Para ‘Judas’ Borussia Dortmund

Nadia Vetta Hamid

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Para ‘Judas’ Borussia Dortmund

imago sportfotodienst

Dengan kembalinya Mats Hummels ke Bayern Munich, para ‘pengkhianat’ Lembah Ruhr pun bertambah menjadi tiga — dan ketiganya membelot ke selatan: Munich.

Dunia sepakbola internasional baru saja dikejutkan dengan kabar pindahnya (atau tepatnya kembalinya) Mats Hummels dari Borussia Dortmund ke Bayern Munich. Mungkin sampai sekarang masih ada fans Dortmund yang meninggalkan komentar dengan emoji ular di laman sosial media milik Hummels. Entah mengapa, ular seakan menjadi ‘maskot’ universal bagi penggemar sepakbola apabila pemainnya pindah ke klub rival, seperti Cesc Fabregas yang pindah dari Arsenal ke Chelsea via FC Barcelona.

Seharusnya, fans Dortmund marah kalau Hummels hijrah ke Schalke 04, rival abadi mereka. Saya pernah menanyakan ini ke teman-teman penggemar Dortmund, dan mereka beralasan form Schalke yang lagi nggak stabil dan cenderung payah membuat rivalitas di antara mereka jadi nggak se-relevan persaingan dengan Bayern. 

Namun, fans yang sama juga mengeluhkan penggunaan istilah Der Klassiker untuk pertemuan antara Bayern Munich dan Borussia Dortmund; karena tetap saja rivalitas sejati adalah antara Borussia Dortmund dan Schalke 04. Jadi serba salah kayak Raisa.

Banyak penggemar sepakbola, yang mungkin belum pernah nonton satu pertandingan Bundesliga sekalipun, mengklaim bahwa Bayern Munich adalah perusak liga. Setiap musim ada saja pemain rival yang dibeli. Apakah benar begitu? Mari kita lihat:


Shocking: sejak tahun 2002, ternyata Borussia Dortmund lebih banyak membeli pemain dari tim Bundesliga lainnya dibandingkan dengan Bayern Munich! Lantas mengapa selalu Bayern Munich yang disalahkan sebagai perusak liga?

Mungkin kamu bisa menjawabnya sendiri.

Mengapa menjadi Judas?

Ada beberapa alasan mengapa Mario Goetze, Robert Lewandowski, dan Mats Hummels memilih ‘membelot’ ke rival terbesar Dortmund dalam beberapa tahun terakhir.

Mario Goetze merayakan kemenangan Bayern Munich di Bundesliga musim 2015/2016 di Town Hall Munich, Minggu, 15 Mei 2016. (Sumber: Instagram.com/gotzemario)

Mario Götze adalah putra Bavaria kelahiran Memmingen, 24 tahun yang lalu. Produk akademi Dortmund, ia menimba ilmu di sana sejak usia 8 tahun. Götze pindah ke Dortmund sejak kecil karena ayahnya mengajar di Dortmund University of Technology.

Bisa dibilang, Jürgen Klopp adalah sosok yang berjasa ‘menemukan’ Götze, ia dipromosikan ke tim utama Borussia Dortmund pada musim 2009/2010. Partnership mematikannya dengan Marco Reus juga berkontribusi besar pada kemenangan mereka di Bundesliga dua musim berturut-turut, yaitu pada musim 2010/2011 dan 2011/2012.

(Tidak hanya memenangkan Bundesliga, para fans jugs menjadikan mereka sebagai inspirasi fanfic dengan shipping name: Götzeus).

Sayangnya, akhir karir Götze di Borussia Dortmund cukup tragis. Kabar transfernya ke Bayern Munich menyebar tepat sebelum pertemuan mereka di All-German Final di Liga Champions. Adiknya bahkan harus pindah sekolah karena diteror oleh teman-teman sekolahnya yang mayoritas merupakan penggemar Die SchwarzgelbenGötze bahkan menuntut trio rap Kopfnussmusik yang berbasis di Dortmund karena merilis lagu berjudul“Hast Du Jetzt Was Du Willst” (Apakah Kamu Sudah Mendapatkan yang Kamu Mau?) yang berisi hinaan vulgar kepadanya. Golnya di final Piala Dunia 2014 nampaknya juga tidak cukup menjadi alasan sebagian fans Dortmund untuk memaafkannya.

Kini, rumor yang beredar adalah Jürgen Klopp mengincarnya untuk Liverpool karena nampaknya ia tidak cocok dengan Bayern ala Pep Guardiola dan Carlo Ancelotti yang akan datang musim depan juga tidak menginginkannya.

Terjepit.

Gina Lewandowski dan Robert Lewandowski merayakan kemenangan Bayern Munich di Bundesliga dan Frauen Bundesliga musim 2015/2016 di Town Hall Munich, Minggu, 15 Mei 2016. Catatan: mereka tidak memiliki hubungan keluarga. (Sumber: fcbayern.de)

Robert Lewandowski mungkin tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi salah satu penyerang terbaik di dunia. Tentunya ia tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari akan memecahkan rekor 5 gol dalam 9 menit.

