Polemik pasir untuk reklamasi teluk Jakarta

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polemik pasir untuk reklamasi teluk Jakarta
KLHK mengatakan AMDAL perusahaan pengembang tak menyebut soal sumber pasir untuk bahan baku reklamasi Teluk Jakarta. Hal ini menyalahi aturan.

JAKARTA, Indonesia — ‎Pemerintah pusat baru-baru inimempersoalkan legalitas asal usul material untuk reklamasi teluk Jakarta. Padahal, pembangunan sudah berjalan sejak 2012, bahkan sudah ada yang rampung dan ada bangunan di atasnya.

Setelah menyoroti izin lingkungan reklamasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kini berencana menelisik sumber pasir untuk reklamasi.

 Membeli dari perusahaan penambang

PT Kapuk Naga Indah (KNI), perusahaan pengembang reklamasi di Pulau C dan D, mendapatkan pasir dari‎ Tangerang, Banten. Rupa-rupanya, mereka menggandeng PT Jet Star sebagai pemasok.

“Kami ambil dari Teluk Lontar sana. Kebanyakan memang dari Tangerang,” kata manajer lingkungan PT KNI, Kosasih, di kanal antara Pulau C dan D pada Rabu, 11 Mei.

Namun, ia mengaku tak tahu tentang legalitas penambangan pasir oleh perusahaan tersebut.

REKLAMASI. Kondisi terkini salah satu pulau reklamasi, Pulau G pada 11 Mei 2016. Pasir Pulau ini diambil dari Teluk Pontang dan Teluk Lontar di Tangerang, Banten. Foto oleh Ursula Florene/Rappler

Menurut Kosasih, perusahaan sama sekali tidak mengecek perizinan maupun kondisi lingkungan dari lokasi pemasok pasir. Sepengetahuannya, kewajiban perusahaan tak sampai ke situ.

Meski demikian, ia mengaku menyisir betul pihak-pihak yang menawarkan pasir ke anak perusahaan Agung Podomoro Land ini. “Tentu kami pilih-pilih. Sebenarnya banyak juga yang menawarkan ke kami, tapi kami tunjuk yang jelas saja,” katanya.

Hal senada disampaikan oleh Direktur Operasional PT Muara Wisesa Samude‎ra (MWS), Andreas. Ia bahkan tak bisa menyebut perusahaan mana yang memasok pasir untuknya.

“Tapi kami ambil dari Banten sana,” kata Andreas.

PT MWS, kata Andreas, hanya berlaku sebagai kontraktor saja. Mereka tak menambang pasir sendiri, melainkan membeli dari perusahaan lain.

Ia mengibaratkan kondisi ini seperti pemilik rumah yang hendak membeli material konstruksi. ‎Tentu saja tak akan meneliti asal usul setiap bahan yang dibeli, yang penting bisa untuk membangun rumah saja.

Pentingnya legalitas sumber pasir

Namun, Direktur Jenderal Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), San Afri Awang, mengatakan, perilaku kedua pengembang ini telah menyalahi aturan. Legalitas perusahaan serta kegiatan penambangan pasir seharusnya tercantum dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Seharusnya mereka sudah mengkaji sendiri dan tahu betul soal pasir untuk pembuatan pulau itu,” kata Awang.

Ia mencontohkan perizinan reklamasi teluk Benoa di Bali. Meski juga dirundung polemik, namun Awang menilai AMDAL reklamasi ini lengkap. Mereka memasukkan juga kajian penambangan pasir dari Lombok Timur. Kementerian bisa mengetahui detil berapa volume pasir yang diambil, juga dampak kerusakannya.

Hal ini tak ia temukan di AMDAL reklamasi teluk Jakarta. Ia melihat perusahaan cenderung menghindar dengan mengatakan kalau pasir mereka beli dari pihak lain sehingga tak menjadi tanggungan mereka.

“Ini hitungannya terpisah, izin (tambang pasar) entah di mana. Dan pengembang enggak peduli dari mana. Ada tanah mereka beli,” kata Awang.

Hal tersebut, menurut dia, tak dapat dibenarkan. Untungnya, KLHK sudah memahami latar permasalahan.

Salah satu langkah yang mereka ambil adalah menanyakan langsung ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral serta Dinas Perindustrian DKI Jakarta. Sebab, pengurusan izin terkait ada di tangan mereka.

Selain itu, KLHK juga berencana mengunjungi langsung tempat penambangan pasir di Teluk Lontar, Banten. “Mungkin besok atau lusa,” kata Awang.

Dulu, kementerian pernah mengunjungi area ini bersama dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Awang mengatakan memang belum ada AMDAL untuk penambangan pasir. Karena itu, mereka berniat untuk mengecek lagi pada kunjungan berikutnya.—Rappler.com

BACA JUGA: 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!