Indonesia

Ancaman Abu Sayyaf: Mengapa Laut Sulu penting untuk Indonesia?

Kanis Dursin

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ancaman Abu Sayyaf: Mengapa Laut Sulu penting untuk Indonesia?
Jalur Laut Sulu merupakan 'jalan pintas' ekspor dari Indonesia tengah dan timur ke negara-negara Asia Timur

 

JAKARTA, Indonesia – Bila tidak ada aral melintang, menteri luar negeri dan panglima angkatan bersenjata dari Filipina, Malaysia, dan Indonesia akan bertemu di Jakarta pada Kamis, 5 Mei, untuk membahas patroli bersama di Laut Sulu, Filipina selatan.

Pertemuan dan rencana patroli bersama tersebut merupakan jawaban atas ‘teror’ yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf yang menyandera 10 awak kapal asal Indonesia di Filipina selatan pada 23 Maret lalu.

Seberapa penting keamanan Laut Sulu bagi Indonesia?

Menurut Nofrisel, ketua Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Laut Sulu mempunyai arti strategis bagi perdagangan Indonesia, terutama dengan negara-negara di Asia Timur dan Pasifik.

“Memang sekarang volume barang yang diangkut lewat Laut Sulu masih relatif kecil, sekitar 10 kapal cargo setiap hari, tetapi jalur tersebut akan semakin penting seiring dengan tumbunya ekspor dari Indonesia bagian tengah dan timur,” kata Nofrisel kepada Rappler pada Senin, 2 Mei.

Indonesia mempunyai tiga jalur laut untuk kepentingn ekspor dan impor. Jalur pertama, juga disebut jalur barat, melewati Selat Karimata di barat Kalimantan, terus ke Laut China Selatan atau Selat Malaka.

Jalur kedua, jalur tengah, melewati Selat Makassar di antara Pulau Kalimantan dan Sulawes ke Laut Sulu dan terus ke Samudera Pasifik atau Laut China Selatan, dan jalur ketiga, atau jalur timur, melewati laut di antara Pulau Sulawesi dan Maluku ke Laut Sulu untuk terus ke Laut China Selatan atau Samudera Pasifik.

Kebanyakan kapal cargo yang melewati Laut Sulu, menurut Nofrisel, membawa batubara dan komoditas ke China, Jepang, Korea Selatan, dan Filipina.

Ke-10 awak kapal yang disandera kelompok Abu Sayyaf, misalnya, sedang dalam perjalanan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan ke Batangas, Filipina tengah membawa sekitar 7.000 ton batubara. Setelah lebih dari satu bulan disandera, ke-10 warga negara Indonesia itu dibebaskan pada MInggu, 1 Mei.  

Sampai saat ini, menurut Nofrisel, hampir semua ekspor dan impor Indonesia dilakukan melalui jalur barat. “Tetapi itu karena infrastruktur seperti pelabuhan dan administrasinya ada di barat. Kelak, ketika infrastruktur di Indonesia tengah dan timur sudah siap, ekspor ke negara Asia Timur dan Pasifik bisa melalui jalur tengah atau timur,” katanya.

Tetapi terlepas dari volume barang yang diangkut melalui Laut Sulu, menurut Nofrisel, ancaman keamanan seperti pembajakan akan menimbulkan high cost yang merugikan baik importir maupun eksportir.

“Di era perdagangan bebas seperti sekarang, ancaman keamanan, betapa pun kecilnya, akan menimbulkan high cost dan itu menjadi penghambat free flow of goods,” ujar Nofrisel.

Sejak 31 Desember 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai berlaku di mana 10 negara anggota sepakat untuk menghilangkan pajak impor untuk hampir semua komoditas.  Rappler.com

 BACA JUGA:

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!