Bentrok pecah di Dadap, 6 warga dan 2 polisi terluka

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bentrok pecah di Dadap, 6 warga dan 2 polisi terluka

ANTARA FOTO

Warga menginginkan dialog, tapi bentrok tak terelakkan.

JAKARTA, Indonesia— Rencana penggusuran yang akan dilakukan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar di wilayah Dadap tak berjalan mulus. Warga tetap menolak meski Surat Peringatan kedua (SP2) telah diberikan. 

Akibatnya bentrok pecah pada siang ini, Selasa, 10 Mei. Enam warga dan dua polisi dilaporkan terluka. 

“Enam warga jadi korban kekerasan kepolisian, ada yang terkena peluru panas. Satu orang bahkan terluka parah, dan ditolak rumah sakit saat akan dirujuk,” kata Ijul, warga Dadap pada Rappler.  

Sementara itu, media melaporkan, dua orang petugas polisi mengalami luka-luka akibat bentrok tersebut.  

Menurut keterangan pihak polisi, petugas gabungan yang hari ini mengagendakan penyampaian SP2 pada warga pagi tadi. 

Saat kericuhan terjadi, polisi menembakkan gas air mata. 

Keterangan terkait jumlah korban luka tersebut diklarifikasi oleh pengacara publik LBH Tigor Gempita Hutapea. Namun pihaknya belum dapat memberikan laporan pandangan lapangan karena kawasan Dadap saat ini masih mencekam. 

Apa alasan warga menolak penggusuran? 

Masyarakat Nelayan Dadap, Tangerang mengatakan rencana penggusuran itu tidak sesuai dengan rencana awal, yakni penertiban lokalisasi.

Tepatnya pada 26 April lalu, sebuah Surat Peringatan I yang dikeluarkan oleh Bupati Tangerang Zaki Iskandar nomor 301/1081-SPPP menyatakan mereka harus membongkar tempat tinggal mereka.

Di surat itu tertera alasan pembongkaran untuk program penertiban Indonesia Bebas Prostitusi 2019 yang dicanangkan oleh Kementerian Sosial. (BACA: 99 titik lokasi penertiban lokalisasi di Indonesia)

Surat itu juga mengatakan warga yang memiliki bangunan atau tempat usaha 5-10 meter di sisi kanan jalan dan 10-20 meter di sisi kiri jalan di Kampung Baru Dadap Kecamatan Kosambi harus membongkar sendiri properti mereka.

Alih-alih langsung mendukung, warga malah bingung. Menurut mereka bangunan di lokalisasi sudah dimusnahkan sejak dua bulan lalu. Tepatnya saat warga dikumpulkan oleh Lurah Dadap pada 14 Maret lalu.

Sosialisasi berkedok penertiban lokalisasi

Soal ini, Waisul Kurnia, 33 tahun, menuturkan warga awalnya dikumpulkan di Rumah Kawin 9 Saudara untuk diberikan sosialisasi tentang penertiban lokalisasi. Sekitar 117 warga hadir dalam pertemuan tersebut.

Sosialisasi itu dikawal ketat oleh 550 aparat gabungan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Warga digeledah satu per satu saat memasuki ruangan. “Mirip standar protokoler bertemu dengan presiden,” katanya.

Acara dibuka oleh Sekretaris Daerah setempat. “Awalnya tentang lokalisasi, lalu semuanya melenceng jadi penggusuran ke pemukiman warga. Sekda bilang warga akan dibuatkan rumah susun dan Islamic Center,” katanya.

Waisul kemudian menimpali: “Kenapa harus Islamic Center, Pak? Yang kami butuhkan adalah pusat perdagangan ikan untuk nelayan,” katanya. Ia tak habis pikir dengan rencana itu.

Terkait reklamasi Teluk Jakarta?

Selain isu lokalisasi, warga mencurigai penggusuran tempat tinggal mereka terkait dengan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Misbah mengatakan informasi itu ia terima dari televisi saat sang bupati diperiksa sebagai saksi kasus anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI, Mohamad Sanusi dalam kasus reklamasi.

Di keterangannya, Zaki Iskandar mengungkap tentang rencana pembangunan jembatan yang menghubungkan Dadap dengan salah satu pulau reklamasi di pantai utara Jakarta.

Ia bahkan mengaku sudah menyetujui proposal pembangunan itu. Tapi belum ada kesepakatan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

Kampung nelayan Dadap memang berhadapan langsung dengan area pembangunan Pulau A, B, dan C. 

Utamakan dialog

Sementara itu, hingga berita ini dibuat, kondisi di Dadap masih belum pulih. “Masih ricuh,” kata Ijul. 

Di tengah kondisi tersebut, warga mengirimkan rilis kepada media. Mereka menuntut tiga hal. 

  • Tarik mundur aparat kepolisian, TNI dan Satpol PP
  • Hentikan pemberian  SP2
  • Lakukan dialog yang tulus dengan warga

Menurut Ijul, warga sebenarnya menginginkan dialog dengan pemerintah. Tapi aparat tampaknya tak menggubris mereka dan tetap menembakkan gas air mata dan peluru karet. —Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!