SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
YOGYAKARTA, Indonesia—Komandan DPP Front Jihad Islam (FJI) Abdurahman menegaskan pihaknya tetap menolak keberadaan Pondok Pesantren waria Al-Fatah di Yogyakarta. Penolakan tersebut disampaikannya secara terbuka dalam mediasi pada Rabu, 24 Februari malam.
“Kami semalam sudah sampaikan, ada dua poin, pertama kami menolak adanya fiqih waria, kedua, kami menudukung warga menolak keberadaan pesantren waria dan meminta pesantren waria ditutup,” kata Abdurahman saat ditemui Rappler di markas FJI di Pandokan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Kamis, 25 Februari.
Usai membacakan sikap, massa FJI langsung pulang. Mereka tidak mengikuti dialog dan belum tahu apa kesepakatan dari mediasi. “Kami belum tahu apa hasil mediasinya karena kami langsung pulang,” ujar Abdurahman.
Kedatangan massa FJI ke pesantren waria Al-Fatah memaksa para pengelolah menutup sementara pesantren itu pada Rabu malam.
Alasan tetap menolak pesantren waria
Alasan utama penolakan yang disampaikan FJI yakni waria ini sudah menyalahi syariat Islam. Menurutnya, hanya ada dua jenis kelamin yang diciptakan Allah, yakni laki-laki dan perempuan. “Tidak ada setengah-setengah,” kata Abdurahman.
Selain itu dalam prakteknya, keberadaan waria ini juga menimbulkan kerancuan dalam melaksanakan ibadah. Misalnya dalam sholat berjamaah, waria mengenakan mukenah dan berada di saf belakang bersama perempuan, hal itu dinilainya sudah menyalahi syariat dan membuat jamaah sholatnya tidak diterima.
“Yang rugi jamaah lainnya. Kalau Bu Shinta mengaku tidak nyaman kalau sholat di masjid karena warga tidak bisa menerima. Jelas tidak bisa menerima, kalau berada di saf belakang padahal jenis kelamin laki-laki. Jamaah lainnya yang dirugikan,” tambah Abu Hamdan, Komandan FJI Wilayah Yogyakarta.
Pesantren waria dianggap bukan solusi
Abdurahman menjelaskan jika pesantren waria saat ini bukanlah solusi yang tepat. Seharusnya pesantren waria harus membuat para waria bertobat sebelum melakukan kajian mendalami agama Islam.
“Dia harus tobat dulu, baru kemudian ikut kajian, sholat. Bagaimana amalannya bisa diterima kalau dia tidak tobat dulu. Kalau mau tetap ada pesantrennya, ya tobat dulu, laki-laki jadi laki-laki, jangan setengah-setengah. Kalau begitu kami baru bisa menerima,” terang Abdurahman.
Juru bicara FJI, Wawan menambahkan jika kesalahan pesantren waria ini bisa saja karena salah asuhan. Seharusnya pondok pesantren tersebut diasuh oleh orang yang tepat.
“Kami sepakat dengan pesantren waria, tapi tobat dulu. Saya tidak tahu siapa yang mengasuh ini. Tapi saya bilang ini salah asuhan,” tegas Wawan.
FJI sendiri tidak mempermasalahkan jika gerak-gerik laki-laki lembut seperti perempuan. Namun dalam beribadah, harus dilakukan sesuai jenis kelamin.
“Kalau laki-laki ya pakai sarung atau celana panjang, berada di depan. Perkara dia melambai atau lembut seperti perempuan tidak masalah. Tapi jangan membohongi diri kalau dia adalah laki-laki,” kata Abu Hamdan.
Pihaknya pun menegaskan jika pesantren waria masih tetap dibuka, maka FJI akan memantau segala kegiatan di pesantren waria. Mulai pemateri kajian hingga penggunaan ayat-ayat dalam kajian.
“Kami akan datangi dan akan pantau setiap kegiatannya,” ujar Abu Hamdan.
FJI sendiri merupakan ormas yang berdiri sejak tahun 2006 di Yogyakarta yang fokus pada dakwah dan siar amar makruf nahi mungkar. Selain kajian rutin, mereka juga melakukan kegiatan sosial seperti menyediakan ambulan gratis, pembagian air bersih, dan kegiatan sosial lainnya. —Rappler.com
BACA JUGA
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.