Ingin maju sebagai calon independen? Ini syaratnya

Sakinah Ummu Haniy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ingin maju sebagai calon independen? Ini syaratnya

ANTARAFOTO

Selama ini, persentase kemenangan calon independen masih kecil, tetapi ada

JAKARTA, Indonesia— Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang membahas revisi Undang-Undang No. 8, 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.  

Dan salah satu isu yang sedang dibahas adalah persyaratan keikutsertaan partai politik dan calon perorangan, atau biasa dikenal calon independen, dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Beberapa anggota komisi melempar wacana: menaikkan persyaratan dukungan KTP bagi calon perorangan. Walau belum ada kata sepakat di antara pemerintah dan anggota dewan, penolakan sudah bermunculan.  

“Ini (jalur independen) kan ada dalam undang-undang, undang-undang siapa yang bikin? Ya parpol. Berarti, Parpol sejak awal menyetujui,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden di Jakarta, Selasa, 15 Maret.

Persyaratan calon perorangan menurut UU No, 8, 2015

Pasal 42 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada tegas mengatakan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah dapat diajukan secara perseorangan apabila mereka dapat mengumpulkan dukungan berupa kartu identitas penduduk (KTP) sebanyak 6,5 hingga 10 persen dari total jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Pilkada sebelumnya.

Menurut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 29 September 2015, calon perorangan harus kumpulkan KTP 10% di daerah dengan jumlah daftar pemilih tetap sampai 2.000.000 orang, 8,5% di daerah dengan DPT antara 2.000.000 dan 6.000.000 orang, 7,5% di daerah denngan DPT antara 6.000.000-12.000.000 orang, dan 6.5% di daerah dengan DPT di atas 12.000.000 orang.

 

Untuk DKI Jakarta, jumlah DPT Jakarta dalam Pilkada 2012 adalah 6.996.951. Artinya, jika sepasang bakal calon ingin mengajukan diri untuk maju dalam bursa gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada 2017 lewat jalur indepen, pasangan tersebut harus memiliki setidaknya 7,5% atau sekitar 525.000 KTP. 

Hal tersebut yang sedang dilakukan oleh Teman Ahok, sebuah gerakan yang membantu gubernur petahana Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dan Heru Budi Hartono untuk maju sebagai pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang.

Teman Ahok sebelumnya telah berhasil mengumpulkan 784.977 KTP yang mendukung Ahok, namun pengumpulan kartu identitas tersebut harus diulang karena berdasarkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), dukungan yang diberikan harus mencantumkan juga nama calon wakil gubernur yang akan mendampingi Ahok.

Pengumpulan ulang akhirnya dilakukan Teman Ahok sejak Jumat, 11 Maret. Berdasarkan situs temanahok.com dalam waktu tujuh hari, dukungan yang berhasil terkumpul telah mencapai lebih dari 99 ribu KTP.

Apakah bisa menang?

Selain dari jalur independen, partai politik juga berhak mencalonkan kepala daerah dan wakil kepala daerah pilihan mereka.

Setidaknya, partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki 20 persen kursi di DPRD untuk bisa mengajukan calonnya.

Apakah para calon independen yang memiliki sumber daya yang relatif lebih terbatas dan tidak disertai dukungan DPRD dapat memenangkan pertarungan politik yang ketat melawan calon dari partai politik di Pilkada?

Sejak pertama kali disahkan lewat UU No.12 tahun 2008, beberapa calon independen baik di tingkat kota maupun kabupaten telah berhasil mencuri hati masyarakat dan memperoleh suara terbanyak dalam Pilkada, meskipun jumlahnya tidak banyak.

Menurut penelitian Skala Survei Indonesia (SSI), dalam Pilkada serentak 9 Desember 2015 lalu, setidaknya 35 persen wilayah memiliki calon independen. Dari jumlah tersebut, hanya 14,4 persen yang berhasil menang.

Di tingkat provinsi, satu-satunya calon independen yang berhasil menang adalah pasangan Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar dalam Pilkada Nangroe Aceh Darussalam (NAD) tahun 2006. Pasangan tersebut mengalahkan tujuh kandidat lainnya, dengan perolehan suara sebesar 38,30 persen.

NAD menjadi provinsi pertama yang boleh diikuti calon independen meskipun UU tentang pemerintahan daerah belum direvisi.

Sementara di Ibukota, nasib calon independen belum beruntung. Dalam Pilkada DKI Jakarta 2012, dua dari enam pasangan calon gubernur dan wakil gubernur maju dari jalur perseorangan, namun suara yang diperoleh amat kecil.

Pasangan kandidat independen dengan nomor urut dua, Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria hanya mendapatkan 1,98 persen, sementara kandidat nomor urut lima Faisal Basri-Biem Benjamin mendapatkan 4,98 persen.

Sangat jauh jika dibandingkan dengan dua pasangan yang berhasil maju ke Pilkada putaran dua. Pasangan Joko “Jokowi” Widodo-Ahok mendapatkan 42,6 persen suara, sementara Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli mendapatkan 34,05 persen.

Namun yang menarik adalah, pasangan Faisal-Biem mendapatkan jumlah suara sedikit lebih besar daripada pasangan kandidat nomor enam Alex Nurdin-Nono Sampono yang didukung oleh Partai Golkar, PPP, PDS, PP, PKPB, PKDI, Partai RepublikaN, PPIB, Partai Buruh, PPNUI, serta PNI Marhaenisme.

Pasangan Alex-Nono hanya berhasil memperoleh 4,67 persen suara.

Jadi, apakah sebenarnya faktor independen atau tidak menjadi penentu masyarakat dalam menentukan pilihannya dalam Pilkada?—Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!