Kejaksaan Agung hentikan penuntutan terhadap Novel Baswedan

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kejaksaan Agung hentikan penuntutan terhadap Novel Baswedan
Dengan dikeluarkannya SKPP, Novel Baswedan secara resmi terbebas dari kasus tindak penganiayaan.

JAKARTA, Indonesia – Kejaksaan Agung pada  Senin, 22 Februari, secara resmi menghentikan penuntutan kasus dugaan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Novel Baswedan. Alasannya karena tidak cukup bukti dan sudah kadaluarsa.

“Kadaluarsa itu dihitung sejak satu hari perbuatan dilakukan. Kalau kadaluarsa karena perbuatan ini ancamannya memasuki masa kadaluarsa selama 12 tahun. Hal tersebut dihitung satu hari sejak perkara dilakukan yakni 18 Februari 2004,” ujar Jaksa Agung Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Noor Rohmat di Jakarta.

Jika mengikuti masa kadaluarsa ancaman maka kasus tersebut sudah tidak bisa diusut sejak 19 Februari 2016. Kejaksaan Agung kemudian mengeluarkan Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang ditandatangani oleh Kejati Bengkulu dengan nomor putusan B-03/N.7.10/EP.I/02/2016.

Sementara itu, terkait kurangnya alat bukti, Noor mengatakan perkara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu terjadi malam hari, sehingga tidak ada saksi yang melihat sesuai dengan yang dirujuk dari berkas perkara.

“Jadi keraguannya, dari segi perbuatan ada fakta perbuatan tetapi bagaimana sisi pertanggungjawaban dalam perbuatan itu karena tidak ada saksi yang melihat. Semua berpulang pada petunjuk. Petunjuk itu yang akhirnya membuat tim ragu-ragu untuk membawa ke pengadilan,” kata Noor.

Salah satu hal yang meragukan, menurut Noor, adalah proyektil yang ditemukan di kaki salah satu korban dan dalam senjata yang dipakai itu dalam registernya tercatat atas nama Polres Bengkulu. Padahal, kejadiannya pada masa Polresta Bengkulu. Belum lagi, semua saksi korban tidak ada yang tahu siapa yang menembak.

Lalu, bagaimana respons tim kuasa hukum Novel? Muji Kartika menghargai keputusan tersebut. Menurut wanita yang biasa disapa Kanti itu, SKPP bermakna dua hal.

“Pertama, Jaksa tidak memiliki cukup bukti untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan dan mengoreksi penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian tidak memadai. Kedua, memberikan penyelesaian hukum,” kata Kanti yang dihubungi Rappler melalui telepon.

Dia mengaku sudah menerima salinan SKPP tersebut, namun yang menandatangani adalah rekannya.

“Jadi, per hari ini Novel dinyatakan resmi terbebas dari kasus tersebut,” kata Kanti.

Bagaimana respons Novel mengenai hal ini?

Kanti menjelaskan belum bertemu Novel untuk membahas mengenai keluarnya SKPP oleh Kejaksaan Agung.

“Kemungkinan akan kami rapatkan besok, termasuk langkah Novel selanjutnya. Sebab saya belum bertemu Novel,” tutur dia.

Kanti terakhir kali berkomunikasi dengan Novel pada Minggu malam melalui pesan pendek. Isinya Novel meminta Kanti untuk mendampinginya, sebab esok dia akan bertemu dengan Jaksa.

Novel sebelumnya diduga melakukan tindak pidana penganiayaan. Kasus yang menjerat Novel bermula saat dia menjabat Kepala Satuan Reskrim Polres Kota Bengkulu pada 2004.

Ia dijerat kasus penganiayaan seorang pencuri sarang burung walet. Lokasi kejadian berada di Pantai Panjang Ujung, Kota Bengkulu, pada 18 Februari 2004 silam.

Dalam kasus itu, anak buah Novel yang melakukan tindakan di luar hukum menyebabkan korban jiwa. Novel kemudian mengambil alih tanggung jawab anak buahnya dan ia pun sudah mendapat teguran keras.

Pihak yang melaporkan kasus ini adalah Yogi Hariyanto. Dalam laporan tersebut, Novel disebut menembak dan menyiksa pencuri itu. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!