Jejak Panama Papers di Indonesia

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jejak Panama Papers di Indonesia

EPA

Sandiaga Uno, Riza Chalid, dan Djoko Tjandra disebut

JAKARTA, Indonesia – Aliansi jurnalis investigatif global (ICIJ) menerbitkan seri Panama Papers, pada Senin, 4 April. 

Dokumen-dokumen ini mengulas jutaan dokumen finansial dari sebuah firma hukum asal Panama yang bocor. Dari situ, terungkap jaringan korupsi dan kejahatan pajak berbagai kepala negara, tokoh politik, hingga selebriti dari seluruh dunia.

Dokumen berisi 214.000 kesepakatan lepas pantai selama hampir 40 tahun tersebut berasal dari Mossack Fonseca, sebuah kantor pengacara yang berbasis di Panama dengan kantor di lebih dari 35 negara. 12 kepala negara dan mantan kepala negara disebutkan dalam hasil investigasi tersebut, termasuk Perdana Menteri Islandia dan Pakistan, Presiden Ukraina, Raja Arab Saudi, pesepakbola Lionel Messi, hingga aktor laga Jackie Chan.

Investigasi yang dilakukan oleh lebih dari 100 media grup tersebut diklaim sebagai yang terbesar dalam sejarah penyuapan, dan melibatkan aset-aset milik setidaknya 140 tokoh politik dari seluruh dunia.

Simpanan catatan terbesar didapatkan dari sumber rahasia oleh harian Jerman Suddeutsche Zeitung dan disebarkan ke berbagai media di seluruh dunia lewat International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Satu-satunya media dari Indonesia yang ikut terlibat dalam proyek investigasi ini adalah Tempo.

Nama dari Indonesia

ICIJ menyebutkan, firma Mossack Fonseca bekerjasama dengan agensi relasi publik kelas kakap, Burston-Marsteller, yang kerap menangani klien kontroversial. Beberapa diktator dari Argentina, Indonesia, dan Romania adalah salah satunya. Karena itu, bukan hal aneh jika nama-nama mereka ditemukan memiliki perusahaan di bawah Mossack Fonseca.

Tak hanya itu, dilansir dari situs Tempo, nama-nama para miliarder yang setiap tahun masuk dalam daftar orang terkaya Forbes Indonesia, juga tercantum dalam dokumen Mossack Fonseca. Mereka membuat belasan perusahaan di kawasan yuridiksi bebas pajak (perusahaan offshore) untuk keperluan bisnis.

Salah satu yang tercetus adalah Sandiaga Uno. Pebisnis yang menanam benih di banyak ladang ini tengah menjadi sorotan publik lantaran akan mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam pemilihan kepala daerah tahun depan.

Selain itu, ada juga dua nama yang tengah dicari-cari penegak hukum untuk penyidikan kasus korupsi tercantum dalam dokumen bocor ini. Mereka adalah Riza Chalid, yang tersangkut kasus korupsi Petral, dan Djoko Soegiarto Tjandra, tersangka kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.

Kepada Tempo, Sandiaga mengakui kepemilikan atas perusahaan semacam ini. Ia bahkan mengizinkan media mepublikasikan nama-namanya. 

“Saya memang punya rencana membuka semuanya karena saya sekarang dalam proses mencalonkan diri menjadi pejabat publik,” katanya pada Tempo, akhir Maret 2016 lalu.

Namun, seperti banyak klien Mossack Fonseca lain, tidak ada bukti bahwa Sandiaga Uno menggunakan perusahaannya untuk tujuan tak terpuji. Memiliki perusahaan offshore bukanlah sesuatu yang otomatis ilegal. Untuk sejumlah transaksi internasional, memiliki perusahaan offshore bahkan merupakan sebuah pilihan yang logis secara bisnis.

Tetapi banyak juga pemilik bisnis ilegal yang memanfaatkannya untuk menghindari pajak. Bahkan, skema ini juga digunakan untuk penipuan.

Salah satunya, dalam laporan panjang Panama Papers, diceritakan keluhan dari investor kecil Indonesia. Mereka mengklaim ada perusahaan di bawah bendera Mossack Fonseca yang melakukan penipuan. Perusahaan yang berbasis di British Virgin Islands ini sedikitnya mengibuli 3.500 orang dengan nominal US$ 150 juta.

“Padahal uang itu kami butuhkan untuk pendidikan anak kami April ini,” kata seorang investor Indonesia melalui surat elektronik pada Mossack Fonseca, pada April 2007 lalu. Saat itu, ia tak lagi menerima dana dari perusahaan penipu.

“Tolong beri saran, apa yang bisa kami lakukan,” ujarnya lagi. 

Nama Mossack dan alamat emainya tercantum dalam leaflet perusahaan investasi itu.

Pemerintah sudah kantongi nama

Kejadian ini tak luput dari pengawasan pemerintah Indonesia. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku telah mengantongi data ribuan perusahaan offshore dan perusahaan cangkang milik pengusaha lokal di luar negeri.

“Nilainya ribuan triliun rupiah,” kata Bambang kepada Tempo. Undang-Undang Pengampunan Pajak yang sedang dibahas di Senayan, kata dia, adalah upaya pemerintah menarik pulang semua dana itu.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!