Sampah plastik di laut terus ancam populasi penyu

Ari Susanto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sampah plastik di laut terus ancam populasi penyu
Nelayan yang menjaring ikan di pantai selatan sering menemukan penyu mati karena menelan sampah plastik yang merupakan residu aktivitas wisata.

YOGYAKARTA, Indonesia – Selain abrasi oleh gelombang, sampah laut di pesisir selatan Yogyakarta turut berkontribusi besar dalam penurunan populasi penyu yang naik ke permukaan dan bertelur di pantai beberapa tahun terakhir.

Pantai selatan yang menghadap Samudera Hindia, terutama Bantul atau Gunungkidul, merupakan salah satu tempat favorit bagi 4 di antara 7 spesies penyu yang ada di dunia untuk bertelur. Mereka adalah penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

Namun, sejak satu dekade terakhir, hanya penyu lekang yang masih naik ke permukaan dan meletakkan telurnya dalam pasir selama bulan Mei-Agustus setiap tahun. Sementara, 3 spesies lainnya tak pernah ditemukan jejak sarangnya.

Saat menjaring ikan, nelayan di pantai selatan sering menemukan penyu yang mati karena menelan sampah plastik yang merupakan residu dari aktivitas wisata pantai selatan yang kian populer, terutama pantai berpasir putih di wilayah Gunungkidul.

“Penyu tidak bisa membedakan plastik dengan ubur-ubur yang menjadi makanannya di laut. Banyak penyu mati karena makan plastik di laut,” kata Ferry Munandar, Koordinator Banyu, sebuah kelompok relawan yang peduli pada pelestarian penyu dan laut di pantai selatan Yogyakarta, kepada Rappler, pada Rabu, 8 Juni.

Di pantai Samas, Bantul, jumlah penyu yang naik ke darat selalu berkurang setiap tahun. Bahkan, pernah dalam satu periode musim bertelur tidak ada satu pun penyu yang bersarang di pantai berpasir besi itu. Hal tersebut, akibat pencemaran laut oleh kapal tangker minyak yang bocor di dekat pantai Congot Kulonprogo.

“Sampah di laut selalu jadi masalah bagi penyu. Nelayan yang mendapati penyu mati, setelah dibedah, ada banyak plastik dalam perutnya,” ujar Rujito, Ketua Forum Konservasi Penyu Bantul yang sudah melepas puluhan ribu anak penyu (tukik) di pantai Samas.

Pada musim bertelur, Rujito selalu berkeliling nyaris setiap malam untuk memantau penyu yang naik. Ia membersihkan sampah di sekitar pantai Samas untuk memberi ruang bagi penyu untuk meletakkan telurnya.

Meskipun tak bisa membedakan plastik dan ubur-ubur, menurut Rujito, penyu adalah reptil yang pintar dalam navigasi dan bersarang. Satwa yang menghabiskan seluruh hidupnya menjelajahi samudera itu, bisa kembali ke tempat asal mereka, meletakan telur-telurnya di bawah pasir dengan kedalaman tertentu untuk memastikan suhu pasir yang hangat.

“Kalau pantai banyak timbunan sampah, mereka tidak mau bertelur. Masuk kembali ke samudera,” katanya.

Sementara, menurut catatan Dinas Kelautan dan Perikanan Gunungkidul, dari sekitar 30 titik pantai selatan yang dulu pernah menjadi sarang telur penyu, saat ini jumlahnya tinggal tak lebih dari 7 titik yang masih didatangi penyu. Sebagian besar lainnya sudah ditinggalkan reptil bertempurung keras itu karena padatnya wisatawan dan juga sampah laut.

Sebagai upaya konservasi, pemerintah setempat membuat kebijakan menutup sejumlah titik pantai yang masih digunakan penyu untuk bersarang dari aktivitas wisata. – Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!