DPR minta tunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Masih banyak masyarakat yang kesulitan mendapat pelayanan kesehatan.

Sosialisasi iuran kenaikan iuran BPJS. Foto oleh Antara

JAKARTA, Indonesia – Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menunda kenaikan iuran jaminan sosial kesehatan pada 1 April.

“Hampir semua anggota Komisi IX protes kenaikan, termasuk fraksi pemerintah juga,” kata Ketua Komisi IX Dede Yusuf melalui akun Twitternya setelah memimpin rapat kerja dengan Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan pada Rabu, 16 Maret.

Pemerintah menaikkan iuran bulanan jaminan sosial kesehatan dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 tahun 2016. Dan berdasarkan peraturan tersebut, iuran PBPU dan peserta BP untuk kelas I naik menjadi Rp 80 ribu dari Rp 59.500 per orang, kelas II menjadi Rp 51.000 dari Rp 42.500 per orang, dan kelas III menjadi Rp 30.000 dari Rp 25.500 per orang. Kenaikan iuran tersebut sudah disosialisasikan sejak bulan Maret. 

Menurut BPJS, kenaikan ini harus dilakukan karena adanya ketidaksesuaian antara iuran yang dibayarkan peserta dengan pengeluaran lembaga. Akibatnya, pada tahun 2014 lalu, mereka menanggung kerugian hingga trilyunan rupiah. Penyesuaian tarif dianggap perlu untuk mencegah kerugian in berlanjut atau membengkak. 

Menurut Dede, banyak anggota komisi yang mengkritik pelaksanaan BPJS. Sebagian besar anggota Dewan menyatakan masih banyak kendala yang harus diatasi sebelum menaikkan iuran.

Anggota Komisi IX Ketut Sustiawan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengatakan seharusnya ada audit terlebih dulu sebelum BPJS dan Kemenkes memutuskan untuk menaikkan iuran.

“Ini sangat mendadak dan tak ada komunikasi terlebih dulu dengan DPR,” kata dia.

Pendapat serupa disampaikan anggota lainnya. Mereka mengatakan di daerah asal mereka masing-masing, masih banyak masyarakat yang kesulitan mendapat pelayanan kesehatan lantaran belum memiliki kartu BPJS. Belum lagi, fasilitas kesehatan yang ada di daerah-daerah pun masih belum memadai.

Raker pun ditutup menjelang tengah malam dengan kesimpulan Komisi IX meminta penundaan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Sosial (JKN) bagi Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan peserta Bukan Pekerja (BP). “Sampai dilakukan audit investigasi terhadap penyelenggaraan JKN tahun 2015,” kata Dede. 

 

Ajukan hak konstitusional

 

Dede juga mengakui DPR tak bisa mengubah atau mencabut Perpres yang telah ditetapkan. Namun, ia sudah mengirimkan surat ke pimpinan DPR yang diharapkannya dapat diteruskan ke Presiden Joko Widodo. Isinya, tentu untuk menangguhkan kenaikan iuran.

 

“Kalau tetap dilanjutkan dan ternyata memberatkan masyarakat, kami akan gunakan hak konstitusional,” kata dia kepada Rappler pada Kamis, 17 Maret. Hak tersebut melingkupi angket, interpelasi, hingga menyatakan pendapat.

 

Dede berkeras kenaikan iuran ditunda hingga audit JKN 2015 selesai. Senada dengan anggota dewan lainnya, ia berharap BPJS dan Kementerian Kesehatan memperbaiki fasilitas-fasilitas dan pelayanan yang ada, sebelum meminta uang lebih banyak dari masyarakat.

 

Tetap ubah iuran

 

Keberatan DPR tak mengubah putusan pemerintah untuk menaikkan iuran. Kepala Hubungan Masyarakat BPJS Irfan Humaidi mengatakan penyesuaian tarif sejauh ini akan tetap dilakukan April mendatang.

 

“Kami kan hanya badan penyelenggara, kalau perubahan proses itu urusan regulator yang berwenang,” kata dia saat dihubungi Rappler. Angka tarif baru ini, lanjutnya, sudah berdasarkan perhitungan yang melibatkan ahli ekonomi.

 

Sejak 2015 lalu, tarif seimbang BPJS untuk kelas II – atau yang paling rendah – sewajarnya adalah Rp 36 ribu. Namun, masih dianggap terlalu tinggi, hingga pemerintah menyatakan akan memberikan subsidi. Akhirnya, disepakatilah angka Rp 19.500. Namun, selisih biaya yang terlalu besar itu membuat BPJS defisit. Tercatat pada 2014, angkanya mencapai Rp 3,3 trilyun; dan pada 2015 membengkak hingga Rp 6 trilyun.

 

Karena itu, menurut Irfan, setelah berdiskusi dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Kementerian Kesehatan, disepakati penyesuaian tarif baru. Dengan cara ini, selain mengurangi defisit, juga sekaligus memperbaiki kinerja dan fasilitas JKN.

 

“Bagaimana hasilnya, nanti akan dievaluasi setelah April,” kata Irfan. Namun, ia sudah memproyeksikan neraca keuangan BPJS akan tetap defisit. – dengan laporan Antara/Rappler.com

 

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!