Asosiasi Psikiater Amerika protes pernyataan LGBT sebagai penyakit jiwa

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Asosiasi Psikiater Amerika protes pernyataan LGBT sebagai penyakit jiwa
Asosiasi Psikiater Amerika memaparkan bukti-bukti penelitian yang mengatakan homoseksualitas dipengaruhi gen bukan lingkungan

 LGBT. Seorang psikiater dari Indonesia mengatakan LGBT adalah penyakit jiwa. Foto oleh Ace Marc Tutor

JAKARTA, Indonesia (UPDATE) —Asosiasi Psikiater Amerika melayangkan surat protes ke Asosiasi Psikiater Indonesia (IPA) berkenaan dengan pernyataan lembaga tersebut yang menggolongkan lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) sebagai gangguan kejiwaan.  

Asosiasi Amerika juga meminta Asosiasi Psikiatri di Indonesia untuk menjelaskan posisi mereka dalam perkara LGBT ini. 

Surat dilayangkan pada 9 Maret lalu dan ditandatangani Presiden Asosiasi Psikiater Amerika (American Psychiatric Association – APA) Renée Binder dan Direktur Medis dan CEO APA Saul M Levin.

“Kami menulis atas nama Asosiasi Psikiatri Amerika untuk merespons pernyataan terkini Asosiasi Psikiatri Indonesia yang menggolongkan homoseksual sebagai gangguan jiwa dan pernyataan bahwa mereka bisa disembuhkan lewat terapi tertentu,” kata mereka dalam surat itu.  

“Tanpa mengurangi rasa hormat, kami meminta anda untuk mempertimbangkan kembali posisi anda karena penelitian terakhir menunjukkan adanya perbedaan antara orientasi seksual dan ekspresi jender yang alami dan tidak pernah terbukti membahayakan kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain mereka harus diterima seperti orang normal, sebagai bagian dari variasi seksualitas manusia.” 

APA menambahkan bahwa penelitian menunjukkan upaya untuk mengubah orientasi seksual seseorang justeru dapat membahayakan yang bisa membuat komunitas LGBT depresi, rentah bunuh diri, stress, hingga mengasingkan diri. 

“Karena itulah, Buku Panduan untuk Statistik dan Diagnostik Gangguan Jiwa tidak mengklasifikasan kaum LGBT sebagai gangguan,” ujarnya. 

APA juga mengomentari pernyataan anggota Asosiasi Psikiatri Indonesia yang secara pribadi menyatakan ada temuan yang mengatakan faktor-faktor tertentu, termasuk biologis dan lingkungan, memainkan peran tertentu dalam menentukan orientasi seksual dan identitas jender. Singkatnya, orientasi sesksual LGBT bukan pilihan. 

APA membantah kesimpulan tersebut. “Ada bukti kuat bahwa gen bermain dalam menentukan seksualitas,” katanya. Salah satu buktinya adalah seorang ilmuwan bernama Mustanski yang menulis laporan tahunan tentang penelitian di bidang seks.

Di laporan itu disebutkan bahwa penelitian genetis yang melibatkan keluarga dan metodologi ganda menunjukkan bukti yang konsisten bahwa gen mempengaruhi orientasi seksual. 

Kesimpulan ini diambil setelah peninjauan lengkap pada penelitian lainnya yang berkaitan selama 10 tahun terakhir yang berakhir pada 2002 lalu. 

“Kajian ini dan kajian lainnya menunjukkan bahwa gen memainkan peran, meski bukan satu-satunya yang berperan dalam menentukan orientasi seksual. Dan seperti kebanyakan sifat yang ditentukan secara genetik, ada kemungkinan bahwa lebih dari satu gen memainkan peran,” katanya. 

APA mencontohkan lagi bahwa sebuah studi yang melibatkan 3.261 obyek penelitian umur 34-43 tahun di Finlandia yang diterbitkan di Arsip Perilaku Seksual pada 2007 mencatat bahwa “Analisis genetik kuantitatif menunjukkan ada variasi baik pada perilaku atipikal jender anak-anak dan orientasi seksual orang dewasa, keduanya ditentukan oleh genetika bukan oleh lingkungan.” 

Baca surat lengkapnya di bawah ini:

Sebelumnya, Fidiansyah, yang merupakan psikiater sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza di Kementerian Kesehatan di acara Indonesia Lawyers Club yang diadakan TV One pada Selasa, 16 Februari 2016 lalu, menyatakan LGBT adalah gangguan jiwa.

Fidiansyah mengatakan pernyataannya didasarkan pada buku teks tebal yang memuat panduan tentang diagnosis psikologi dan gangguan kejiwaan.

Dia mengatakan bahwa buku yang selama ini digunakan kalangan LGBT dan pendukungnya adalah buku saku yang tidak menjelaskan secara lengkap tentang doagnosis mengenai LGBT.

“Mohon maaf, buku yang dipakai itu buku saku Pak, kalau buku kami, text book-nya tebal begini Pak. Sama-sama membahas LGBT, tapi ini yang lengkap,” ujar Fidiansyah. 

“Silahkan dibuka halaman 288, 280 dan 279. Persis kalimatnya ada. Ini adalah masih sebuah gangguan,” imbuhnya. Host Karni Ilyas kembali menanyakan dan Fidiansyah menegaskan bahwa LGBT adalah “gangguan jiwa”. 

“Pada kode F66 Gangguan Psikologis dan Perilaku yang Berhubungan Dengan Perkembangan dan Orientasi Seksual, di bawahnya langsung tertulis: catatan: Orientasi Seksual Sendiri Jangan dianggap sebagai suatu Gangguan,” jelas Andri. 

Pernyataan itu pun mendapat kecaman dari komunitas LGBT. Di situs Kabar LGBT, Fidiansyah dikiritik atas pernyataannya tersebut. Mereka membedah satu per satu lembaran yang dimaksud oleh Fidiansyah. Baca selengkapnya di sini. —Rappler.com

BACA JUGA 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!