ISAC surati Kapolri terkait dugaan pelanggaran penyidik Siyono

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

ISAC surati Kapolri terkait dugaan pelanggaran penyidik Siyono
“Ada bekas-bekas kekerasan benda tumpul intravital (saat masih hidup) dan beberapa tempat patah tulang dan tidak ada luka tembak."

 

JAKARTA, Indonesia—The Islamic Study and Action Center (ISAC) alias tim pembela muslim mengirim surat kepada Kepala Polisi RI Jenderal Badrodin Haiti tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan penyidik Detasemen 88 saat memeriksa terduga teroris Siyono. Sebab ahli forensik menemukan bekas-bekas kekerasan di tubuh pemuda asal Klaten tersebut. 

ISAC memaparkan analisanya, antara lain, lembaga itu mengutip Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Brigadir Jenderal Arthur Tampi yang menyatakan penyebab kematian Siyono, adalah adanya pendarahan di rongga kepala bagian belakang.

Arthur menjelaskan dari hasil visum yang dilakukan Jumat, 11 Maret 2016, di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, ditemukan pendarahan di rongga kepala serta memar di kepala Siyono.

Arthur menuturkan, diduga penyebab pendarahan dan memar tersebut adalah karena terbentur benda tumpul. Di samping itu, dalam visum juga ditemukan adanya memar di wajah, tangan, dan kaki Siyono.

Pendapat Arthur diperkuat oleh keterangan Dokter Gatot Sudarto, Ketua Tim Forensik Muhammadiyah, berdasar pengamatan Visual diperoleh data bahwa jenazah Siyono terdapat luka lebam akibat benda tumpul dan sebagian tulang retak dan patah.

Menurut ahli Forensik dari Polda Jateng AKBP Hastry ada luka akibat kekerasan di tubuh Siyono.

ISAC kemudian merangkum informasi dari ahli-ahli forensik tersebut dan menyimpulkan: 

  • Ada pendarahan di rongga kepala bagian belakang
  • Adanya memar di wajah, tangan, dan kaki
  • Banyak tulang yang retak dan patah di bagian dada

Sedangkan terkait penyebab kematian disimpulkan oleh Tim Forensik Muhammadiyah dan ahli forensik Polda Jateng bahwa, “Ada bekas-bekas kekerasan benda tumpul intravital (saat masih hidup) dan beberapa tempat patah tulang dan tidak ada luka tembak,” ujar Sekretaris ISAC Endro Sudarsono pada Rappler, Rabu, 6 April. 

Karena itu menurut analisa yuridis ISAC, pertama, penyidik Densus 88 yang memeriksa Siyono diduga melanggar Peraturan Kapolri no 23 tahun 2011 Bab IV tentang Prosedur Penindakan Tersangka Tindak Pidana Terorisme Pasal 19 yang berbunyi:

(1) Penindakan terhadap tersangka tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai prosedur dengan tahapan sebagai berikut:

  • Tahap pertama, melakukan negosiasi
  • Tahap kedua, melakukan peringatan
  • Tahap ketiga, melakukan penetrasi
  • Tahap keempat, melumpuhkan tersangka
  • Tahap kelima, melakukan penangkapan
  • Tahap keenam, melakukan penggeledahan
  • Tahap ketujuh, melakukan penyitaan barang bukti

(2) Dalam situasi tertentu kegiatan penindakan dapat dilakukan tanpa didahului kegiatan negosiasi dan peringatan atas pertimbangan situasi darurat, berdasarkan tingkat ancaman maupun pertimbangan lainnya.

(3) Penindakan yang menyebabkan matinya seseorang/tersangka harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Prosedur Pasal 19 ini untuk tersangka yang tidak membawa senjata api atau bom.

Kedua, terjadi tindak pidana penganiayaan baik secara sendirian seperti disebut dalam pasal 351 KUHP atau secara bersama sama seperti disebut dalam pasal 170 KUHP.

Ketiga, terjadi tindak pidana pembunuhan seperti disebut dalam pasal 388 KUHP dan pembunuhan berencana yang dijelaskan dalam pasal 340 KUHP. 

Keempat, penyidik Densus 88 diduga mengabaikan Undang-Undang Hak Asasi Manusia nomor 39 tahun 1999. Pasalnya antara lain: 

Pasal 4

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan-keadaan apapun dan oleh siapapun.

Pasal 18

Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33

Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya. Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.

Pasal 34

Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.

Karena itu, ISAC meminta kepada Kapolri:

  • Memproses hukum, baik Kode Etik Polri maupun Pidana Umum terhadap oknum penyidik Densus 88 yang melakukan tindakan yang berakibat hilangnya nyawa Siyono.
  • Bersama Jaksa Penuntut Umum demi untuk meyakinkan, demi pembuktian di pengadilan mohon dilakukan rekonstruksi untuk mengakhiri polemik apakah Siyono melakukan perlawanan atau tidak terhadap Densus 88. —Rappler.com

 

BACA JUGA 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!