Kemenhub minta Kemkominfo blokir aplikasi transportasi online

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kemenhub minta Kemkominfo blokir aplikasi transportasi online
Kementerian Perhubungan menilai perusahaan GRAB dan Uber telah melanggar aturan dan angkutan ilegal.

JAKARTA, Indonesia – (UPDATED) Kementerian Perhubungan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir aplikasi transportasi berbasis internet, khususnya GRABTAXI dan Uber. Menurut Kemenhub, baik GRABTAXI maupun Uber telah melanggar delapan ketentuan beroperasi di Jakarta.

Menurut dokumen yang diperoleh Rappler pada Senin, 14 Maret, GRABTAXI dan Uber dianggap melanggar tiga aturan yaitu UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU Nomor 25 tahun 2007 mengenai penanaman modal yang menyatakan penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia serta Surat Keputusan Kepala BKPM Nomor 22 tahun 2001 yang menyebut UBER sebagai kantor perwakilan Indonesia tidak diperkenankan melakukan kegiatan komersial.

Dokumen permohonan dari Kemenhub kepada Kemkominfo agar transportasi berbasis aplikasi online segera diblokir. Foto istimewa

Dokumen permohonan dari Kemenhub kepada Kemkominfo agar transportasi berbasis aplikasi online segera diblokir. Foto istimewa

Dokumen permohonan dari Kemenhub kepada Kemkominfo agar transportasi berbasis aplikasi online segera diblokir. Foto oleh istimewa

Dalam dokumen tersebut, Kemenhub menyebut keberadaan kedua perusahaan itu telah menimbulkan keresahan dan konflik di kalangan pengusaha angkutan resmi dan pengemudi taksi resmi serta meyuburkan praktek angkutan liar (ilegal). Hal lain, keberadaan dua perusahaan itu turut membuat angkutan umum semakin tidak diminati.

Dengan mempertimbangkan semua aturan itu, maka dalam surat tersebut Kemenhub mendorong dua hal:

1. Kemkominfo segera memblokir situs aplikasi milik GRABTAXI dan UBER serta melarang seluruh aplikasi sejenis.

2. Tidak bekerjasama dengan perusahaan angkutan umum lain yang tidak mempunyai izin resmi

Lalu, apa komentar Kemenhub mengenai surat tersebut? Kepala Pusat Komunikasi Kemenhub, JA Barata membenarkan surat yang beredar di dunia maya tersebut.

“Surat itu memang sudah ada dan baru dikirim ke Kemkominfo pagi tadi. Yang melaksanakan pemblokiran nanti juga Kemkominfo,” ujar JA Barata ketika dihubungi Rappler melalui telepon pada Senin, 14 Maret.

Lalu, apa bedanya kebijakan Kemenhub saat ini dengan yang dikeluarkan Menhub Ignasius Jonan pada 17 Desember 2015?

“Kalau kebijakan saat ini hanya tertuju kepada Taksi Uber dan Grab Car karena perusahaan angkutan ini dianggap melakukan pelanggaran terhadap UU yang berlaku, karena di dalam UU itu diatur syarat untuk mendirikan perusahaan taksi,” kata Barata.

Sementara, yang dituntut oleh Kemenhub dalam kebijakan 17 Desember tahun lalu, menyasar angkutan aplikasi online gojek dan grab bike. Barata menegaskan tidak ada aturan khusus mengenai angkutan transportasi umum sepeda motor.

Pada 17 Desember 2015, Kementerian Perhubungan juga melarang Gojek dan Grabike beroperasi tetapi larangan itu dicabut sehari sesudah diumumkan. Pencabutan kebijakan dilakukan usai Presiden Joko Widodo memanggil Menteri Perhubungan Ignasius Jonan ke Istana Negara. 

Kemenhub, kata Barata, menyerahkan sepenuhnya keputusan akhir pemblokiran aplikasi online kepada Kemkominfo.

Regulasi tak dipegang Kemkominfo

Sementara, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengatakan tak akan menutup transportasi berbasis online. Rudiantara bahkan berpikir, jika memang aplikasi tersebut dinikmati oleh masyarakat maka sepatutnya dicarikan solusi alternatif.

“Dari sisi Kemkominfo, kami tidak relevan mengatur mengenai regulasi. Hal itu seharusnya ditangani oleh Kemenhub, dishub daerah dan pemda,” ujar Rudi ketika ditemui di kompleks DPR Senayan pada Senin, 14 Maret.

Justru dia mengatakan tidak semua aplikasi harus mengajukan perizinan. Kecuali jika startup di bidang e-commerce itu memberikan pelayanan kepada publik, mereka membutuhkan akreditasi, tapi itu semua diserahkan ke industri.

Kemkominfo justru ingin menerapkan light touch regulation, sehingga jika membutuhkan izin, hanya keluar dari satu pintu.

“Kalau izin cukup dari dirjen ya maka dari dirjen saja. Nanti, dirjennya melapor ke saya,” kata Rudi.

Dia bahkan mengkritik jika segala sesuatu membutuhkan perizinan dan diurus oleh pemerintah, maka sektor tersebut tidak akan kompetitif.

“Itu kan idenya anak muda. Untuk apa start up minta izin? Ketika memulai kan belum tentu jadi bisnis, jadi tinggal lapor saja ke Kemkominfo,” tuturnya. 

Kendati begitu, Rudi menyebut akan terus berkoordinasi dengan Ignasius terkait dengan kebijakan ini.

Beri waktu 15 hari

Sementara itu, Ketua Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD), Cecep Handoko yang ditemui di kantor Sekretaris Negara mengatakan mereka dan pemerintah sudah mencapai kesepakatan. PPAD memberikan waktu 15 hari kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan agar GRABTAXI dan Uber mematuhi aturan yang ada.

“Iya, permasalahannya ini kan di regulasi. Kami merupakan pengendara mobil pelat kuning itu dibebani berbagai macam aturan hingga ke penetapan ongkos. Maka, jika mau setara, mari dibuat Peraturan Presiden atau Instruksi Presiden yang tidak perlu legislasi hingga nanti ada revisi terhadap UU Lalu Lintas tahun 2009,” kata Cecep.

PPAD menegaskan mereka akan terus mendesak Kemkominfo untuk segera mengambil tindakan tegas agar segera menerapkan rekomendasi dari Kemenhub.

“Maaf, bukan bermaksud sombong, tetapi kami beri waktu 15 hari. Kalau enggak ada tindak lanjut, maka kami akan demo lagi. Sebab, ini sudah menjadi kegelisahan kawan-kawan pengemudi,” tutur Cecep. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!