Manisnya berkah Ramadan bagi pedagang musiman di Malang

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Manisnya berkah Ramadan bagi pedagang musiman di Malang
'Hari pertama puasa kemarin kami membuat 500 kaleng, hari berikutnya turun 400 dan sekarang rata-rata 200'

 

MALANG, Indonesia – Ramadan yang datang sekali setahun membawa berkah bagi pedagang musiman di Malang, Jawa Timur. Mulai dari pedagang buah hingga pembuat makanan tradisional mengaku kecipratan untung selama Ramadan. Walau sudah menggenjot produksi, tetap saja mereka kewalahan memenuhi permintaan yang cenderung naik.

Makanan tradisional cao, misalnya. Suratemi, satu dari dua pembuat cao di Malang, mengaku permintaan makanan yang diolah dari daun cao itu meningkat menjadi rata-rata 200 kaleng per hari, dibandingkan 50 sebelum Ramadan.

“Hari pertama puasa kemarin kami membuat 500 kaleng, hari berikutnya turun 400 dan sekarang rata-rata 200,” kata Hariati, putri Suratemi, kepada Rappler pada Jumat, 10 Juni.

Rumah ibu yang biasa disapa Mak Cao di Pasar Kebalen, Jalan Laksamana Martadinata Gang 6, Kota Malang, pun penuh dengan tumpukan  kayu bakar.

Puluhan kaleng aluminium penuh dengan cao berderet di tepian rumahnya yang kecil, menunggu untuk diambil pembeli. Panganan yang sepintas mirip agar-agar berwarna gelap ini banyak dimakan bersama es dawet atau berbagai olahan minuman lain.

Seperti makanan tradisional lainnya, cao dimasak dengan cara sederhana. Saat ini, Mak Cao mempekerjakan enam pemuda untuk memasak 40 kilogram daun cao untuk menghasilkan sekitar 200 kaleng cao setiap hari.

Proses pembuatan cao memakan waktu hingga 5 jam dengan menggunakan tungku berbahan kayu kering dan tong besar sebagai kuali untuk mendidihkan cairan cao. Air perasan daun cao dicampur dengan larutan kanji dan tawas yang juga dimasak hingga mendidih. Kaleng aluminium digunakan sebagai wadah mendinginkan cao hingga diambil pembeli.

Hariati menjual setiap kaleng cao dengan harga Rp 27.000, naik Rp 2.000 dari harga sebelum Ramadan.

“Kalau Ramadan seperti ini semua bahan baku ikut naik. Daun cao yang kami ambil dari Ponorogo naik saat masuk Ramadan. Harga cao juga kami naikkan,” kata Hariati.

Setiap kaleng cao bisa dipotong menjadi 30 potong yang dijual rata-rata Rp 3.000 per potong oleh pengecer di sejumlah pasar di Malang Raya. Hariati mengaku pembuat cao di Malang hanya dua, yaitu dirinya dan seorang keponakannya di sekitar Gadang. Sementara produknya bisa bertahan hingga tiga hari.

Menurut Hariati, permintaan Ramadan tahun ini juga lebih banyak dibandingkan tahun lalu karena Ramadan tahun lalu datang ketika di Malang masih musim hujan.

Deretan cao di dalam kaleng sedang didinginkan untuk diambil pemesan, Jumat, 10 Juni. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka.

“Kalau panas seperti ini cao dan es laris, tahun lalu Ramadan pas musim hujan jadi tidak seramai sekarang,” ujarnya.

Harga yang naik Rp 2.000 lebih mahal juga tidak mengurangi permintaan pasar. Bahkan, pihaknya sering kewalahan menolak pesanan karena tenaga yang sudah tak mampu lagi.

Enam pemuda yang kini bertugas memasak cao dikhawatirkan tidak fokus dan akan menghasilkan cao yang encer dan rusak jika terlalu lelah.

“Kalau campurannya kebanyakan air bisa encer, caonya dikembalikan. Kami harus mengganti caonya,” ujar Hariati. Dia memperkirakan permintaan akan tetap tinggi hingga hari ke 20 puasa Ramadan.

Pedagang buah bingung cari pasokan

Hal serupa juga dialami oleh Sayid, seorang pedagang buah di Pasar Gadang, Kabupaten Malang. Sayid mengaku bisa menjual hingga 5 ton buah blewah setiap hari. Dia bahkan bisa menjual hingga 10 ton jika barangnya tersedia di pasar.

“Saya mencari blewah sampai Tuban, Lamongan dan Sidoarjo, daerah yang panas. Rata-rata 5 ton sehari. Kalau barangnya ada saya bisa jual hingga 10 ton,” kata Sayid.

Buah blewah atau juga dikenal dengan nama semangka belanda mengalami kenaikan harga. Jika harga sebelum Ramadan berkisar Rp 2.000 per kilo, kini blewah dengan kualitas bagus dijual hingga Rp 5.500 per kilo. Pada Ramadan tahun lalu, menurut Sayid, harga blewah mencapai Rp 6.000 per kilonya.

“Tahun ini sepertinya tidak bisa tembus Rp 6.000 karena sekarang awal musim panen blewah dan berlangsung hingga dua bulan ke depan. Jadi stok barang banyak,” lanjutnya.

Selain blewah, Sayid juga panen penjualan komoditas jeruk siam. Konsumsi buah di bulan Ramadan diakuinya selalu meningkat. Harga jeruk pun naik dari Rp 8.000 per kilo menjadi Rp 10.000 per kilo untuk kualitas yang paling bagus. Setiap hari Sayid menjual hingga 2 ton. 

“Kalau jeruk stoknya lebih banyak dibandingkan blewah karena musim panen mulai bulan 4 hingga 11 nanti,” katanya.

Namun, harga jeruk juga ikut naik lantaran modal untuk biaya transportasi dan tenaga kerja selama bulan puasa naik. Pedagang menyebut permintaan akan kembali normal selepas Ramadan. – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!