Sebelum kamu menyalahkan korban pemerkosaan

Nadia Hana Abraham

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sebelum kamu menyalahkan korban pemerkosaan
Katakan pada diri kamu bahwa kamu pantas diperkosa. Bisakah?

Saya ingin mengajak kamu untuk duduk dan bayangkan sosok dirimu ketika kamu masih kecil. Bayangkan sosokmu tersebut, berdiri di jalanan yang sepi dan sendirian, dan katakan pada sosok itu bahwa dirinya pantas diperkosa.

Apakah kamu dapat melakukannya?

Bayangkan sosok dirimu, belia, ceria, dan penuh harapan, dan katakan padanya ia pantas diperkosa, mengingat ia sedang berada di tempat yang sepi dan sendirian, tidak peduli apa yang saat itu kamu kenakan. Katakan pada sosok itu, tatap matanya, dan katakan bahwa ia pantas diperkosa.

Apakah kamu dapat melakukannya ?

Bayangkan diri kamu adalah seorang korban dari tindakan kriminal tersebut.

Bayangkan sosok diri kamu itu kemudian menatap dengan tatapan penuh kekosongan, kepala tertunduk, dan ketakutan. Kamu dapat merasakan jantungnya berdegup kencang dan ketika kamu mengingat apa yang telah terjadi pada kamu malam itu, teror mengisi hatimu dan untuk bertahun-tahun kamu berpikir bahwa orang-orang di luar sana dapat saja melakukan hal yang sama.

Bayangkan sosok diri kamu ini, katakan padanya bahwa ia pantas mendapatkan apa yang telah terjadi padanya. Apakah kamu dapat melakukannya ?

Bayangkan sosok diri kamu mengisolasi diri sendiri, karena orang-orang berkata bahwa kamu seharusnya malu atas apa yang telah menimpa dirimu. Bahwa sekarang, diri kamu kotor dan lemah dan mereka menduga bahwa pasti secara diam-diam kamu menginginkan hal itu; Kamu berharap diperkosa, dan, jika saat ini kamu tersiksa, maka kamu pantas mendapatkannya.

Tatap sosok diri kamu itu dan katakan padanya bahwa pemerkosaan yang terjadi padanya malam itu, pantas dia dapatkan. Katakan padanya bahwa karena ia telah berdiri sendirian di jalanan yang sepi, meskipun jalanan tersebut adalah jalan umum yang dapat dilalui oleh siapapun dan seharusnya aman, seseorang berhak memerkosa kamu dan kamu pantas untuk mendapatkan perlakuan itu. Bahwa semua itu terjadi atas kesalahan diri kamu sendiri. 

Bayangkan kamu telah berhasil meyakinkan sosok diri kamu tersebut; bahwa dirinya pantas untuk diperkosa. Bayangkan sosok diri kamu menerima semua apa yang telah kamu katakan, dan menerima fakta bahwa sekarang dirinya yakin bahwa dirinya rendah.

Biarkan sosok diri kamu itu mengangguk dan kembali menundukkan kepalanya, dan percaya bahwa dirinya pantas untuk mendapatkan semua mimpi buruk yang telah menimpanya.

Bayangkan sosok diri kamu itu tertidur dan dalam tidur itu tidak ada hal lain selain kegelapan dan teror.

Apakah hati kamu mampu membiarkan semua itu terjadi; membiarkan diri kamu mengatakan apa yang telah anda katakan padanya? Apa perbedaannya jika hal yang sama terjadi pada orang lain?

Saya tidak akan pernah mentolerir tindakan kriminal atau seorang kriminal yang telah merampas hak kemerdekaan seseorang atas tubuhnya sendiri. Saya tidak akan pernah mentoleransi tindakan kriminal atau seorang kriminal yang telah merampas kesadaran atas fakta, harapan, dan keyakinan di hati seseorang bahwa manusia adalah makhluk dengan empati.

Dan saya tidak akan pernah membiarkan diri saya gagal untuk melihat bahwa setiap diri kita memiliki hak atas tubuh dan batasan-batasan kita sendiri, dan bahwa kita harus menghormati satu sama lain atas hak-hak tersebut.

Sekarang bayangkan sosok diri kamu tersebut, tersenyum lembut dan sama sekali tidak terluka, aman dan penuh harapan. Katakan padanya, “Maafkan saya.” 

Beritahu ia dan berjanji padanya bahwa kamu tidak akan pernah mengatakan apa yang telah kamu katakan tadi, jika mimpi buruk itu terjadi pada sosok diri kamu itu. Atau orang lain.

Katakan padanya bahwa ini bukanlah salahnya, peluk dia dan coba untuk buat dirinya merasa aman.

Saya berharap setelah kamu membaca ini, jamu tidak akan pernah menyalahkan korban lagi dalam kasus pemerkosaan. Karena apa yang jamu ucapkan dapat saja membuat sang korban memutuskan bahwa mungkin, hanya Tuhan yang dapat menjadi sabar dan menatapnya dengan tatapan kasih sayang dan mengerti dirinya, mengerti apa yang telah terjadi pada dirinya. 

Dan kemungkinan besar di saat itu, dengan hatinya yang tertekan ia berpikir bahwa untuk bertemu dengan Tuhan dan merasa aman lagi, kematian adalah jalannya.

Dan untuk mereka yang meninggal karena dibunuh oleh pemerkosanya tepat setelah mimpi buruk itu menimpanya, terdapat kemungkinan besar bahwa ia telah membawa ingatan dari mimpi buruk itu dan kesedihan di dalam hatinya, ketakutannya, ke dalam kematiannya ketika ia menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Tidak ada satu pun orang yang pantas menerima itu. Setiap dari kita pernah membuat kedua orangtua kita tersenyum, membuat teman kita tertawa. Setiap dari kita memiliki harapan dan kasih sayang.

Tidak peduli bagaimana keadaan sekitarmu; entah kamu sendirian atau bersama orang banyak. Tidak peduli apa yang kamu kenakan. Tidak ada satu pun dari kita yang pantas untuk diperkosa.

Saya masih memiliki kepercayaan pada kita, manusia. Saya yakin kita semua bukan monster. Dan kita sebetulnya tidak membenci satu sama lain meskipun ada hal-hal buruk yang pernah terjadi. Apakah itu salah? Jika kita tidak akan melakukan sesuatu untuk lebih baik, siapa yang akan melakukannya? —Rappler.com

Nadia Hana Abraham adalah seorang mahasiswi yang tinggal di Jakarta. Dapat dikontak di nadiahabraham@yahoo.co.id dan akun Instagram @Nadiahabraham.

Tulisan ini sebelumnya diterbitkan di magdalene.co.

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!