung poin siapa yang usaha lebih keras, kamu atau dia, dan masih terlalu mempertahankan gengsi sebagai pihak yang harus dikejar, ya salah sendiri. 

Hubungan yang baik itu harus ketemu di tengah. Percaya deh, dikejar mati-matian pun pada akhirnya akan jadi senjata makan tuan.

Tapi, apapun hasilnya, saya cuma mau mengingatkan kamu untuk kembali pada orang yang (harusnya) paling kamu cintai: Diri kamu sendiri.

Iya, kamu. Sesayang-sayangnya kamu pada orang lain, jangan pernah lupakan kalau kamu jauh lebih berharga. Jangan karena patah hati atau terlalu usaha, kamu sampai masuk UGD (karena ingin diet supaya terlihat lebih menarik, mungkin), menangis tengah malam berhari-hari, atau gelisah berkepanjangan.

Iya, saya berkoar-koar tentang pentingnya usaha, tapi saya bukan penganut paham positivisme. Saya dididik untuk percaya bahwa tak ada hubungan kausatif murni dalam urusan sosial, termasuk percintaan. Ada faktor orang tua, lingkungan, atau bahkan kisah masa lalu yang belum selesai. 

Tapi saya juga dididik ibu saya untuk percaya kekuatan doa. Katanya, usaha manusia itu cuma punya kekuatan 35%, sisanya tergantung doa. Masalahnya, kamu tahu tidak harus doa apa?

Kalau saya boleh saran, mungkin kamu bisa ganti isi doa kamu. Daripada memaksa Tuhan untuk membuat si target mengiyakan kamu, bagaimana kalau kamu minta diberikan orang terbaik di waktu terbaik? Sekaligus kekuatan kalau misalnya orang yang kamu mau itu bukan jodoh kamu. 

Kali ini saya bukan sok tahu. Been there, done that (memangnya kamu pikir saya dapat  bahan tulisan dari mana? Hahahaha).

Apapun keadaanmu, semoga berhasil dan semoga tetap waras. Ingat wejangan Tante Whitney Houston: Learning to love yourself is the greatest love of all. Jangan gara-gara urusan cecintaan kamu jadi gila, ya. 

Bisma Aditya: Mencari ‘belahan kamu’

Membahas cinta bertepuk sebelah tangan, pasti lah semua orang (atau setidaknya yang tidak seganteng Chico Jericho atau secantik Isyana Sarasvati, karena kalau mereka aja ngerasain cinta bertepuk sebelah tangan, gimana kita manusia pada umumnya?) langsung terpikir hal-hal yang menyedihkan seperti patah hati, sendiri, malu, atau bahkan marah. 

Cinta ditolak pastilah sedih. Usaha siang malam, nurunin gengsi untuk ajak jalan, nabung seminggu untuk bisa traktir dia makan, atau mungkin uangnya habis karena beli hadiah, semua usaha itu sia-sia begitu saja. 

Orang bilang tiada hasil yang mengkhianati usaha, saya bilang itu bohong! Tapi saya pribadi percaya pasti ada silver lining dari ditolaknya cinta kita.

Menurut kisah Aristophanes, dulu manusia diciptakan berbentuk seperti bola, dengan dua kepala, dua pasang tangan, dan dua pasang kaki. Lalu karena satu dan lain hal, Zeus membelah “manusia itu” menjadi dua seperti bentuk manusia yang kita tahu saat ini. 

Manusia yang terpisah ini terus mencari sebagian dari dia yang telah dipisahkan oleh Zeus untuk bersatu lagi. Itulah yang dinamakan cinta. 

Saya sih menganggap cerita Aristophanes ini dongeng saja yang tidak berbeda dengan kisah Si Kancil, tapi bahkan kisah Kancil mengajari kita untuk tidak berbohong dan kita nurut, kalau saya memaknai cerita itu dengan yakin bahwa memang ada belahan dari kita yang lain di luar sana dan saya nurut.

Dengan meyakini kisah itu, saya yakin bahwa kita ditolak supaya bisa lebih cepat move on untuk cari lagi siapa yang memang betul sebagian dari kita. Dengan meyakini kisah itu, berarti kita bisa yakin bahwa dia bukan orang yang tepat. 

Jika saja dia nerima kita, anggaplah kita berhubungan 4 tahun, berarti dalam empat tahun itu kita berhenti mencari belahan kita dan buang-buang waktu dengan orang yang salah. Dengan ditolak justru harusnya kita berterimakasih karena kita selangkah lebih dekat dengan orang yang tepat, bukan?

Tetapi terkadang biarpun kita sudah mencoba untuk move on kita tetap saja balik ke orang itu lagi. Berapa pun orang baru masuk ke kehidupan kita, perasaan kita tetap saja sama. Meskipun usaha kita untuk dekat lagi selalu gagal bahkan kadang dicuekin, kita tetap mencoba. Atau mungkin orang itu sudah bahagia dengan orang lain tapi kita masih rela menunggu. Mungkin itu tanda bahwa hati kita bilang, “Orang itu belahan kamu”.

Untuk hal yang di atas, menyedihkan memang. Tapi saya lupa bilang bahwa alasan Zeus membelah “manusia” dulunya adalah karena mereka mau memberontak dan memerangi para dewa. Mereka orang-orang yang gigih dan pemberani. Kegigihan dan keberanian mereka jika dibagi dua pun masih sangat besar. Sebesar itulah seharusnya keberanian dan kegigihan kita.

Dengan keberanian dan kegigihan sebesar itu, masa iya kita nyerah dan tidak sabar untuk menunggu dan berjuang untuk orang yang kita yakini sebagai belahan kita? 

Atau bisa juga, dengan keberanian dan kegigihan sebesar itu, masa iya kita tidak bisa memerangi perasaan diri sendiri untuk merelakan dia pergi?

Atau… ah sudah lah. —Rappler.com

Adelia, mantan reporter Rappler, kini sedang menempuh pendidikan pascasarjana di London, sementara Bisma adalah seorang konsultan hukum di Jakarta. Keduanya bisa ditemukan dan diajak bicara di @adeliaputri dan @bismaaditya.

Baca juga lainnya di Bincang Mantan:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!