Ketegangan warnai diskusi film ‘Pulau Buru’ di kampus UIN Semarang

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ketegangan warnai diskusi film ‘Pulau Buru’ di kampus UIN Semarang
Wakil Rektor UIN Walisongo Semarang, mengatakan diskusi film dokumenter 'Pulau Buru' mengandung unsur gerakan yang tidak benar.

SEMARANG, Indonesia — Setelah sempat dilarang di beberapa kota, pemutaran film dokumenter Pulau Buru: Tanah Air Beta kembali ditentang di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo di Semarang, Jawa Tengah

Pemutaran film yang diawali dengan acara diskusi di teras Fakultas Tarbiyah itu semula berjalan lancar dan diikuti ratusan mahasiswa UIN, pada Rabu malam, sekitar pukul 20:30 WIB.

Namun pada pukul 21:00 WIB, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan UIN Walisongo, Suparman, tiba-tiba menerobos kerumunan peserta dan meminta acara dihentikan.

Ia sempat bersitegang dengan panitia acara serta seorang Dosen Ilmu Tarbiyah, Ubaidillah Ahmad. Suparman menganggap diskusi film karya sutradara Rahung Nasution itu ilegal.

“Ini yang ngizinin siapa? Saya kok enggak ada surat izinnya? Kegiatan-kegiatan seperti ini kudu dipikirkan efek sampingnya,” kata Suparman di depan peserta diskusi.

Ubaidillah menjawab bahwa acara ini murni karena kepentingan akademis, terlihat dari adanya ratusan mahasiswa UIN yang berbondong-bondong ingin menonton film tersebut.

“Tapi Pak, saya diundang untuk menunjukan perspektif akademisnya. Makanya, saya mau datang. Kalau nanti ada yang anti Pancasila, saya yang akan menangkapnya,” kata Ubaidillah.

Namun Suparman bersikeras. Menurutnya, apapun kegiatannya, khususnya seperti film yang menceritakan Pulau Buru —tempat tahanan politik tragedi 1965 dibuang — harus seizin dekan atau rektor UIN Walisongo.

Suparman juga mengatakan bila polisi sempat mendatanginya untuk meminta acara diskusi film Pulau Buru dibatalkan. Menurutnya, diskusi Pulau Buru mengandung unsur yang ia sebut sebagai gerakan yang tidak benar.

“Ini kan enggak benar. Nanti apa kata orang luar kalau melihat kampus UIN Semarang menyebarkan hal-hal negatif soal komunis. Saya tegaskan sekarang melindungi Pak Rektor, karena tadi sore saya didatangi polisi dan saya kaget kok ada seperti ini,” ujarnya.

“Apalagi, Kasat Intelkam Polda Jateng langsung mengontak saya. Apa-apaan ini,” kata Suparman.

Di tengah suasana yang menegang itu, Ubaidillah sepakat dengan semua mahasiswa untuk tetap melanjutkan pemutaran film Pulau Buru: Tanah Air Beta.

Baginya, kegiatan akademisi tak boleh diintervensi oleh siapapun, termasuk campur tangan dari rektorat hingga polisi. “Saya berbicara dari sisi akademisnya. Karena ini konteksnya kecerdasan,” kata Ubaidillah.

Abdul Ghofar, Ketua Aliansi Gerakan Pro Demokrasi sebagai penyelenggara acara, membantah jika acaranya tanpa seizin pihak kampus. 

“Apa yang disampaikan Wakil Rektor merupakan fitnah tak berdasar. Karena kami menyelenggarakannya sesuai UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang kebebasan akademisi,” kata Ghofar.

Ia juga tak terima tudingan yang menyatakan bahwa acara diskusi dan pemutaran film ini membangkitkan paham komunis di kampus UIN. Padahal, menurutnya, yang terjadi hanya kegiatan yang menampilkan pakar sejarah Semarang, seorang eks tahanan politik Pulau Buru, serta akademisi sebagai penelaah diskusi.

“Kami juga mengantongi izin dari Fakultas Tarbiyah yang ditandatangani Kasubag Kemahasiswaan. Suratnya sudah saya serahkan ke satpam kampus lantaran ini hanya di lingkungan fakultas saja,” ujar Ghofar.

Sementara itu, Ketua Komunitas Pegiat Sejarah Semarang, Yunantyo Adi, menyayangkan adanya intervensi kampus dalam pemutaran film Pulau Buru.

Ia berpendapat pihak kampus terprovokasi oleh ulah sekelompok petinggi tentara di Jakarta. “Sebetulnya tidak ada masalah apa-apa. Cuma mereka kena provokasi dari elite jenderal di Jakarta,” ujar Yunantyo.

Sebelumnya sempat digelar Simposium Nasional 1965 di Jakarta yang menghadirkan penyintas dan korban tragedi 1965 pada April lalu di Jakarta. Pada awal Juni ini juga diadakan simposium tandingan oleh purnawirawan TNI dan sejumlah organisasi massa yang menyatakan untuk menghalang kebangkitan paham komunisme. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!