Korban penganiayaan Ivan Haz: Minta maaf boleh, tapi bukan berarti damai

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Korban penganiayaan Ivan Haz: Minta maaf boleh, tapi bukan berarti damai
T tetap ingin Ivan Haz diproses hingga ke meja pengadilan.

JAKARTA, Indonesia – Dua kuasa hukum Ivan Haz pada Jumat, 4 Maret, mendatangi kantor LBH APIK di Kramat Jati, Jakarta Timur. Mewakili anggota DPR Komisi IV tersebut, kedua kuasa hukum menyatakan permintaan maaf terhadap korban penganiayaan, T.

“Kami menyampaikan permintaan maaf langsung dari keluarga besar Pak Hamzah Haz. Keluarga memiliki itikad baik. Permintaan maaf itu juga sudah diterima dengan baik oleh korban,” ujar Meta, salah satu kuasa hukum Ivan Haz. 

Kuasa hukum Ivan lainnya, Indrawan, berbarap dengan adanya permintaan maaf itu, proses perdamaian bisa dilanjutkan. Namun, mereka mengatakan belum mengajukan proses penangguhan penahanan terhadap putra mantan Wakil Presiden Hamzah Haz itu.

 
//

Dua kuasa hukum Ivan Haz: Meta & Indrawan mendatangi LBH APIK di Kramat Jati. Menurut mereka korban (T) sudah menerima permintaan maaf Ivan Haz. Tapi, belum diketahui apakah berpengaruh terhadap proses hukum.

Posted by Santi Dewi on Friday, March 4, 2016

“Namanya manusia, bisa saja berbuat khilaf. Yang penting permintaan maaf sudah diterima,” kata Indrawan.

Lalu, apakah ini berarti kasus penganiayaan yang dialami T berakhir dengan damai?

Hal itu ditolak dengan tegas oleh Direktur LBH APIK, Ratna Batara Munti.

“Wajar jika orang yang merasa bersalah lalu meminta maaf. Tetapi itu kan di luar jalur hukum. Sementara, proses hukum tetap harus ditegakan,” ujar Ratna ketika memberikan keterangan pers.

Dia mengaku telah menyampaikan kepada pihak keluarga dan kuasa hukum bahwa apa yang dilakukan Ivan tergolong tindak penganiayaan umum, bukan delik aduan.

“Jadi, tidak bisa didamaikan begitu saja,” tegas Ratna.

Sebagai bentuk perdamaian, pihak Ivan Haz menawarkan sejumlah uang dengan nominal tertentu dan biaya pengganti untuk perawatan. Namun, kata Ratna, tawaran tersebut disampaikan dengan cara yang arogan.

“Korban sudah menolak tawaran damai dan tetap ingin melanjutkan kasus hukumnya hingga ke meja pengadilan. Lagipula untuk biaya perawatan sudah ditanggung sepenuhnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” tutur Ratna.

Keadilan harus ditegakkan

Dalam kesempatan itu, Ratna turut mengapreasiasi kinerja Polda Metro Jaya karena langsung menahan Ivan usai dilakukan pemeriksaan. Dia pun berharap agar polisi tidak mengabulkan penangguhan penahanan Ivan demi kepentingan korban dan penegakkan keadilan.

“Melalui kasus ini, polisi bisa membuktikan bahwa mereka tidak membeda-bedakan siapa pun orangnya di muka hukum. Apalagi terhadap kelompok yang lemah,” kata dia.

Ratna menjelaskan, korban T merasa bersyukur ketika tahu mantan majikannya ditahan polisi selama 20 hari.

Dia berharap, pihak Ivan Haz tidak melakukan manuver-manuver politik atau upaya-upaya untuk menciderai proses hukum yang sedang berjalan, termasuk tidak menekan atau mengancam LBH APIK.

“Kami juga berharap Mahkamah Kehormatan Dewan bisa menyelenggarakan sidang panel yang adil sehingga bisa memberikan keadilan bagi korban dan pelajaran bagi masyarakat luas,” ujar dia.

Kronologi kejadian

Ivan Haz ditahan petugas Polda Metro Jaya pada 1 Maret karena diduga melakukan tindak penganiayaan terhadap seorang asisten rumah tangga berinisial T. Dia ditemukan oleh salah satu staf LBH APIK di dalam kereta pada 30 September 2015.

“Korban dalam keadaan histeris dan babak belur di kereta,” kata salah satu staf LBH APIK, Siti Zuma.

Selama berada di dalam kereta, T berteriak: “mau ketemu Mama, enggak mau balik lagi ke situ”. Korban kemudian bercerita baru saja kabur dari kediaman Ivan di lantai 14 Apartemen Ascott, Kuningan. Kepala T terlihat berdarah, sedangkan telinga sebelah kiri bengkak dengan darah yang telah mengering.

T bercerita luka itu diperoleh karena dianiaya oleh Ivan. Dia mulai menerima tindak kekerasan pasca bulan Juli 2015.

Salah satu foto yang ditunjukkan oleh LBH APIK dan menggambarkan luka bengkak di telinga sebelah kiri korban (T). Korban kini diberikan perlindungan di LPSK. Foto oleh Santi Dewi/Rappler

“Korban dipukul dengan menggunakan kabel, diinjak-injak (dalam kondisi kaki bersepatu), ditendang lengannya. Dia juga kerap dipukul di bagian kepala dengan menggunakan mainan anaknya hingga berdarah. Telinga korban juga sering dipukul pelaku hanya karena dia mengelap mainan anaknya dengan menggunakan tisu basah,” papar Zuma.

Ivan juga beberapa kali menendang tulang belakang T karena dianggap tidak bisa mendiamkan anaknya yang menangis. Istri Ivan bukannya melindungi, tetapi justru menjadi penghasut dengan mengatakan anak mereka menangis karena tidak benar diasuh oleh T.

Ivan bahkan pernah mengancam T dengan mengatakan akan membunuh keluarganya jika dia berani kabur dari apartemen. Puncaknya, pada tanggal 30 September 2015 T kabur dengan melompat pagar apartemen.

Selain melakukan tindak kekerasan, Ivan juga masih berhutang gaji T. Gaji T senilai Rp2,2 juta per bulan, baru dilunasi pada bulan Juni lalu. Gaji di bulan Juli, Ivan masih berhutang Rp 200.000. Sedangkan gaji di bulan Agustus dan September belum dibayar.

LBH APIK telah melaporkan kasus tersebut sejak tanggal 30 September ke Polda Metro Jaya. T juga telah divisum dan masih menjalani rawat jalan di RS Polri.

Setelah ditelusuri, Ivan juga melakukan tindak penganiayaan terhadap dua asisten rumah tanggal lainnya yakni RSN dan PND.

“RSN kabur di hari yang sama T meninggalkan apartemen. Hanya dia kabur pada siang hari. Sedangkan, PND dijemput oleh penyalurnya,” tutur Zuma.

Bagaimana kelanjutan kasus ini akan berjalan? -Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!