Tiga pertanyaan yang belum terjawab mengenai Supersemar

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tiga pertanyaan yang belum terjawab mengenai Supersemar

AFP

Dokumen Supersemar yang hingga saat ini belum ditemukan diduga sengaja dihilangkan.

JAKARTA, Indonesia – Jumat, 11 Maret 2016 menjadi momentum 51 tahun peringatan penyerahan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto. Peristiwa yang berlangsung separuh abad lalu itu masih menjadi tanda tanya karena diduga Soeharto menggunakan surat tersebut tidak sesuai peruntukkannya.

Surat Perintah 11 Maret itu juga membuat kekuasaan Soekarno sebagai orang nomor satu di Indonesia redup.

Berikut tiga pertanyaan yang masih menggantung mengenai Supersemar dan belum ditemukan jawabannya:

1. Supersemar hilang?
Dokumen Surat Perintah 11 Maret yang selama ini beredar dan dipelajari dalam buku sejarah diduga bukan dokumen asli. Sejarawan Baskara Tulus Wardaya dari Universitas Gadjah Mada turut meragukan keaslian dokumen itu.

Menurut dia, isi dari Supersemar bukan untuk mengalihkan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto seperti yang selama ini ada di dalam kurikulum sejarah. Melainkan hanya kewenangan untuk memulihkan ketertiban dan keamanan umum. Perintah lainnya di dalam surat tersebut yakni untuk melindungi Presiden, semua anggota keluarga, hasil karya dan ajarannya.

“Oleh sebab itu, Soekarno sampai harus menyampaikan pidato ke depan publik untuk menjelaskan bahwa isi surat tersebut bukan untuk mengalihkan kekuasaan,” ujar Baskara yang dihubungi melalui telepon pada Jumat, 11 Maret.

Lalu, di mana Supersemar yang asli berada? Baskara menyebut dokumen tersebut tidak hilang, melainkan sengaja dihilangkan. Dia menyebut jika dokumen tersebut hilang secara tidak sengaja, maka masih ada kemungkinan untuk ditemukan.

Tetapi, hingga saat ini dokumen tersebut tidak diketahui keberadaannya. Sehingga, dia menduga ada kesengajaan untuk membuat dokumen itu sulit ditemukan.

“Supersemar itu dokumen negara dan bukan surat pribadi. Ko bisa hilang? Lagipula ada beberapa Jenderal yang menyaksikan penyerahan surat tersebut dari Soekarno ke Soeharto. Jadi, tidak mungkin hilang,” kata Baskara.

Pertanyaan selanjutnya, Baskara melanjutkan, jika dokumen sepenting itu hilang, lalu mengapa bisa bermunculan beberapa dokumen lain yang diklaim juga Supersemar.

2. Mana yang asli?
Munculnya beberapa dokumen yang diklaim sebagai Supersemar membuat publik bingung. Mana sesungguhnya dokumen Supersemar yang asli?

Baskara menyebut di beberapa buku, ada beberapa salinan Supersemar yang ditanda tangani oleh Bung Karno. Publik bisa melihatnya di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), buku berjudul “30 tahun Indonesia Merdeka” dan harian Kompas yang terbit tahun 1966.

“Menariknya, dalam versi salinan Supersemar yang beredar, ada dua versi. Pertama Supersemar setebal satu halaman dan sisanya dua halaman. Keduanya sama-sama ditanda tangani oleh Bung Karno dan isinya pun mirip,” tutur Baskara.

Lalu, yang mana yang asli? Baskara menjelaskan, sudah sulit dibedakan. Harian Kompas edisi 26 Juni 2015 pernah menulis mereka sengaja memuat Supersemar pada 14 Maret 1966.

Di sana, Kompas pun mengakui jika isi Supersemar bukan berisi surat penyerahan kekuasaan. Melainkan hanya surat perintah kepada Men/Pangada Letjen Soeharto untuk mengembalikan keamanan, ketenangan, dan kestabilan jalannya pemerintahan, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presden Soekarno.

Saat itu, sempat muncul rumor, Soekarno menandatangani surat tersebut di bawah todongan senjata seorang jenderal angkatan darat. Namun, desas-desus itu dibantah oleh Panglima Kodam Siliwangi Ibrahim Adjie.

“Seandainya salinan SP 11 Maret 1966 yang dimuat di harian Kompas itu tidak asli, pasti Presiden Soekarno sudah mempersoalkan. Sama seperti yang dilakukan Presiden Soekarno ketika mengutus Wakil Perdana Menteri II J. Leimena yang menganggap Soeharto bertindak melampaui batas wewenangnya sebagai pemegang SP 11 Maret 1966,” tulis harian Kompas tahun lalu.

3. Bagaimana meluruskan fakta sejarah?
Menurut Baskara, publik perlu mengetahui fakta yang sesungguhnya mengenai di balik peristiwa Supersemar. Dia menyarankan hal tersebut bisa dilakukan dengan tiga cara. Pertama, mengadakan forum-forum yang melibatkan masyarakat khususnya generasi muda untuk berbicara mengenai peristiwa sejarah seperti Supersemar, tetapi dari perspektif yang berbeda.

Kedua, menulis buku-buku yang berbeda dari karya-karya yang dihasilkan selama orde Baru. Buku-buku tersebut juga harus masuk ke dalam kurikulum, agar pelajar juga mengetahui fakta yang sesungguhnya mengenai sejarah.

Cara untuk menelusuri fakta sejarah, ujar pengajar sejarah di Universitas Sanata Darma, itu bisa dilakukan dengan melihat kembali arsip-arsip Indonesia yang tersebar di luar negeri. Dia bahkan hingga terbang ke Amerika Serikat untuk menelusuri arsip tersebut.

“Salah satu dokumen yang bisa dijadikan bukti sejarah adalah laporan kawat diplomatik dari Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta ke Washington saat tahun 1966. Dokumen tersebut dulu merupakan rahasia, namun kini sudah bisa diakses publik,” kata Baskara.

Cara lainnya yakni dengan melihat surat kabar yang terbit pada tahun 1966. Publik bisa melihat bagaimana cara mereka menuliskan peristiwa itu.

Ketiga, dengan meletakan sejarah Indonesia pasca tahun 1945 dalam konteks internasional. Artinya, peristiwa sejarah yang terjadi di Indonesia seperti Supersemar tidak lepas dari konteks perang dingin yang saat itu masih berlangsung.

“Saat itu ada pertentangan antara kubu sosialis dengan kapitalis. Pihak asing tidak menyukai keberadaan Soekarno, karena begitu dominan memimpin Indonesia. Sehingga, mereka berpikir harus menggantinya dengan sosok lain yang bisa dikendalikan,” tutur Baskara. -Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!