Kartini-kartini generasi millenial

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kartini-kartini generasi millenial
Dari penulis buku, dokter, musisi, hingga sutradara film.

JAKARTA, Indonesia—Berapa banyak ahli yang berkiprah di bidang pendidikan, bisnis, atau lingkungan? Berapa banyak perempuan di antara mereka? 

Di hari peringatan Kartini yang jatuh pada 21 April ini, Rappler mengumpulkan nama-nama perempuan yang dianggap mewakili generasi millenial atau abad ini. 

Siapa saja mereka? 

Dhyta Caturani, aktivis akar rumput 

POLITIK TUBUH. Dhyta Caturani, aktivis perempuan, mengatakan "My body is not a democracy". Foto koleksi Kartika Jahja.

Nama Dhyta Caturani tak asing lagi di kalangan aktivis mahasiswa angkatan 1998. Ia termasuk satu dari sekian mahasiswa yang turun ke jalan dan menggulingkan rezim Suharto. 

Teman-teman seperjuangannya kini telah menjadi pejabat bahkan anggota dewan. Tapi Dhyta memilih tetap konsisten di akar rumput. 

Dhyta terbilang aktif di beberapa kegiatan seperti Festival Belok Kiri hingga Pemutaran Film Pulau Buru Tanah Air Beta karya Rahung Nasution dan Whisnu Yonar. 

Dhyta juga termasuk aktivis yang giat membela hak-hak penyintas korban tragedi 1965 hingga kelompok perjuangan perempuan. 

Ia selalu berada di garda depan untuk isu-isu hak asasi manusia. 

Dian Pelangi, pelopor fesyen muslimah  

COVER MAJALAH. Dian Pelangi jadi cover majalah Business of Fashion. Foto dari instagram @DianPelangi

Namanya sudah mendunia, setidaknya ia pernah terpilih menjadi salah satu model cover majalah Business of Fashion asal London, Inggris, belum lama ini. 

Di cover majalah tersebut, Dian berdampingan dengan co-founder Instagram Kevin Systrom, dan beberapa model lainnya seperti A Bumika Arora dari India, Lucky Blue Smith, Chris Lee, Gigi Hadid dari Amerika, personel Big Bang Kwon Ji Yong alias G-Dragon, dan direktur kreatif Balmain Paris Olivier Rousteig.

Di edisi khusus ini, BoF juga mencatumkan nama 500 orang yang dianggap berpengaruh di dunia fashion, antara lain desainer kawakan Karl Lagerfeld dan adik Kim Kardashian, Kendall Jenner.

Dian, yang disebut sebagai ikon budaya pop oleh BoF yang mewakili anak muda, dianggap berhasil menyajikan busana muslim yang modern. Tema pelangi yang digunakan Dian, menurut BoF, berhasil membawa gaya berbusana muslim mendunia, serta menginspirasi dan membuat pasar busana muslim berkembang, khususnya di Indonesia dan Malaysia. 

Dian berhasil menyelenggarakan peragaan busana di Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Dubai, Mesir, Kuwait, Yordania, dan di ajang peragaan busana tingkat nasional Jakarta Fashion Week.

Dian juga memiliki latar belakang pendidikan fashion yang baik, yakni di École Supérieur des Arts et Techniques de la Mode di Paris pada 2008.

Kartika Jahja, musisi dan feminis 

MUSISI. Kartika Jahja, vokalis Tika & The Dissident. Foto diambil dari Facebook.

Kartika kerap memadukan musik dan pemikiran kritis. Ia tidak hanya ingin bermusik, tapi juga mengajak pendengarnya untuk peka terhadap isu sosial, terutama perempuan. 

Terakhir ia menerbitkan proyek Tubuhku Otoritasku. Lewat sebuah foto suasana di belakang layar pembuatan video Tubuhku Otoritasku, vokalis Tika & The Dissident ini mengajak penikmat musik, terutama kaum perempuan, untuk mendefinisikan kembali tubuhnya.

Mengapa Kartika mengambil tema tubuh perempuan? “Karena selama ini tubuh perempuan mengalami banyak sekali aturan, penghakiman, dieksploitasi, dipermalukan, bahkan dijadikan obyek kekerasan. Sampai seakan kita nggak punya kuasa atas tubuh kita sendiri,” kata Kartika. 