Almarhum ayahnya, Krzystof Lewandowski, menamakannya ‘Robert’ agar ketika putranya kelak menjadi atlet terkenal, orang Barat pun tidak akan ‘keseleo’ menyebutkan namanya. Nama-nama orang Polandia pada umumnya memang susah untuk diucapkan (pernah mencoba menyebut nama ‘Jakub Błaszczykowski’ atau ‘Grzegorz Krychowiak’?)

Lahir di keluarga atlet–almarhum ayahnya adalah juara judo Polandia dan ibunya, Iwona sempat menjadi atlet voli profesional–membuat Lewandowski menjalani beberapa olahraga sedari kecil. Ia bahkan sempat berpikir untuk menjadi atlet judo. Sebelum wafat ketika Lewandowski berusia 16 tahun, ayahnya pernah berkata: “Giovane Elber adalah Tuhan.” Beliau juga memiliki jersey Bayern dengan nomor 9, nomor Elber di Bayern saat itu.

Alasan sentimental ini juga yang membuatnya tidak memanjangkan kontraknya di Borussia Dortmund. Ia pindah dengan free transfer pada musim 2014/2015 ke Bayern Munich. Tidak lama kemudian, ia didapuk menjadi kapten timnas Polandia oleh manajer Adam Nawałka, menggantikan Jakub Błaszczykowski yang cedera panjang dan tidak sanggup menembus tempat regulernya di skuad Dortmund. Pindahnya Lewandowski mengakhiri keberadaan trio Polonia Dortmund yang terdiri dari Jakub Błaszczykowski, Łukasz Piszczek, dan dirinya sendiri.


Sama halnya dengan Götze, Lewandowski ‘diorbitkan’ oleh Jürgen Klopp. Ia dibeli dari Lech Poznań pada musim 2010/2011, setelah sebelumnya menjadi top scorer Ekstraklasa dengan 18 gol dan menjuarai Liga Polandia tersebut. Namun, Lewandowski mengklaim alasan di balik Dortmund yang menolak untuk menaikkan gajinya: karena pemain Polandia tidak boleh dibayar lebih mahal daripada pemain Jerman.

Mats Hummels merayakan gol bersama rekan setimnya. (Sumber: twitter.com/matshummels)

Mats Hummels yang baru saja bergabung dengan ‘geng Judas’, merupakan produk akademi Bayern Munich. Menimba ilmu di sana sejak usia 6 tahun, ia menembus tim utama pada tahun 2007, tepatnya pada pertandingan Bundesliga terakhir Bayern Munich melawan FSV Mainz 05 yang berakhir dengan skor 5-2.

Tidak lama kemudian pada awal tahun 2008, ia pindah ke Borussia Dortmund dengan status pinjaman hingga akhirnya pindah secara permanen pada Februari 2009. Ia senang karirnya berkembang di Dortmund, namun nampaknya ia sempat menyimpan dendam kesumat pada Bayern. Bahkan ada rumor di mana ia membuat gap antara pemain Dortmund dan Bayern di Euro 2012 (saya juga nggak ngerti apa motivasinya). Beberapa kutipannya antara lain:

  • “Jürgen Klinsmann tidak menginginkanku kembali, dan saya tidak ingin kembali ke klub di mana saya tidak merasa dipercaya.” (x)
  • “Saya tidak ingin pergi ke Bayern.” (x)
  • “Saya tidak butuh bermain di tim terbaik di dunia hanya untuk jaminan memenangkan banyak gelar. Saya memprioritaskan memenangkan Liga Champions sekali saja dengan Dortmund dibandingkan memenangkannya enam kali dengan klub lain.” (x)

Fast forward ke Mei 2016:


Entah mengapa (mungkin blunder dari tim public relation-nya juga) ayahnya, Hermann Hummels, termasuk orang pertama yang membocorkan keinginan anaknya untuk kembali ke Bayern. Padahal, selama ini Hummels dirumorkan untuk pindah ke Inggris. Belum lagi dengan sejarahnya yang selalu menjelekkan Bayern membuat saya tertawa terbahak-bahak ketika klub saya mengumumkan kepindahannya–di hari yang sama dengan Renato Sanches, wonderkid dari Benfica berkebangsaan Portugis.

Mungkin saja ia pindah karena alasan keluarganya dan keluarga istrinya, Cathy Hummels, berada di Bavaria. Mungkin saja ia muak karena nggak pernah menang Bundesliga sejak tahun 2012. Mungkin juga ia kangen dengan bir asli Bavaria yang tersohor itu.

Alasan sesungguhnya mengenai kepindahannya ke Bayern? Mungkin hanya ia, ayahnya, dan Tuhan yang tahu.

Yang pasti, final DFB-Pokal nanti akan menjadi sangat dramatis, atau ia bernasib sama dengan Götze di final Liga Champions tahun 2013: hanya menonton dari tribun.

 

Nadia Vetta Hamid adalah social media producer untuk Rappler Indonesia. Penggemar berat cappuccino dan terkadang suka begadang untuk nonton FC Bayern München ditemani kucingnya. Nadia bisa disapa di @nadiavetta.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!