Kebakaran hutan terjadi lagi di Riau, pemerintah rencanakan opsi larang bakar lahan

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kebakaran hutan terjadi lagi di Riau, pemerintah rencanakan opsi larang bakar lahan

ANTARA FOTO

Dari operasi terkait kebakaran hutan di Riau pada 2016, saat ini ada 25 kasus yang sedang disidik apakah ada indikasi pembakaran, 36 orang sedang diperiksa.

 

JAKARTA, Indonesia – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan para pemegang konsesi hutan tengah membangun embung-embung air secara bertahap untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan pada 2016. 

“Perusahaan membangun diawasi oleh pihak kepolisian daerah, dibantu oleh pihak Kementerian LHK dan pemerintah daerah.  Ini operasi gabungan,” kata Siti kepada Rappler, Jumat pagi, 11 Maret.  

Tahun lalu saat meninjau pemadaman kebakaran hutan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menugasi Kementerian LHK untuk memastikan pemilik areal konsesi hutan membangun embung-embung air untuk mencegah kebakaran hutan di musim kering 2016. 

Kebakaran hutan kini terjadi lagi di Riau. Penyebabnya adalah penyimpangan cuaca di kawasan itu, yang sudah diperkirakan sebelumnya. Siti mengakui bahwa titik api sulit dihindari sepenuhnya, tetapi jumlahnya sudah menurun dibandingkan pada 2015.  

Data dari Satelit NOAA18 menunjukkan ada 56 titik panas api selama periode 1 – 10 Maret 2016. Pada 2015 dalam periode yang sama, ada 369 titik panas api.  

Menurut Siti, berdasarkan pantauan Satelit Terra/Aqua yang memiliki validasi kepercayaan 80 persen, terdapat titik api di Riau sebanyak 153 pada periode 1 – 10 Maret 2016, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu tercatat 259 titik panas api.

Titik api lebih banyak tahun ini terjadi di wilayah Kalimantan Timur. Tercatat 213 titik panas terjadi pada periode 1 – 10 Maret 2016, sementara periode yang sama tahun 2015 hanya 5 titik panas api.  

Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan memang diprediksi oleh Badan Meteorologi dan Klimatologi menjadi daerah yang sangat kering akibat penyimpangan cuaca. 

Menurut Siti, selain kelalaian petugas dan manusia, penyebab kebakaran lahan dan hutan adalah karena masih ada masyarakat yang membakar lahan.

Peluang bagi masyarakat sekitar hutan untuk membakar lahan seluas dua hektar untuk ditanamai varietas lokal ini diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal yang ambigu ini disebut sebagai kearifan lokal

Pada Pasal 69 diatur larangan, yang artinya tindak pidana. Ayat 1 huruf h, dicantumkan, “Larangan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.” 

Ayat 2 dalam pasal itu menyebutkan bahwa, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing”. 

Penjelasan ayat 2 ini adalah soal kearifan lokal, yang membolehkan membakar lahan dengan dilindungi sekat bakar. Tapi faktanya sekat bakar tidak efektif mencegah menjalarnya kebakaran.

“Saya memikirkan untuk mengeluarkan aturan untuk tidak boleh bakar lahan untuk membuka lahan, meskipun memang UU-nya memungkinkan,” kata Siti.

Meskipun tahun ini langkah-langkah penanganan di lapangan dianggap lebih baik, termasuk respon cepat dengan menggunakan helikopter, Siti mengakui perlunya ada sistem kendali wilayah yang lebih kuat.  

“Dalam rapat-rapat dengan Menko Perekonomian dan Menko Polhukam, saya sampaikan agar melalui sistem pengendalian wilayah ini ada reward dan punishment bagi kepala desa sebagai akibat terjadinya kebakaran lahan dan hutan di wilayahnya,” kata Siti.

Menurutnya, dari operasi di Riau pada 2016, saat ini ada 25 kasus kebakaran yang sedang disidik apakah ada indikasi pembakaran, 36 orang sedang diperiksa.

Data Bank Dunia menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan lahan pada 2015 menimbulkan kerugian sebesar Rp 221 triliun atau setara 1,9 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. 

Kebakaran hutan juga berkontribusi terhadap pelambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Pemerintah juga dianggap “kalah” ketika gugatan terhadap perusahaan Bumi Mekar Hijau, anak perusahaan Sinar Mas Group, terkait kasus kebakaran hutan ditolak oleh Pengadilan Negeri Palembang. 

Padahal, gugatan ini diharapkan menimbulkan effek jera karena perusahaan digugat senilai Rp 7,8 triliun. Pihak Kementerian LHK mengadukan banding.

Direktur pengelola Sinar Mas Group Gandi Sulistiyanto mengatakan pihaknya sudah mengerahkan segala upaya untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan di wilayah konsesinya.  

“Tapi berat, karena UU belum dicabut dan ada oknum yang sengaja membuang bom molotov. Ini sudah terkait persaingan global. Kami sudah laporkan juga ke Panglima TNI,” kata Sulistiyanto kepada Rappler, Jumat. —Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!