Ibu-ibu Kendeng ajukan PK ke PTUN Semarang

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ibu-ibu Kendeng ajukan PK ke PTUN Semarang
Perjuangan ibu-ibu Kendeng disertai doa petani

SEMARANG, Indonesia — Kedua tangan Patmi menggenggam erat bendera Merah Putih di depan gerbang Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN) Semarang, Rabu, 4 Mei. 

Sedari pagi, ia duduk di situ sembari ditemani beberapa perempuan lainnya asal Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang dikenal sebagai Kartini Kendeng.

Di depan gedung PTUN, juga terhampar ratusan kendi yang diikat kain Merah Putih serta caping yang bertuliskan “Tolak semen”. Ada brokohan atau nasi tumpeng yang disajikan di atas tampah bambu sebagai sajian kala mereka lapar.

Patmi merupakan salah satu perempuan Kendeng yang ikut menyemen kaki tatkala menggelar aksi damai di depan Istana Negara, Jakarta, pada April lalu.

“Saya ke sini (PTUN Semarang) untuk mendaftarkan berkas peninjauan kembali (PK) kasus pabrik semen,” kata Patmi kepada Rappler, Rabu.

Perempuan 45 tahun ini seolah ingin menegaskan bahwa semangatnya untuk menghalau pembangunan pabrik semen di kampungnya tak pernah padam. Ia rela meninggalkan suami dan kedua anaknya demi mengawal pendaftaran PK ini.

Patmi menempuh perjalanan 3,5 jam dari Pati naik bus. Tempat yang pertama ia tuju ialah Gedung Kesenian Semarang, Sobokarti.

“Begitu tiba, saya langsung ikut acara berdoa bersama teman-teman lainnya di Sobokarti. Rasa capek pasti ada, tapi demi memenangkan gugatan, apapun saya lakukan,” kata Patmi.

Kidung Kendeng sebagai penyemangat warga

Ratusan kendi yang diikat kain Merah Putih serta caping yang bertuliskan “Tolak semen”. Foto oleh Fariz Fardianto/Rappler

Doa petani, atau yang disebut sebagai acara Kidung Kendeng, merupakan salah satu upaya untuk memompa semangat sebelum mendaftarkan PK di PTUN.

“Semalam sudah berdoa biar terkabul kajatnya,” kata Warsi, seorang perempuan Kendeng lainnya.

“Kita semua yakin banding yang diajukan hari ini pasti diterima pengadilan. Pokoknya menang,” ujarnya yang diamini oleh Patmi.

Sementara itu, PK diajukan atas putusan PTUN Semarang No. 064/G/2015/SMG tertanggal 16 April 2015 dan putusan banding PTUN Surabaya No. 135/B/2015/SBY tanggal 3 November 2015. 

Upaya PK kali ini menjadi aksi terakhir warga Kendeng sebagai upaya menghalau pabrik semen dari wilayahnya.

Joko Prianto, perwakilan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), berpendapat bila pendirian pabrik semen di kawasan pegunungan karts Kendeng banyak dimanipulasi pihak-pihak tertentu.

Tim kuasa hukum petani Kendeng telah menemukan bukti baru (novum), terutama dokumen pernyataan saksi palsu yang menyebutkan bila dirinya hadir dalam sosialisasi pembangunan pabrik semen.

“Jadi 22 Juni 2013, dikatakan oleh mereka (tergugat), bahwa saya hadir saat sosialisasi. Tapi kenyataannya tidak. Saya saat itu berada di Pontianak. Ini jelas-jelas sebuah kebohongan,” ujar Joko.

Ia juga mengaku punya bukti pembelian tiket dan surat pernyataan dari PT Garuda Indonesia jika ia benar-benar naik pesawat Garuda tujuan Pontianak.

“Itu jadi salah satu bukti baru bagi kami bahwa sejatinya mereka telah berbuat jahat dengan memalsukan kehadiran saya,” ujarnya.

Rencana pembangunan pabrik semen, katanya, kini juga telah memecah belah persatuan antar warga Kendeng. Di satu sisi ada yang pro pabrik semen, namun di sisi lain ada pihak yang kontra.

“Jangan lagi mengusik ketenangan kami dengan janji kesejahteraan hidup lebih baik dengan menjadi pekerja pabrik semen. Sementara tanah warga hancur dan mata air hilang,” ucap Joko.

“Bila akhirnya kedzaliman tetap menang dalam perkara ini, kiranya alam dan Ibu Pertiwi sendiri yang akan mengadili dengan caranya,” papar Joko.

Di lain pihak, Wakil Panitera PTUN Semarang, Tulus Wiji Prasojo, telah menerima berkas PK dari tangan ibu-ibu Kendeng. Penyerahan PK disertai dokumen empat penemuan alat bukti baru.

“Setelah ini, kita cek kelengkapan dokumennya lalu ditandatangani. Selanjutnya menunggu memori hakim yang mengajukan PK baru bisa dikirimkan ke Mahkamah Agung,” kata Tulus. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!