SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia—Mendung menggelayut di langit Kalibata, Selasa siang, 22 Maret. Deretan papan berhias bunga bertuliskan “Turut Berduka Cita” berjejer di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Sementara itu, perempuan dan laki-laki berjubah putih dan hitam memasuki area makam, didampingi prajurit berseragam loreng hijau. Sebagian dari mereka dipapah dan dituntun. Sebagian lagi menggunakan kursi roda karena tidak kuat berjalan.
Mereka adalah keluarga prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat yang meninggal dalam kecelakaan helikopter di Poso, Sulawesi Tengah, Minggu petang, 20 Maret.
Helikopter berangkat dari Dusun Watutau, Kecamatan Lore Utara menuju Poso dengan membawa 13 prajurit TNI AD. Nahas, pesawat jenis Helly Bell 412 EP dengan No. HA-5171 ini jatuh di perkebunan di Kelurahan Kasiguncu karena faktor cuaca.
Sedu-sedan anggota keluarga yang mengantar jenazah prajurit terdengar di antara teriakan komandan upacara. “Bapak, bapak di sana ya? Bapak mana,” kata seorang bocah. “Ssst,” sang kakak menegur si bocah.
Upacara penghormatan terakhir itu tidak hanya diiringi hujan air mata, tapi juga gerimis, sesekali hujan deras.
Tenda yang menaungi keluarga sempat bocor, airnya menggenangi lapangan dan merendam bunga yang akan ditabur ke makam.
Tapi keluarga tetap bertahan, bahkan di tengah terpaan angin kencang dan petir menyambar.
Upacara sempat ditunda hingga cuaca membaik. Sementara itu, prajurit menata barisan dan menyiapkan senjata mereka untuk memberikan penghormatan terakhir kepada kolega mereka yang gugur dalam tugas.
Di tengah upacara, seorang ibu dari prajurit sempat histeris, ia hendak menghampiri peti anaknya, tapi ditahan oleh seorang tentara.
Anggota keluarga lainnya hanya bisa memandangi foto anggota keluarga mereka yang dipapah oleh prajurit.
Kehadiran Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan dan Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti tampaknya tak bisa menghapus air mata keluarga korban.
Istri-istri prajurit masih sesekali menghapus air mata mereka sendiri dengan bekas kemeja suami mereka. Salah satunya adalah istri Kapten Dr Yanto, salah satu prajurit yang gugur. Ia baru menikah 6 bulan lalu, dan sedang hamil.
Saat peti dimasukkan ke liang lahat, sempat terdengar bunyi, “Boom”. Ternyata peti lepas dari tangan petugas makam. Keluarga pun langsung beristighfar.
Setelah itu, penurunan peti berjalan cukup lancar. Peluru tanda penghormatan ditembakkan ke udara.
Setelah berpidato, komandan upacara dan keluarga diperbolehkan menabur bunga untuk terakhir kalinya.
Di ujung acara, Menteri Luhut dan Kapolri menghampiri keluarga korban. Kedua pejabat tinggi ini menyalami satu per satu anggota keluarga yang sedang berduka.
Setelah upacara dan salaman, langit Kalibata kembali mendung, dan hujan turun deras. Barisan dibubarkan, sementara keluarga masih menghampiri makam sambil menabur bunga, dan mengucapkan salam perpisahan untuk yang terakhir kali. —Rappler.com
BACA JUGA
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.