Kelompok anti korupsi: Tolak revisi UU KPK harga mati

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kelompok anti korupsi: Tolak revisi UU KPK harga mati

GATTA DEWABRATA

Aktivis anti korupsi tegas menolak revisi UU KPK dan berharap pemerintah membatalkan kebijakan tersebut bukan menunda.

JAKARTA, Indonesia – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Panjaitan pada Senin, 22 Februari mengatakan akan mengundang para aktivis dari beberapa LSM anti-korupsi untuk membahas mengenai revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Luhut bermaksud ingin mensosialisasikan isu tersebut dan mendengar masukan dari masyarakat.

Langkah itu diambil usai Presiden Joko Widodo menunda pembahasan revisi UU KPK.

Lalu, bagaimana tanggapan dari beberapa LSM anti korupsi? Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia (TII), Dadang Trisasongko, menilai undangan tersebut seolah masyarakat sipil keliru dalam memahami kebijakan revisi UU KPK itu. Dia merasa melalui langkah ini, justru pemerintah seolah meremehkan masyarakat.

“Padahal, jauh sebelum kami menolak revisi UU KPK, kami telah melakukan riset yang mendalam. Terbukti, bahwa kebijakan tersebut memang ingin melemahkan KPK,” ujar Dadang yang dihubungi Rappler melalui telepon pada Selasa, 23 Februari.

(Baca: Kontroversi 15 poin usulan revisi UU KPK)

Dia bahkan melihat kecenderungan untuk merevisi UU KPK tersebut sudah muncul sejak beberapa tahun lalu. Selain itu, dia menduga melalui kebijakan tersebut demi memuluskan agenda politik tersembunyi.

“Elit politik di Jakarta memiliki motif untuk bisa membalas dendam dan ingin melemahkan KPK. Anda bisa lihat dari partai-partai yang paling banyak dijerat KPK,” papar Dadang.

Kendati begitu, Dadang mengatakan TII akan hadir seandainya diundang pemerintah untuk berdiskusi. Namun, bukan berarti sikap mereka akan berubah untuk jadi mendukung kebijakan revisi UU KPK.

“Bisa jadi itu harapan pemerintah. Tetapi posisi kami tetap sama. Sebab, dengan merevisi UU KPK seperti membuka kotak pandora, kita tidak tahu akan ke mana arah revisinya,” kata Dadang.

Sikap serupa juga ditunjukkan organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW). Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Laola Ester mempersilahkan jika pemerintah ingin melakukan hearing.

“Tetapi, kami tetap akan pada posisi untuk menentang revisi UU KPK terlepas apakah ada hearing atau tidak,” ujar Laola yang dihubungi Rappler.

Namun, hingga saat ini belum ada perwakilan pemerintah yang mengontak ICW untuk bertemu.

Tidak mendesak

Baik ICW mau pun TII menilai kebijakan pemerintah yang mengambang malah akan membingungkan publik. Jika pemerintah tidak jelas dalam mengambil sikap, justru akan menjadi bom waktu.

“Karena dengan menunda pembahasan revisi UU KPK, maka bisa saja hal itu akan dibahas lagi di lain waktu,” kata Laola.

Lagipula, dia menambahkan, revisi UU KPK tidak mendesak untuk dilakukan. Dadang pun mengaku bingung mengapa pemerintah malah mengurus sesuatu yang akan membuat KPK jadi lemah.

“Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi Konvensi PBB Melawan Tindak Korupsi. Tujuannya supaya UU yang dimiliki Indonesia lebih modern dalam memberantas korupsi. Seharusnya, Indonesia melengkapi elemen yang dimandatkan dalam konvensi itu, salah satunya memiliki UU perampasan aset koruptor yang ada di luar negeri,” papar Dadang.

Dia mengatakan seandainya pemerintah akan bersikukuh untuk merevisi UU KPK, maka masyarakat sipil tidak akan tinggal diam. TII, ujar Dadang, siap melakukan langkah hukum untuk membatalkan revisi UU itu hingga ke tingkat Mahkamah Konstitusi. – Rappler.com

BACA JUGA: 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!