Perdagangan hewan yang dilindungi masih marak di Indonesia

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Perdagangan hewan yang dilindungi masih marak di Indonesia
Spesies langka di Indonesia semakin mendekati ambang kepunahan. Meski demikian, perdagangan hewan-hewan ini seolah tak ada putusnya.

JAKARTA, Indonesia – Perdagangan ilegal satwa merupakan salah satu masalah yang harus diatasi oleh Indonesia. World Widelife Fund (WWF) Indonesia meminta pemerintah dan masyarakat bahu membahu menjaga hewan-hewan tersebut.

Lembaga swadaya masyarakat ini mengusung tema “Zero Tolerance for Illegal Wildlife Trade” pada Ahad, 5 Juni, lalu. Namun, sebelumnya mereka telah menyelenggarakan diskusi bertajuk serupa pada Kamis, 2 Juni 2016.

“Perdagangan satwa liar yang dilindungi menjadi bisnis terbesar ke-5 di dunia. Indonesia sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati menjadi incaran utama perburuan dan perdagangan,” kata Direktur Konservasi WWF-Indonesia Arnold Sitompul lewat siaran pers yang diterima Rappler.

Dalam pantauan pemberitaan media selama Januari-April 2016, WWF Indonesia menemukan ada 68 kasus kejahatan terjadap satwa, termasuk yang dilindungi. Tindakan ini termasuk penyelundupan dan perdagangan.

Beberapa spesies yang berhasil diselamatkan adalah harimau Sumatera, gajah Sumatera, orang utan, dan penyu. Padahal, hewan-hewan ini termasuk dalam daftar yang terancam punah. Nominal kehilangannya mencapai Rp 9 triliun.

Tingginya permintaan

Koordinator Wildlife Crime Team WWF Indonesia Chaerul Saleh mengatakan maraknya kasus perburuan dan perdagangan terhadap hewan dilindungi ini disebabkan tingginya permintaan pasar.

Para pembeli bisa menginginkan hewan ini hidup-hidup untuk dipelihara, atau bagian tubuh tertentu. Tak sedikit yang dibunuh dan diawetkan untuk menjadi koleksi, yang merupakan tren gaya hidup kelas atas.

Chaerul juga mengatakan kalau perdagangan bahkan bisa terjadi secara terbuka. Ia menemukan banyak yang terang-terangan menjual gading gajah, bahkan hewan langka di toko online seperti Tokopedia, Lazada, atau Buka Lapak. Tak jarang disebar lewat aplikasi Blackberry Messenger dan Instagram.


Hukum lemah

Meski sudah menjadi masalah bertahun-tahun, penegakan hukum di bidang ini masih lemah. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dianggap sudah tak lagi relevan dan membutuhkan revisi. Belum lagi hukuman bagi para pelaku perdagangan yang tak memberikan efek jera.

Dalam UU tersebut, tertulis kalau hukuman penjara atas kasus perdagangan satwa langka paling lama hanya 5 tahun, sementara denda paling tinggi Rp 100 juta. Padahal, nilai kerugian dari perdagangan hewan jauh lebih besar daripada itu. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!