SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
Yogyakarta, Indonesia—Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI dari Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu Hemas prihatin dengan sejumlah peristiwa intoleransi yang terjadi di Yogyakarta.
Hal tersebut diungkapkan saat menghadiri rapat dengar pendapat “Gerakan Intoleransi dan upaya mengatasinya” di gedung Pracimasono, Komplek Kepatihan Kantor Gubernur Yogyakarta, Sabtu 27 Februari.
“Isu intoleransi di Yogyakarta sangat memprihatinkan,” kata Hemas.
Seharusnya, lanjut Hemas, hal tersebut bisa segera diatasi. Apalagi jika melihat Yogyakarta memiliki potensi dan kekuatan yang baik untuk meredam gerakan intoleransi.
“Yogyakarta tidak hanya punya aparat pemerintahan yang baik tapi juga punya kekuatan dan ketahanan budaya yang bisa meredam gerakan intoleransi,” ujarnya.
Dia pun menyatakan pemerintah dan aparat penegak hukum harus bisa menjamin hak-hak warganya bisa dipenuhi.
“Menjamin hak-hak warga negara terpenuhi itu tugas negara. Kalau ada gerakan intoleransi, ini harus dicari solusinya. Jangan sampai hak-hak warga menjadi hilang,” pungkas Hemas.
Sejumlah insiden terjadi di Yogyakarta sepekan terakhir. Terakhir adalah kegiatan di pondok pesantren khusus waria Al-Fatah dihentikan sementara, pada Rabu malam, 24 Februari, setelah mendapat tekanan dari kelompok intoleran. (Baca: Pesantren waria di Yogyakarta ditutup sementara)
Penutupan terjadi setelah pertemuan antara pengelola ponpes dengan Front Jihad Islam Yogyakarta pada Rabu malam sekitar pukul 20:00 WIB.
Anggi Rosangge, salah satu waria yang turut hadir dalam pertemuan selama dua jam di aula kantor lurah Jagalan, Yogyakarta, tersebut, mengatakan pertemuan tersebut disaksikan oleh ketua RT, lurah, hingga Komandan Rayon Militer setempat.
Pertemuan menyepakati bahwa Ponpes harus ditutup sesuai permintaan kelompok intoleran tersebut.
Tapi pihak waria mengganggap keputusan tersebut sepihak, karena santri Ponpes tak mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. —Rappler.com
BACA JUGA:
- Dianggap mengancam, Kemdagri akan bahas isu LGBT dan Gafatar
- Forum LGBTIQ somasi Republika terkait artikel ‘LGBT Ancaman Serius’
- Gay Indonesia soal fatwa mati: MUI ketinggalan zaman
- Bisakah menjadi gay sekaligus beragama?
- Menjadi gay di ibukota
- Religius tapi toleran LGBT, bisakah?
- LGBT di Indonesia bukan warga kelas dua
- LGBT atau radikalisme, mana ancaman yang lebih serius?
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.