Farwizah Farhan, putri lingkungan hidup

AKTIVIS LINGKUNGAN. Farwiza Farhan, putri asal Aceh ini dipilih menjadi finalis yang bakal menerima penghargaan dan hadiah Whitley Awards. Foto diambil dari Facebook.

Namanya langsung membuat hampir semua perempuan iri karena berpose bersama bintang peraih Oscar Leonardo Dicaprio di Aceh.

Farwiza Farhan, putri asal Aceh ini, kemudian dipilih menjadi finalis yang bakal menerima penghargaan dan hadiah Whitley Awards senilai 35.000 poundsterling (Rp650 juta) untuk mendanai projek pelestarian hutan di kawasan ekosistem Leuser.

Menurut sumber, Farwiza Farhan dipilih atas kontribusinya dalam meluncurkan Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) yang menggugat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk membatalkan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW Aceh pada Januari lalu.

Penghargaan yang dijuluki sebagai “Green Oscars” tersebut diikuti oleh 130 pelamar dari seluruh dunia yang bergerak di bidang lingkungan dan dihadiri oleh para pakar dan aktivis lingkungan sedunia.

Sebelumnya, Farwiza,  yang merupakan co-founder dari Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), sebuah LSM yang bertujuan untuk melindungi keberlanjutan jangka panjang di wilayah hutan di Aceh, dan beberapa aktivis lingkungan Aceh lainnya, turut mendapat sumbangan dari aktor Leonardo sebanyak US$3.2 juta atau setara Rp44 miliar untuk pemeliharaan keberlangsungan Ekosistem Leuser.

Okky Madasari, penulis buku 

OKKY MADASARI. Okky Madasari adalah penulis novel Entrok, 86, Maryam, hingga Pasung Jiwa. Foto oleh Facebook.

Entrok yang merupakan novel pertamanya langsung mendapat sambutan dari pembaca buku di tanah air. Ia kemudian memproduksi novel-novel selanjutnya. 

Nama Okky pun semakin melambung setelah mendapat penghargaan Khatulistiwa pada 2012 untuk karyanya, Pasung Jiwa

Okky selalu konsisten mengangkat tema kontemporer sejak 2010. Di novel terakhirnya Kerumunan Terakhir, Okky juga mengambil tema yang sama, yakni teknologi dan media sosial. 

Selain menulis buku, Okky aktif di komunitas Sastra Masuk Kampung yang bertujuan untuk melestarikan sastra di kampung-kampung. Selain itu, Okky juga aktif di perkumpulan sastrawan se-Asia Tenggara. Pada Mei nanti ia akan menjadi panitia Asean Literary Festival. 

Alissa Wahid, aktivis Gusdurian

Alissa Wahid memperjuangkan kaum tertindas. Foto dari Facebook

Sepeninggal ayahnya, mantan Presiden Abdurahman “Gus Dur” Wahid, Alissa menyibukkan dirinya di bidang sosial dan pendidikan. Ia rajin turun ke lapangan. Pada 2011, misalnya, Ketua Jaringan Gus Durian ini mendatangkan guru formal ke sekolah di daerah Glagahrejo, Cangkringan, Sleman.

Pada saat itu, guru di Sekolah Dasar tersebut menolak mengajar karena terganjal masalah internal. “Permasalahan ini seperti dua gajah yang berkelahi. Guru tidak mau mengajar karena belum dapat instruksi dinas. Di sisi lain anak-anak terus datang ke sekolah,” kata Alissa waktu itu. 

Selain aktif di bidang pendidikan, ia juga peduli pada isu toleransi beragama. Ia aktif mengikuti diskusi lintas agama bersama Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan komunitas lainnya.

Terakhir, dia sangat vokal terhadap kasus yang membelit warga Rembang terkait ekspansi PT Semen Indonesia di Jawa Tengah. Alissa mendesak pabrik semen raksasa tersebut untuk menghentikan kegiatan pembangunan pabrik semen di Rembang. Melalui media sosial dan jaringan Nahdlatul Ulama (NU), Alissa bergerak mendukung perjuangan ibu-ibu Rembang. 

Asrida Elizabeth, sutradara film

SUTRADARA PEREMPUAN. Asrida Elisabeth adalah sutradara film “Tanah Mama” yang diputar untuk kalangan terbatas di Jakarta pada akhir Desember 2014 lalu. Film itu bercerita tentang perempuan. Foto diambil dari Facebook.

