Warga desa tolak otopsi jenazah terduga teroris Siyono

Ari Susanto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Warga desa tolak otopsi jenazah terduga teroris Siyono

ANTARA FOTO

Warga yang mendukung otopsi diminta keluar dari Desa Pogung

KLATEN, Indonesia – Perangkat desa Pogung, Cawas, Klaten, menolak rencana otopsi jenazah terduga teroris Siyono, 34 tahun, yang akan dilakukan oleh tim dokter forensik dari rumah sakit Muhammadiyah. Jika tetap dilakukan, mereka melarang jenazah Siyono dikuburkan kembali di desa itu dan mengusir keluarga yang mendukung otopsi.

Penolakan itu disampaikan Kepala Desa Pogung, Joko Widoyo dan beberapa perwakilan masyarakat, Rabu pagi, 30 Maret. Keputusan itu diambil berdasarkan keputusan rapat perangkat desa, Ketua RW, Ketua RT, dan perwakilan tokoh masyarakat pada Selasa malam.

“Ini kesepakatan bersama warga desa Pogung menanggapi rencana otopsi Siyono. Kami memang belum mendapat surat permintaan otopsi, tetapi kami tahu dari berita,” kata Joko.

Berikut isi surat kesepakatan warga yang ditulis tangan dan tertanggal 29 Maret:

Berdasarkan rapat yang dihadiri unsur-unsur masyarakat, memutuskan bahwa masyarakat Desa Pogung mendukung isi surat pernyataan yang dibuat dan ditandatangani oleh keluarga Siyono (ayah dan kakak ipar) yang pada dasarnya meminta perlindungan Pemerintah Desa Pogung.

Apabila ada salah satu warga yang mengingkari surat pernyataan tersebut, warga masyarakat memberikan sanksi berupa:

1.    Otopsi harus dilakukan di luar Desa Pogung

2.    Jenazah setelah otopsi tidak boleh dikuburkan (lagi) di wilayah Desa Pogung

3.    Keluarga yang mendukung otopsi tidak boleh tinggal di wilayah Desa Pogung

Menanggapi penolakan itu, Wagiyono, kakak Siyono, mengaku kecewa  dengan larangan penguburan kembali jenazah adiknya di desa itu. Tetapi, ia akan berusaha membicarakan lagi rencana otopsi itu dengan pihak desa untuk mencari penyelesaian.

Masalah penolakan warga ini bersumber pada perpecahan sikap internal keluarga Siyono sejak awal. Ayah dan kakak Siyono, Marso Diyono dan Wagiyono, tidak ingin memperpanjang kasus dan berusaha menerima kematian Siyono dengan ikhlas meskipun mencium kejanggalan.

Marso menandatangani surat damai dan menemui perangkat desa serta aparat kepolisian setempat di balai desa beberapa waktu lalu untuk meminta perlindungan. Ayah Siyono mengaku sudah lelah dan ingin hidup normal kembali di masyarakat tanpa diganggu wartawan yang setiap hari mendatangi rumahnya.

Sementara itu, istri Siyono, Suratmi, enggan menerima tawaran damai dan memilih mengungsi dari rumah. Ia menginginkan kasus kematian suaminya itu diungkap demi mencari keadilan.

Suratmi didampingi kuasa hukumnya, Sri Kalono, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengadukan kasus itu sekaligus meminta bantuan hukum ke Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Yogyakarta kemarin. 

Kepada Ketua PP Muhammadiyah bidang hukum dan HAM, Busyro Muqqodas, ia menitipkan dua gepok “uang damai” yang masih terbungkus rapat yang diberikan oleh seorang perempuan yang diduga dari Densus.

Siyono ditangkap Densus 88 pada 8 Maret, usai keluar dari masjid di samping rumahnya, dan dipulangkan dalam kondisi tak bernyawa empat hari kemudian. Dari kesaksian keluarga, Siyono ditangkap dalam kondisi sehat.

Ia meninggal saat menjalani pemeriksaan oleh Densus. Mabes Polri mengatakan Siyono meninggal akibat kelelahan setelah berkelahi dengan anggota Densus di dalam mobil.

Sedangkan keluarga dan tim pembela muslim Islamic Study and Action Center (ISAC) Solo meragukan keterangan polisi itu karena menemukan sejumlah luka pendarahan dan lebam pada jenazah – bagian belakang kepala, mata dan wajah, dan kedua kaki dan kuku jempol – yang diduga sebagai indikasi penyiksaan.

Sementara itu, Muhammadiyah dan Komnas HAM memutuskan untuk menunda otopsi jenazah Siyono yang rencananya akan dilakukan hari ini. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!