Mahasiswa NTT mengungsi, pedagang Malang mengeluh penjualan sepi

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mahasiswa NTT mengungsi, pedagang Malang mengeluh penjualan sepi
'Ada yang bilang mereka pulang dan tidak akan kembali lagi ke sini. Sedih, langganan saya hilang semua.'

MALANG, Indonesia – Muji, seorang penjual bakso di Kota Malang, terlihat duduk di tepi Jalan Locari di Desa Sekarpuro, Kabupaten Malang pada Kamis, 24 Maret. Gang yang biasanya ramai dengan mahasiswa asal Nusa Tengara Timur (NTT) iu tampang lengang.

“Sepi sejak mereka pergi, banyak langganan saya yang hilang,” kata Muji, perantau yang juga kos di sekitar Desa Sekarpuro.

Terlihat siomay dan aneka gorengan serta lontong memenuhi rak di rombong baksonya. Penjual bakso yang telah berjualan beberapa tahun terakhir itu mengaku sedih dan khawatir kalau pelangganya tidak kembali lagi.

“Ada yang bilang mereka itu pulang dan nggak akan kembali lagi ke sini, ya sedih, langganan saya hilang semua,’ katanya.

Langganan yang dimaksud Muji adalah ratusan mahasiswa asal NTT yang kos di Desa Sekarpuro yang terpaksa mengungsi pada hari Rabu, 23 Maret, karena takut diserang oleh mahasiswa asal Maluku Tenggara sebagain buntut dari kematian Sasehen Leplepen, seorang mahasiswa STIMIK Asia, Malang.

Winda, warga Jalan Locari, mengatakan pada Selasa malam, para mahasiswi asal NTT dikumpulkan di satu tempat dan tidur di rumah itu. “Para mahasiswi berkumpul dan tidur di kosan perempuan di Jalan Kenanga sejak Selasa malam. Rabu pagi mereka kembali dan membawa semua barang mereka, jadi kosannya sepi,” kata Winda.

Winda mengaku tidak mendengar rumor atau ancaman akan kerusuhan. Rumah Winda memang tidak disewakan tetapi banyak rumah di sekelilingnya ditempati mahasiswa NTT.

“Saya tidak tahu mengapa mereka pergi, tapi di sini jadi kosong semua. Rumah sebelah milik Pak Muri hanya menyisakan satu orang Madura. Ada anak kos yang mempunya bayi, dia juga pergi membawa barangnya,” katanya.

Supri, anak Muri, membenarkan jika kos milik orangtuanya telah ditinggalkan penghuninya. Dari empat kamar, hanya satu kamar yang masih ada penghuninya. Pria yang sehari-hari menjual pangsit mie di Jalan Locari menyebut tarif kos sebesar Rp 300.000 per bulan.

“Sekarang sepi, tapi kalau mereka kembali boleh saja, asalkan mengulang lagi dari awal dengan menunjukkan identitas mereka,” kata Supri.

Selain itu, dia mengaku pulangnya ratusan mahasiswa NTT juga dirasakan oleh pedagang di pasar Madyopuro, tempatnya berbelanja aneka kebutuhan.

“Sepi sekarang, orang di pasar saja mengeluh sepi. Tapi tidak masalah, nanti kos yang kosong juga pasti akan diisi dengan orang lain,” katanya. – Rappler.com 

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!