Ketika film Tanah Mama diputar untuk kalangan terbatas di Jakarta akhir Desember 2014 lalu, para penonton mengarahkan perhatian pada dua hal: film itu sendiri dan sutradara Asrida Elisabeth.

Asrida memang termasuk pendatang baru di dunia perfilman, tentu tak setenar nama sutradara film Arisan, Nia Dinata. 

Dan, tampaknya tak ada yang menyangka bahwa ia berasal dari Flores, mengingat masih sangat langka orang Flores yang masuk di dunia perfilman, apalagi menjadi sutradara.

Asrida lahir di Kampung Nanga, sebuah daerah yang agak terpencil di Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai. Film Tanah Mama adalah karya perdananya.

Fim ini, kata dia, merupakan bagian dari upaya mengangkat ke publik apa yang dialami mama-mama Papua, yang sedang berjuang menghadapi rumitnya persoalan hidup.

Film Tanah Mama, bagi Asrida, semacam bentuk kristalisasi perjumpaan langsung dengan persoalan di Papua, di mana yang menjadi kelompok rentan adalah perempuan. 

Ken Setiawan, aktivis Hak Asasi Manusia

ANAK PENYINTAS. Ken Setiawan adalah anak Hesri Setiawan, penyintas 65. Foto diambil dari twitter.

Namanya muncul saat pemutaran Film Pulau Buru Tanah Air Beta sempat dilarang untuk diputar. Ken adalah anak dari Hersri Setiawan, tahanan politik dan tokoh utama di film itu. 

Tapi Ken sebenarnya sudah aktif menyuarakan tentang isu hak-hak asasi manusia, jauh sebelum ia dikenal lewat film Pulau Buru. 

Ia adalah peneliti di Universitas Melbourne dan meski tinggal di negeri seberang, Australia, Ken tetap aktif menyuarakan isu HAM, termasuk tentang pengungkapan kebenaran atas dijebloskannya ratusan ribu tahanan politik pada 1965. 

Ia berbicara pada dunia internasional tentang apa yang dialami oleh ayahnya dan ratusan ribu tahanan politik lainnya. 

Tulisannya bisa dibaca di situs Ingat65. 

Ana Agustina, pengajar muda 

PENDIRI SEKOLAH. Ana Agustina adalah pendiri Sekolah Rumpin. Foto diambil dari twitter.

Sebuah sekolah alternatif berdiri di tanah sengketa di Rumpin, Bogor. Lembaga pendidikan nonformal ini digagas sejumlah relawan dan warga setempat. Salah satu tujuannya adalah mencegah dampak buruk akibat konflik bagi psikologis anak. Materi yang diajarkan pun menonjolkan nilai-nilai empati dan keberanian menghadapi masalah.  

Sawah luas yang  digarap puluhan petani, warga Kampung Cibitung, Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat terbentang luas. Di sana berdiri  bangunan milik TNI Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

Bangunan tersebut  terlihat menonjol di antara hamparan hijau sawah dan perairan  serupa danau. Namun daerah itu menyimpan bara konflik sengketa tanah antara warga setempat dengan TNI AURI sejak 2007 silam. 

Dua tahun lalu kasus ini sempat meruncing. Saat itu warga Rumpin meminta hak atas tanahnya kepada TNI. Akibatnya bentrokan antara aparat dan warga pecah. Konflik menyebabkan derita bagi warga, termasuk anak-anak  Rumpin. 

Sejumlah aktivis, pendamping warga lantas menggagas berdirinya sekolah alternatif, pada April tahun lalu. Salah satu penggagasnya adalah Ana Agustina.  

Maria Rumateray, Dokter di pedalaman Papua 

DOKTER DI PEDALAMAN. Dokter Maria Rumateray atau dokter Mia, seorang perempuan Papua yang mengabdikan dirinya dengan sepenuh hati untuk masyarakat Papua sampai ke pelosok pedalaman Papua. Foto diambil dari Facebook.

Mutiara dalam Noken, sebuah video dokumenter dalam serial Papuan Voices II, menceritakan tentang dokter Maria Rumateray atau dokter Mia. 

Mia adalah seorang perempuan Papua yang mengabdikan diri sepenuhnya untuk masyarakat Papua. Ia menjadi dokter terbang sehingga dapat menjangkau masyarakat yang membutuhkan bantuan medis di wilayah terpencil. Lihat filmnya di sini. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!