Indonesia

Kelompok Abu Sayyaf eksekusi sandera asal Kanada

Agence France-Presse

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kelompok Abu Sayyaf eksekusi sandera asal Kanada
John Ridsdel dieksekusi setelah tenggat waktu pemberian uang tebusan lewat. Sementara, sandera asal Indonesia dikabarkan dalam keadaan baik.

JAKARTA, Indonesia – Sebuah potongan kepala pria asing ditemukan dibuang di sebuah pulau terpencil di Filipina selatan pada Senin, 25 April. Otoritas yang berwenang mengatakan potongan kepala itu ditemukan beberapa jam usai tenggat waktu pemberian uang tebusan bagi dua sandera asal Kanada dan satu warga Norwegia berakhir.

Dalam sebuah video yang dirilis oleh Abu Sayyaf di media sosial, mereka menuntut uang tebusan sebesar 1 miliar Peso atau setara Rp283 miliar bagi setiap sandera warga asing. Namun, belakangan, nominal uang tebusan bagi salah satu warga Kanada bernama John Ridsdel turun menjadi 300 juta Peso atau Rp84 miliar.

“Kami menemukan sebuah kepala di dalam kantong plastik,” ujar Kepala Polisi Provinsi Wilfredo Cayat.

Menurut sumber kepolisian, dua pria yang mengendarai sepeda motor melempar benda yang telah terbungkus kepada sekelompok pemuda yang akan bermain bola basket di Kota Barangay Walled di Pulau Jolo. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 19:35 waktu setempat pada Senin, 25 April.

Lebih jauh, Wilfredi mengatakan ciri fisik kepala yang ditemukan merupakan seorang pria kaukasia. Tetapi, menurutnya tidak mungkin untuk bisa langsung mengetahui identitas kepala itu secepatnya. Begitu pula yang disampaikan kepala polisi lokal kepada beberapa jurnalis.

Tetapi belakangan, Pemerintah Kanada mengkonfirmasi bahwa warga mereka telah dieksekusi oleh kelompok Abu Sayyaf. Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau mengaku murka ketika menyampaikan berita itu ke publik pada Senin kemarin.

“Saya murka dengan pemberitaan bahwa seorang warga Kanada, John Ridsdel, yang ditahan di Filipina sejak 21 September 2015, tewas di tangan para penculiknya,” ujar Trudeau.

Aksi pembunuhan terhadap Ridsdel, kata Trudeau, merupakan sebuah tindak pembunuhan berdarah dingin.

“Para teroris yang menculik Ridsdel harus bertanggung jawab,” tuturnya.

Trudeau mengatakan akan terus menjalin kerjasama dengan Pemerintah Filipina untuk memberantas tindak terorisme.

Ridsdel diculik bersama satu turis Kanada, Robert Hall, satu warga Norwegia, Kjartan Sekkingstad, dan satu warga Filipina, Marites Flor. Mereka tengah berlayar di atas sebuah kapal yacht di Pulau Samal dekat dengan kota Davao dan berjarak lebih dari 500 kilometer dari Jolo.

Abu Sayyaf telah memberikan tenggat waktu bagi Pemerintah Kanada untuk membayar uang tebusan pada Senin, 25 April. Jika tuntutan itu tidak dipenuhi maka pria berusia 68 tahun itu akan dipenggal.

Perintah penyelamatan

Eksekusi terhadap salah satu warga asal Kanada ini dilakukan pasca Presiden Filipina Benigno Aquino III memerintahkan militer mereka untuk mengintensifkan upaya penyelamatan terhadap 4 sandera. Aquino memerintahkan pejabat sementara Kepala Angkatan Bersenjata Filipina, Letnan Jenderal Glorioso Miranda dan Kepala Polisi Nasional (PNP) Direktur Jenderal Ricardo Marquez agar segera melancarkan operasi militer dan penegakan hukum untuk menyelamatkan sandera.

Lalu, bagaimana nasib sandera asal Indonesia? Rappler mencoba menghubungi Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, tetapi tidak diangkat. Begitu juga dengan pesan pendek yang Rappler kirim tidak direspons.

Namun, menurut pengamat terorisme Wawan Purwanto yang memiliki koneksi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kondisi 14 WNI dalam keadaan baik. Wawan menjelaskan kendati uang tebusan sebesar Rp 14,2 miliar telah siap dibayarkan oleh pihak perusahaan pemilik kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12, namun rasa percaya di antara kedua pihak belum terbangun. Khususnya setelah kelompok Abu Sayyaf membunuh dua negosiator yang dikirim untuk membebaskan 4 sandera asal Malaysia.

“Sekarang tidak ada jaminan apakah setelah kita membayar uang tebusan, kemudian mereka akan membebaskan sandera toh?” ujar Wawan kepada Rappler melalui telepon pada Senin malam, 25 April.

Wawan menjelaskan kedua negosiator itu dibunuh oleh Abu Sayyaf karena mengetahui mereka mewakili Pemerintah Filipina. Dia juga menilai pernyataan Aquino untuk segera membebaskan empat sandera dengan operasi militer, justru lebih bermuatan politis.

“Karena di sana kan saat ini tengah memasuki periode kampanye jelang pemilu. Akan lebih aman jika Pemerintah Filipina tak perlu mengumumkan hal itu dan melakukan operasi senyap,” tutur Wawan.

Somalia baru

Selain menyandera 18 warga Indonesia dan 4 pelaut Malaysia, Abu Sayyaf juga menyekap seorang warga Belanda yang diculik pada tahun 2012. Hingga kini, nasibnya pun belum jelas.

Kelompok Abu Sayyaf telah dimasukkan ke dalam daftar organisasi teroris oleh Amerika Serikat. Mereka beroperasi di Pulau Jolo dan pulau-pulau lain di sekitarnya.

Sejak tahun 1970an, kelompok Abu Sayyaf telah menewaskan 100 ribu orang. Mereka dituding bertanggung jawab dalam berbagai serangan teror, termasuk serangan bom di atas kapal feri di Teluk Manila pada tahun 2004 yang menewaskan lebih dari 100 orang dan penculikan terhadap puluhan warga asing di Filipina selatan serta area di sekitar utara Pulau Kalimantan.

Pemimpin Abu Sayyaf baru-baru ini menyatakan janji setia kepada kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Tetapi, menurut para pengamat, mereka hanya fokus kepada kepentingan ekonomi dengan melakukan penculikan atau meminta uang tebusan ketimbang perang ideologi.

Pasca aksi penculikan ini, Pemerintah Indonesia berencana untuk membentuk sebuah pusat krsis yang dikepalai langsung Presiden Joko Widodo. Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan menyebut pusat krisis itu dibentuk untuk menghadapi situasi keamanan yang melibatkan warga Indonesia di luar negeri.

“Di dalam pusat krisis ini juga terdapat para menteri senior, militer dan kepala kepolisian dan akan disiapkan untuk merespons dengan cepat situasi yang bisa menimbulkan dampak strategis,” ujar Luhut pada Senin, 25 April di kantornya sebelum bertolak ke Istana Negara.

Dia berharap pusat krisis itu bisa beroperasi secepatnya. Selain pembentukan pusat krisis, Luhut juga menyampaikan pada 3 Mei mendatang akan digelar pertemuan tiga Menteri Luar Negeri di Jakarta untuk membahas rencana patroli bersama di wilayah perairan yang rawan terjadi tindak kejahatan. Luhut menyebut tidak ingin ada Somalia baru di wilayah perairan di sekitar Filipina selatan. – dengan laporan Santi Dewi/Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!