Nelayan Dadap laporkan polisi ke Komnas HAM

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Nelayan Dadap laporkan polisi ke Komnas HAM
Warga ingin ada dialog dengan bupati, dan aparat diminta menarik diri.

JAKARTA, Indonesia—Nelayan dari Kampung Dadap di Tangerang melaporkan aparat kepolisian ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas dugaan kekerasan saat menertibkan warga yang menolak surat peringatan penggusuran kedua pada Selasa, 10 Mei, kemarin. 

Sebagai bukti kekerasan, perwakilan nelayan tersebut menyerahkan selongsong peluru dan tabung gas air mata yang ditembakkan oleh aparat kepolisian ke masyarakat. 

Perwakilan warga yang melapor adalah Waisul Kurnia, Abdul Halim dan Asmawi. Mereka diterima oleh Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat dan dua staf pengaduan. Mereka menuturkan kronologi kerusuhan di Dadap siang kemarin. 

Menurut Waisul alias Ijul, bentrokan pertama yang terjadi antara warga dan aparat tidak terhindarkan. Saat itu surat peringatan kedua untuk penggusuran, yang akan berdampak pada 7.000 lebih warga yang menempati lokasi pesisir tersebut, diserahkan. Warga menolak dan melawan petugas. 

“Kemudian saya mencoba untuk melakukan negosiasi ke semua pihak, termasuk menghubungi pendamping kami di LBH tapi aparat melakukan akrobat sehingga ricuh kedua terjadi,” kata Ijul saat memberi kesaksian di Komnas HAM, Rabu, 11 Mei. 

Puncaknya, aparat melepaskan tembakan dan melemparkan tabung gas air mata sehingga warga pun berlarian. 

Asmawi termasuk di antara warga yang berlarian. Ia mengaku sesak napas dan tak bisa melihat karena asap gas air mata yang membuat matanya pedih. Ia kemudian merunduk. Sialnya, ada satu tabung gas air mata jatuh tepat di sebelah telinga kirinya. 

Lalu tabung gas itu meledak dan mengakibatkan telinganya berdarah. “Saya tidak tahu siapa saja yang terluka, saya hanya berpikir untuk menyelematkan diri sendiri,” katanya. 

Ditolak klinik 

Usai bentrok, warga yang terluka pun segera dilarikan ke puskesmas terdekat. Sayangnya mereka ditolak dengan alasan luka yang diderita warga cukup parah, sementara puskesmas tak siap. 

Setidaknya enam warga yang terluka dilarikan kembali ke klinik. Mereka sempat ditolak juga. Bersyukur Klinik Yadika Tegar Alur, Jakarta Barat mau menangani mereka.

Asmawi dan satu warga lain yang kakinya tertembus peluru juga mendapat kesempatan untuk merawat lukanya. “Luka di kakinya sampai selebar 15 jahitan,” katanya sambil menunjukkan gambar kepada Ketua Komnas HAM. 

Kronologi penggusuran

Selain soal kekerasan, warga juga menjelaskan tentang kronologi penggusuran yang dianggap janggal. 

Ijul menuturkan, rencana penggusuran itu tidak sesuai dengan rencana awal, yakni penertiban lokalisasi.

Tepatnya pada 26 April lalu, sebuah Surat Peringatan I No. 301/1081-SPPP yang dikeluarkan oleh Bupati Tangerang Zaki Iskandar yang menyatakan mereka harus membongkar tempat tinggal mereka.

Di surat itu tertera alasan pembongkaran untuk program penertiban Indonesia Bebas Prostitusi 2019 yang dicanangkan oleh Kementerian Sosial.

(BACA: 99 titik lokasi penertiban lokalisasi di Indonesia)

Surat itu juga mengatakan warga yang memiliki bangunan atau tempat usaha 510 meter di sisi kanan jalan dan 10-20 meter di sisi kiri jalan di Kampung Baru Dadap, Kecamatan Kosambi harus membongkar sendiri properti mereka.

Alih-alih langsung mendukung, warga malah bingung. Menurut mereka bangunan di lokalisasi sudah dimusnahkan sejak dua bulan lalu, tepatnya saat warga dikumpulkan oleh Lurah Dadap pada 14 Maret lalu di Rumah Kawin 9 Saudara untuk diberikan sosialisasi tentang penertiban lokalisasi. Sekitar 117 warga hadir dalam pertemuan tersebut.

Sosialisasi itu dikawal ketat oleh 550 aparat gabungan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Warga digeledah satu per satu saat memasuki ruangan. 

Acara dibuka oleh Sekretaris Daerah setempat. “Awalnya tentang lokalisasi, lalu semuanya melenceng jadi penggusuran ke pemukiman warga. Sekda bilang warga akan dibuatkan rumah susun dan Islamic Center,” kata salah seorang warga. 

Selain isu lokalisasi, warga mencurigai penggusuran tempat tinggal mereka terkait dengan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Warga mendapatkan informasi itu dari televisi saat sang bupati diperiksa sebagai saksi kasus anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI, Mohamad Sanusi dalam kasus reklamasi. 

Di keterangannya, Zaki Iskandar mengungkapkan rencana pembangunan jembatan yang menghubungkan Dadap dengan salah satu pulau reklamasi di pantai utara Jakarta.

Ia bahkan mengaku sudah menyetujui proposal pembangunan itu. Tapi belum ada kesepakatan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

Kampung nelayan Dadap memang berhadapan langsung dengan area pembangunan Pulau A, B, dan C.

Keterangan ini diperkuat oleh data rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031, yang menyebut area reklamasi mencakup lautan di kawasan Dadap-Kosambi hingga daerah Kronjo. Luasnya hingga dua kali reklamasi di Jakarta, atau mencapai 9 ribu hektar. Akan ada 7 pulau buatan yang dibangun. 

Apa rencana warga selanjutnya? 

Menurut pengacara publik LBH Tigor Gempita Hutapea, setelah menemui Komnas HAM, warga bertolak ke Tangerang untuk bertemu dengan Gubernur Banten Rano Karno. 

Selanjutnya, “Warga mencoba bertemu dengan staf kepresidenan, tapi baru mengontak Ibu Jaleswari,” katanya. 

Apa target warga? “Supaya polisi menarik pasukannya atau tidak ikut campur urusan surat peringatan penggusuran, sehingga ada dialog antara bupati dan warga,” ujarnya. —Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!