Hari Ibu Sedunia: Menjadi sahabat dan orangtua bagi anak

Lita Iqtianti

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Hari Ibu Sedunia: Menjadi sahabat dan orangtua bagi anak
Pada International Mother’s Day ini, ibu didorong untuk memisahkan antara cinta dan logika

Bicara tentang alkohol, rasanya barang yang satu ini paling gampang disalahkan untuk segala tindak kekerasan. Katanya, pemerkosaan bisa terjadi gara-gara minum miras (ingat kasus YY, kan?). Konon pelajar kalau mau tawuran, minum miras dulu supaya lebih gagah berani. Atau bahkan seorang teman mengaku kalau habis minum alkohol, bahasa Inggrisnya jauh lebih jago dibanding dalam kondisi sadar.

Apa iya begitu?

Sebelum bicara lebih jauh, mari kita pahami dulu bagaimana alkohol bekerja, seperti yang dikutip dari situs science.howstuffworks.com:

Alcohol affects brain chemistry by altering levels of neurotransmitters. Neurotransmitters are chemical messengers that transmit the signals throughout the body that control thought processes, behavior, and emotion.

(Alkohol mempengaruhi otak dengan mengubah tingkat neurotransmitter. Neurotransmitter adalah cairan kimia yang mengantarkan sinyal keseluruh tubuh yang mengontrol proses berpikir, berperilaku, dan emosi manusia).

Lebih lanjut, alkohol bisa memicu kadar elektolit dalam tubuh, membuat tubuh lunglai, memicu otak untuk mengeluarkan kalimat kasar, dan menaikkan hormon dopamine yang ada di otak bagian reward. Hormon ini menciptakan kenikmatan saat seseorang mengonsumsi alkohol. 

Sekadar informasi, dopamine ini adalah sebuah hormon yang levelnya naik terus. Misalnya, kita biasa mengonsumsi segelas bir sudah merasa nikmat, maka untuk seterusnya kita butuh lebih dari segelas untuk merasakan kenikmatan yang sama.

Saya pribadi cukup paham bagaimana alkohol bekerja dalam tubuh seseorang. Ya, efeknya memang berbeda-beda pada setiap orang. Enggak semua orang bisa langsung mabok begitu menenggak hingga 5 botol miras. Tapi ada juga seorang teman yang langsung teler walaupun hanya menenggak sebotol minuman dengan level alkohol di bawah 5 persen. 

Bicara mengenai alkohol, bisa panjang nih. Masing-masing dari kita pasti pernah memiliki pengalaman atau hanya sekadar cerita menarik dari pengalaman temannya. 

Kalau dulu sih seru saja melihat seorang teman yang kalau mabok bak dalang alias ngomong semalam suntuk. Atau kocak melihat teman yang setelah nenggak miras jadi agresif nyosor sana sini. 

Setelah menjadi seorang ibu, saya rada ngeri-ngeri sedap mengenai pergaulan anak muda zaman sekarang. Enggak usah jauh-jauh bicara narkoba, seks bebas, dan sebagainya, masalah alkohol yang lebih mudah didapat saja sudah merinding. 

Katanya nih, kalau ibu jadi sahabat bagi anak harusnya hidup saya relatif lebih tenang karena anak akan lebih terbuka pada kita. Kenapa bebannya ada di ibu ya? Yaaa… menurut hemat saya, ibu itu bonding sama anaknya sudah otomatis. Gimana enggak, wong 9 bulan berbagi nafas, darah, detak jantung, kok! Tinggal nge-groom apa yang sudah ada menjadi persahabatan, kan? Eh, tapi sahabat anak yang macam apa dulu ya?

Saya punya seorang teman yang hidupnya tak bisa pisah dari alkohol. Tak hanya di kantor, di tempat nongkrong, bahkan sampai di rumah. Saya heran, kok boleh sama ibunya? (mohon maaf, di keluarga saya alkohol masih menjadi hal yang tabu untuk dipejengin). 

Menurut dia, ibunya asik. Sang ibu malah ngomong ke teman ini, “Lo mau minum berapa banyak pun sampai nggak bisa bangun, yang penting lakukan itu di rumah. Kalau di luar rumah malah bikin malu!”.

Hasilnya, memang sih si teman ini tak bisa lepas dari alkohol, tapi saat di luar rumah ia hanya mengonsumsi alkohol seperlunya saja. Tak berlebihan. 

Berpengaruhkah pada kondisi emosinya? Enggak tau juga, ya. Tapi yang pasti, dalam keadaan sober alias sadar pun ia memang cenderung lebih agresif dan temperamental. Saya jadi mikir, gimana nasib kalau dia berkeluarga ya, yang notabene berarti dia mengonsumsi miras di rumah? Anak istrinya gimana?

Sahabat yang lain yang memiliki anak usia remaja mengklaim dirinya adalah sahabat anaknya. Sejak dini, sahabat saya ini berbagi tugas dengan suaminya. Ibu menjadi sahabat bagi anak, sementara ayah yang menjadi orangtua. Ia menanamkan kepercayaan pada anak-anaknya, termasuk membolehkan si anak pergi menginap bersama teman-teman selama beberapa hari. Tapi hal ini, tentu saja dengan komitmen tertentu. Ya, there’s no free lunch kan yaaa…

Komitmennya adalah, si anak wajib melaporkan setiap kegiatannya selama terpisah dari orangtua lengkap dengan foto. Kok si anak mau? Ya mau, kan itu bagian dari komitmen antara anak dan orangtua. 

Apa enggak terkekang? Terbukti enggak, sih. Karena sudah dibiasakan sejak dini, maka hal ini kemudian menjadi kebiasaan bagi si anak. Malah katanya kalau enggak lapor ke ibunya berasa ada yang kurang. 

Terlepas dari dua cerita di atas, ada juga tokoh parenting yang bilang bahwa orangtua (dalam hal ini ibu) seharusnya jangan jadi sahabat bagi anak. Menurutnya, ibu memiliki 2 peran, yaitu peran secara emosional dan fungsional. Contoh peran emosional adalah saat ibu meninabobokan anak menjelang tidur, memeluknya, dan seterusnya.

Sementara peran fungsional adalah saat ibu mengganti popok, memasak makanan untuk anak, dan sebagainya. Memahami dua batasan ini sangat penting bagi orang tua. 

Nah, secara fungsional, seorang ibu (kenapa ibu? Karena biasanya perempuan rada sulit memisahkan antara cinta dan logika) harus mampu mengenalkan pada anak apa yang pantas atau tidak, apa yang aman dan tidak, apa yang diinginkan dan dibutuhkan, dan seterusnya.

Sulit? Ya memang. Namanya juga jadi ibu, di mana ketika seseorang menyandang status ini maka harus standby 24 jam sehari, 365 hari setahun, enggak ada libur dan enggak bisa resign.

Happy international mother’s day! —Rappler.com

Lita Iqtianti adalah Content Strategist Rappler Indonesia. Ia dapat disapa di Twitter, @nenglita.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!