Mixed Martial Arts

Perlukah DPR bangun gedung perpustakaan terbesar di Asia Tenggara?

Sakinah Ummu Haniy, Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Perlukah DPR bangun gedung perpustakaan terbesar di Asia Tenggara?

EPA

Pengamat menilai ketimbang menghabiskan dana untuk membangun gedung perpustakaan terbesar di Asia Tenggara, lebih baik dana tersebut dipakai untuk meningkatkan minat baca warga Indonesia.

JAKARTA, Indonesia – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membangun gedung perpustakaan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Ide itu pertama kali disampaikan oleh sekelompok budayawan pada Selasa, 22 Maret, dengan mendatangi gedung parlemen dan bertemu dengan Ketua DPR Ade Komarudin dan Wakil Ketua Fahri Hamzah.

Salah satu pengusung ide, novelis ternama Ayu Utami, mengatakan usul gedung perpustakaan terbesar itu merupakan bagian dari uneg-uneg karena sulitnya menumbuhkan minat dan daya tarik pejabat di daerah terhadap perpustakaan.

“Saya dan beberapa rekan seperti Nirwan A. Arsuka, kerap kesulitan jika menyelenggarakan festival sastra atau kegiatan perpustakaan di daerah-daerah. Tidak ada perhatian dari pejabat dan media massa di daerah,” kata Ayu ketika dihubungi Rappler melalui telepon pada Senin, 28 Maret.

Dia merasa perlu ada satu kegiatan yang bersifat simbolis dan cukup mercusuar sehingga bisa meningkatkan minat baca. Di sisi lain, dia dan rekan budayawan lainnya mendengar DPR ingin membangun gedung baru.

“Daripada DPR hanya membangun gedung baru yang mewah dan tidak bermanfaat, kenapa kemudian tidak ikut dibangun perpustakaan terbesar di kawasan Asia Tenggara?” tanya penulis beberapa novel ternama seperti Saman dan Larung itu.

Menurut Ayu, jika DPR ikut membangun gedung perpustakaan, maka bisa menjadi pendorong bagi pejabat di daerah untuk lebih memperhatikan isu perpustakaan.

Lalu, apa manfaatnya jika dibangun gedung perpustakaan terbesar sementara, minat baca anggota DPR pun tidak ada? Ayu mengatakan bukan tak menyadari hal tersebut.

“Bukan hanya anggota DPR saja yang minat bacanya rendah, tetapi sebagian besar rakyat Indonesia pun begitu. Sekarang yang menjadi pertanyaan, apa kita mau membiarkan itu terus terjadi? Kalau saya tidak mau,” tutur dia.

Ayu juga menyadari Indonesia memiliki perpustakaan lain yang tak kalah besar seperti Perpustakaan Universitas Indonesia dan Perpustakaan Nasional. Namun, fasilitas tersebut hanya digunakan untuk penelitian.

“Sementara, Jakarta tidak memiliki perpustakaan publik yang nyaman untuk membaca,” kata dia.

Tapi apakah fasilitas perpustakaan ini begitu mendesak untuk segera direalisasikan? Ayu mengakui memang tidak. Tetapi dia menyebut pembangunan perpustakaan itu tetap penting.

“Momennya pun ada. Apalagi saat bertemu dengan Pak Ade Komarudin ada kemungkinan pembangunan gedung baru bisa direalisasikan dalam waktu dekat,” ujarnya.

Ayu dan rekan budayawan lainnya menyerahkan kepada DPR mengenai nominal anggaran yang digunakan untuk pembangunan perpustakaan terbesar di Asia Tenggara itu. Sebagai warga negara, mereka hanya ingin menyalurkan ide agar pembangunan gedung DPR bisa lebih bermanfaat dengan mengikutsertakan perpustakaan di dalamnya.

Rencana yang mubazir

Sementara, pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya mengatakan rencana pembangunan gedung perpustakaan di DPR sebetulnya baik. Tetapi, dia mengingatkan jangan sampai dijadikan pembenaran agar rencana pembangunan gedung baru lolos dengan embel-embel membangun perpustakaan.

“Jangan campur adukan rencana pembangunan perpustakaan dengan rencana pembangunan gedung baru yang nilainya fantastis,” ujar Yunarto ketika dihubungi Rappler.

Dia berpendapat dana untuk membangun perpustakaan sebaiknya dipakai untuk meningkatkan minat baca masyarakat sebab minat baca pun diketahui masih rendah.

“Saya tidak anti, tetapi tidak perlu membangun perpustakaan terbesar di Asia Tenggara, kalau minat baca sendiri belum ada. Nanti hanya akan menjadi menara gading, mubazir,” kata Yunarto.

DPR terus perjuangkan pembangunan perpustakaan

Ketua DPR, Ade “Akom” Komarudin menyadari adanya komentar sumir mengenai rencana pembangunan gedung perpustakaan terbesar di Asia Tenggara itu. Namun, hal tersebut tak menyurutkan tekadnya untuk memperjuangkan pembangunan gedung perpustakaan.

Akom menepis rencana pembangunan perpustakaan merupakan cara untuk mengelabui publik dan menghabiskan anggaran.

“Negara ini harus pintar dan budaya membaca harus digalakkan. Salah satunya dengan menyediakan fasilitas berupa perpustakaan,” kata Akom melalui keterangan tertulis pada Minggu, 27 Maret.

Dia menyambut baik ide pembangunan gedung perpustakaan terbesar di Asia Tenggara karena yang mengusulkan adalah kaum intelektual yang telah terbukti kredibilitasnya.

“Jadi, mohon maaf, saya tidak akan mundur dari usulan Ignas Kleden (sosiolog) dan kawan-kawan,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Dia pun bersedia untuk menerima semua masukan dan kritik dari masyarakat. Bahkan, dia mengimbau pihak yang mengkritik agar datang berdiskusi dengan dirinya dan para budayawan itu.

Rencananya di dalam gedung perpustakaan baru itu akan menampung 600 ribu judul buku. DPR berniat membangun gedung baru dengan anggaran sebesar Rp 570 miliar dan telah masuk dalam APBN tahun 2016. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!