Ulasan ‘Batman v Superman’: Pertempuran ego pahlawan super

Faya Suwardi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ulasan ‘Batman v Superman’: Pertempuran ego pahlawan super
Apa jadinya bila dua superhero yang sangat dicintai (sekaligus dibenci) warga kotanya masing-masing berseteru? Selain menimbulkan kekacauan secara fisik dan mental, pertikaian Batman versus Superman juga menunjukan satu benang merah yang tidak diduga-duga.

Drama permusuhan Batman dan Superman dimulai saat Gotham City, yang menjadi kota domisili Batman alias Bruce Wayne (Ben Affleck), carut-marut akibat aksi heroik Superman alias Clark Kent (Henry Cavill). Tewasnya salah satu orang kepercayaan Wayne, Jack, kian memanaskan emosi Batman terhadap Superman.

Setelah cukup lama memantau gerak-gerik Superman, Batman akhirnya menemukan celah kelemahan manusia super yang terlahir dengan nama Kal-El itu. Kryptonite.

Akan tetapi, upaya untuk mendapatkan kryptonite tidaklah semudah membeli hot dog di pinggir jalan. Apalagi kryptonite tersebut sejatinya ditemukan Lex Luthor (Jesse Eisenberg), seorang pengusaha kaya raya di Metropolis, yang sangat membenci Superman.

Juga berambisi melenyapkan Superman dari muka Bumi, Luthor pun merancang skenario agar Batman tergerak untuk melancarkan aksi duel hidup-mati melawan Superman. Sampai akhirnya kedua pahlawan super ini mengetahui satu benang merah di antara mereka.

Pencarian jati diri

Apakah Ben Affleck sebagai Batman lebih pantas dibanding Christian Bale? Foto dari Facebook/batmanvsuperman

Di balik genre action-fantasy, Batman v Superman: Dawn of Justice arahan sutradara Zack Snyder sejatinya juga merupakan film drama tentang pencarian jati diri antara kedua superhero tersebut. Perbedaan masa kecil yang dialami Wayne dan Kent menjadi kunci utama keduanya bersikap dan mengambil keputusan saat dewasa, termasuk soal duel hidup-mati itu sendiri.

Wayne, yang yatim-piatu sejak kecil, digambarkan sebagai sosok penuh amarah dan dendam terhadap ketidakadilan. Sebaliknya, Kent, yang diasuh penuh kasih sayang oleh kedua orangtua angkatnya, justru terkesan selalu ingin mengorbankan dirinya demi menyelamatan orang lain, terutama Lois Lane (Amy Adams), sang cinta sejati.

Namun begitu, jalan kehidupan tak selalu mulus bagi keduanya. Meski di masa dewasanya, Wayne menjadi billionare yang memiliki banyak perusahaan, dan Kent hanyalah seorang jurnalis di Planet Daily, pada kenyataannya kedua pahlawan super ini tetaplah manusia biasa (Ya, saya rasa dibesarkan oleh pasangan manusia membuat Superman lebih manusiawi daripada manusia sebenarnya).

Titik persinggungan Wayne/Batman dan Kent/Superman akhirnya terjadi saat Superman berjibaku dengan salah satu musuhnya hingga ke Gotham City. Tak terima kota tinggalnya porak poranda dan kehilangan banyak korban jiwa, Wayne pun menanggap Kent sebagai sosok pahlawan egois yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri.

Di lain sisi, tekanan publik dan pemerintah membuat Kent kerap bimbang dengan keputusannya membangun alter ego pahlawan super bernama Superman. Sementara yang diinginkan Kent hanyalah menjaga orang-orang terkasihnya.

‘Cast’nyaris sempurna

Yang diinginkan Superman hanyalah menjaga orang-orang terkasihnya. Foto dari Facebook/batmanvsuperman

Sebagai penikmat trilogi Batman versi Christopher Nolan, saya sedikit kecewa dengan performa Ben Affleck sebagai Batman. Entah karena jeleknya akting dia di film Daredevil yang masih menghantui saya, atau justru karena kostum baru Batman, yang menurut saya terlihat berat dan sangat tidak nyaman dikenakan.

Tapi, di luar kekecewaan saya terhadap Affleck, saya harus mengucapkan kata “salut” kepada divisi casting film adaptasi DC Comics ini. Chemistry natural yang terbangun antara Henry Cavill dan Amy Adams membuat saya beberapa kali terenyuh dalam adegan romansa mereka.

Sementara itu, sosok Lex Luthor yang diperankan Jesse Eisenberg layak disejajarkan dengan kejeniusan mendiang Heath Ledger saat memerankan sosok antagonis, Joker, di trilogi Batman versi Nolan. Walau baru kali ini saya melihat Luthor lebih muda ketimbang Luthor-Luthor versi sebelumnya, secara keseluruhan, Eisenberg mampu mengeluarkan karakter psikopat Luthor.

Sayangnya, akting OK para pemain tersebut beberapa kali “tenggelam” dalam plot cerita Snyder, yang menurut saya, kebanyakan drama. Upaya menyantaikan dialog ala film-film superhero kompetitor DC Comics di beberapa adegan juga tidak cukup membantu.

Kesan Wonder Woman

Sudah bukan rahasia bila sosok superhero immortal wanita Wonder Woman juga tampil di film Batman v Superman: Dawn of Justice. Namun, seberapa banyak peran pahlawan super bernama asli Diana Prince (Gal Gadot) itu dalam film ini, silakan Anda hitung sendiri.

Kemunculan perdana Wonder Woman ditanggapi positif. Foto dari Facebook/batmanvsuperman

Yang pasti, saya merasa kesan yang ditorehkan Wonder Woman di konflik Batman versus Superman berada dalam kadar tidak berlebihan. Secara individual, akting yang ditampilkan Gal Gadot juga cukup apik.

Ditopang kecantikan fisik dan kekuatan auranya, Gadot terbilang sukses memerankan sosok Wonder Woman.

Meski Batman, Superman, dan mungkin Wonder Woman, adalah karakter pahlawan super yang juga digemari anak-anak dan remaja, bukan berarti film Batman v Superman: Dawn of Justice bisa menjadi santapan audio visual mereka.

Lembaga Sensor Film Indonesia mengategorikan film berdurasi 153 menit ini sebagai film berating 17+ alias 17 tahun ke atas. Padahal, di luar negeri, film ini berada dalam kategori PG-13 alias boleh ditonton usia 13 tahun ke atas dengan dampingan orang tua.

Well, untuk urusan yang satu itu, saya tidak mau ikut campur. Satu yang bisa saya sarankan untuk Anda ialah, nonton film Batman v Superman: Dawn of Justice tidak perlu ngotot dalam format 3D. Adegan baku hantam dan tembak-tembakan yang standar menjadi pertimbangan saya dalam melemparkan saran ini.

Tapi, bila Anda ingin menontonnya dalam format 3D, saya juga tidak melarang. Yang jelas, filmini layak masuk daftar tonton film di 2016.

Oh, satu lagi. Siapkan tissue, kalau Anda termasuk orang yang gampang menangis. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!