BMKG: Equinox peristiwa rutin, masyarakat tidak perlu panik

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

BMKG: Equinox peristiwa rutin, masyarakat tidak perlu panik
Equinox rutin terjadi dua kali dalam setahun di garis lintas yang sama

MALANG, Indonesia – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menanggapi serius sebuah pesan berantai tentang fenomena equinox atau badai panas yang banyak diterima masyarakat lewat berbagai media sosial.

Menurut Karangploso Hartanto, kepala Stasiun BMKG Malang, Jawa Timur, equinox adalah lintasan semu matahari yang tegak lurus di atas wilayah tertentu dan rutin terjadi dua kali dalam satu tahun di garis lintasan yang sama.

Di Indonesia, equinox akan terjadi pada 21 Maret 2016 di wilayah ekuatorial. Kejadian berikutnya akan berlangsung pada 23 September 2016. Sejumlah dampak bisa terjadi ketika matahari tepat di atas garis katulistiwa, salah satunya adalah peningkatan suhu sekitar.

Namun Hartanto mengatakan panas yang terjadi tak akan mencapai 40 derajat celcius seperti yang disebarkan dalam pesan berantai tersebut.

“Katanya kan sampai 40 derajat, itu tidak benar. Di sekitar equator prediksi kami suhu akan naik antara 33 hingga 34 derajat celcius. Sebab di wilayah equator saat ini sedang masuk puncak musim kemarau yang berlangsung sejak Februari kemarin,” kata Hartanto pada Jumat, 18 Maret. 

Sementara suhu rata-rata yang berlangsung di wilayah equatorial saat ini mencapai 31 derajat celcius.

Selain peningkatan suhu pada saat equinox berlangsung, dampak lain juga berpotensi dirasakan di wilayah yang sama pada dua hingga tiga bulan berikutnya. Bentuknya bisa berupa puncak musim hujan pertama di tahun ini.

“Suhu permukaan laut yang hangat akibat equinox akan berdampak pada meningkatnya curah hujan pada April atau Mei. Hal serupa juga akan terjadi pada November dan Desember akibat equinox ke dua di tempat yang sama, yang berlangsung pada 23 September 2016,“ katanya.

Sehingga wilayah yang ada di sekitar lintasan ekuator seperti Pontianak, Sumatera Barata, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah lazim memiliki dua kali puncak musim hujan dalam satu tahun.

Sementara daerah lain di luar wilayah eqiatorial tidak akan kena dampak. Di Malang misalnya, tak akan kena rdampak dengan lintasan tersebut.

Malang telah dilewati matahari dengan posisi tegak lurus di awal Maret lalu. Namun saat itu tak ada peningkatan suhu yang berarti karena Malang masih mengalami musim hujan.

BMKG memprediksi musim hujan akan berlangsung sepanjang Maret dengan intensitas rendah sebelum memasuki musim kering pada Mei nanti.

“Pada 21 Maret suhu di Malang diprediksi antara 31 hingga 32 derajat celcius, tapi itu bukan dampak dari equinox. Melainkan karena peralihan musim hujan ke kering,” katanya.

Meski tak kena dampak equinox, warga Malang diminta waspada terhadap kemungkinan angin kencang lokal di sore hari yang berpotensi merusak. Angin diprediksi bisa bertiup dengan kecepatan mencapai 25 knot. Angin kencang berpotensi terjadi pada saat peralihan musim, antara hujan dan kemaru.

“Di akhir musim hujan cuaca tidak stabil, pada pagi hingga siang panas kemudian pada petang hari,’ sebutnya. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!