Warga ‘celana merah’ tolak investor Pantai Watu Kodok

Mawa Kresna

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Warga ‘celana merah’ tolak investor Pantai Watu Kodok
Warga ingin buktikan bahwa walau hanya lulusan SD, mereka tahu apa yang terbaik buat mereka sendiri dan lingkungan.

YOGYAKARTA, Indonesia – Pantai Watu Kodok di Tanjungsari, Gunungkidul, Yogyakarta mendadak ramai pada Rabu, 25 Mei. Puluhan, dan mungkin juga ratusan, bendera merah putih berkibar berderet sepanjang pantai. Ratusan warga berjalan bersama-sama ke pantai.

Ada perasaan bangga dalam suara tawa  mereka. Sebagian besar dari mereka mengenakan seragam celana merah dan baju putih.

Di tepi pantai, mereka memulai upacara bendera sebagai tanda pembukaan acara. Ada pemimpin upacara, pembaca teks UUD 45 dan teks Pancasila, dan tentu saja pengibar bendera. Di tepi pantai itu, bapak-bapak dan ibu-ibu menghomati bendera merah putih.

Selamat datang di Festival Celana Merah atau Kathok Abang, sebuah acara refleksi untuk mengenang keberhasilan warga setempat menolak calon investor yang ingin menguasai Pantai Watu Kodok bulan Mei 2015 lalu.

Sesepuh Watu Kodok Yahya Yusmadi mengatakan festival kathok abang merupakan refleksi satu tahun perlawanan warga terhadap investor yang ingin menguasai pantai Watu Kodok. Yahya ingat benar, saat itu salah seorang kaki tangan investor mencela warga yang kebanyakan berpendidikan rendah untuk mengikuti kemauan investor.

“Cuma kathok abang saja, lebih baik nurut! Nggak tahu apa-apa, ikut saja,” kata Yahya menirukan omongan salah seorang kaki tangan investor itu, Rabu, 25 Mei.

Secara harafiah, kathok abang berarti celana merah. Dalan kasus ini, kathok abang merupakan simbol jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Orang-orang biasanya menggunakan istilah kathok abang untuk menyebut orang yang hanya lulus sekolah dasar. Dari istilah itulah Festival Kathok Abang itu tercetus.

Mendapat sindiran itu, warga pun tidak tinggal diam. Mereka justeru ingin membuktikan meski dianggap berpendidikan rendah mereka tahu apa yang terbaik buat mereka sendiri dan lingkungan.

“Kita buktikan, biar kita hanya lulusan SD, tapi kami bisa melawan. Pantai Watu Kodok bukan punya investor! Dan tidak akan pernah kami berikan kepada investor,” tegas Yahya.

Warga berkumpul di Pantai Watu Kodok untuk mengenang keberhasilan mereka menolak investor. Foto: Mawa Kresna

 Perebutan Pantai Watu Kodok antara warga dan investor dimulai pada bulan Mei 2015 lalu. Saat itu, seorang investor datang dan mencoba menggusur lapak-lapak milik warga serta menguasai pantai Watu Kodok. Mereka berdalih jika Watu Kodok bukan milik warga melainkan milik Keraton Yogyakarta atau daerah Sultan Ground.

“Benar ini adalah Sultan Ground. Tapi perlu diingat pesan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, bahwa Sultan Ground harus digunakan untuk kepentingan masyarakat. Untuk masyarakat bukan individu atau investor,” kata Yahya, sembari menunjuk spanduk bergambar Sri Sultan Hamengku Buwono X yang dipasang warga di tepi pantai.

Selama ini Pantai Watu Kodok sendiri sudah memberikan kontribusi besar bagi perekonomian warga. Warga Watu Kodok yang semula banyak berprofesi sebagai pemulung di Kota Yogyakarta, kini bisa pulang ke Watu Kodok dan hidup dari pariwisata.

Suradi, salah seorang warga yang menggantungkan hidup pada pantai Watu Kodok dan penggagas Festival Kathok Abang tidak bisa membayangkan jika pantai Watu Kodok dikuasai investor. Jangankan mendapatkan penghasilan dari pariwisata, untuk sekadar memancing ikan saja mungkin warga tidak akan diperbolehkan.

Terlepas dari masalah potensi ekonomi, Suradi melihat ada masalah lain yang bisa timbul jika Watu Kodok dikuasai investor, yakni kerusakan lingkungan. Kondisi pantai yang asri diprediksi akan rusak karena pembangunan resort-resort oleh investor.

“Kerusakan alam ini tentu tidak bisa dihindari kalau ini dikelola investor. Pembangunan pasti merusak alam. Ini sudah enak seperti ini, kami tidak ingin Watu Kodok jadi rusak alamnya,” tegas Suradi.

Suradi berharap pantai Watu Kodok tetap dikelola oleh warga sehingga banyak orang bisa merasakan manfaat pantai Watu Kodok, tidak hanya segelintir orang saja.

Selain upacara bendera, dalam Festival Katok Abang ini juga diadakan kenduri bersama warga dan melarung sesajen serta seekor ayam hitam ke laut selatan. Sebelumnya, warga juga menggelar workshop rontek bergerak bersama komunitas seniman.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman aktivis, seniman yang selama ini bersolidaritas dengan perjuangan warga Watu Kodok. Kami berharap Festival Kathok Abang ini bisa memberikan semangat kepada warga dan juga memberikan imbas positif pada perkembangan pariwisata di Pantai Watu Kodok,” kata Suradi. – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!