Belgia vs Italia: Jalur terjal Gli Azzurri

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Generasi emas Belgia langsung dihadapkan pada tantangan besar: Menaklukkan Italia, salah satu negara 'mapan' sepak bola.

Dari kiri, Alesandro Florenzi, Graziano Pelle, dan Ciro Immobile saat berkunjung ke Stade de Lyon, lokasi tempat mereka akan bertanding melawan Belgia. EPA/SERGEY DOLZHENKO

JAKARTA, Indonesia — Di Euro 2016 kali ini, para pendukung Italia menyaksikan ajang empat tahunan itu dengan antusiasme yang rendah. Bahkan cenderung pesimis. Ini adalah skuat yang dianggap tak layak mengenakan jersey Gli Azzurri.

Soal kepantasan memang bisa diperdebatkan. Tapi, masalah utama di benak para fans adalah skuat ini dianggap tak meyakinkan. Bahkan untuk sekadar lolos fase grup pun banyak yang meragukan.

Salah satunya, mereka tak memiliki tukang gedor yang meyakinkan. Line-up lini depan diisi oleh para striker yang bahkan produktivitasnya tak mencapai 15 gol di level domestik.

Lorenzo Insigne hanya mengemas 12 gol bersama Napoli. Simone Zaza (Juventus) hanya 5 gol. Graziano Pelle (Southampton) tak lebih baik. Hanya 11 gol di Liga Inggris.

Bandingkan dengan para penyerang Belgia, calon lawan mereka di laga perdana Italia di grup D. Romelu Lukaku mencetak 18 gol bersama Everton.

Kevin De Bruyne, penyerang sayap Belgia, memang hanya mengemas 7 gol untuk Manchester City. Tapi angka assist-nya jauh melebihi koleksi gol: 9 asissts. Padahal, dia sempat absen dua bulan karena cedera.

Posisi Italia di Euro 2016 semakin sulit karena tak ada kreator serangan di lini tengah. Setelah Andrea Pirlo dicoret, praktis andalan mereka hanya gelandang Paris Saint-Germain, Marco Verratti.

Masalahnya, Verratti cedera. Dia tak bisa dibawa ke Perancis. Memang, posisinya bisa digantikan Daniele De Rossi, Emanuele Giaccherini, atau Thiago Motta.  

Namun, tiga pemain itu tentu bukan level Verratti. Terutama Motta yang lebih suka mengemban tugas sebagai gelandang jangkar.

Selain itu, skuat Italia termasuk pasukan tua. Lebih dari separuh pemain Gli Azzurri berusia di atas 25 tahun. Dari 23 pemain, 16 di antaranya berusia 25 tahun ke atas. Yang berusia 30 tahun atau lebih bahkan mencapai 9 pemain.

Tentu bukan tanpa alasan pelatih Antonio Conte memilih mereka. Pasukan senior memang berpengalaman. Tapi fisik tak bisa berbohong.

Apalagi, di laga perdana pada Selasa, 14 Juni, pukul 02:00 WIB, mereka harus menghadapi tim penuh talenta muda Belgia di Stade De Lyon.

Nasib Italia bergantung pada pemain belakang

Belgia bakal menurunkan penuh skuat yang disebut-sebut generasi emas dalam sejarah negeri tersebut. Dengan formasi 4-3-3, trio lini depan bakal diisi para pemain agresif.

Di tengah akan ada striker kuat Romelu Lukaku. Dia akan didampingi Kevin De Bruyne di kanan dan Eden Hazard di kiri. Trio gelandang akan diisi gelandang tangguh AS Roma Radja Nainggolan, Axel Witsel, dan Marouane Fellaini.

Lini depan dan lini tengah jelas menjadi milik Belgia. Sebaliknya, Italia hanya lebih unggul di lini belakang. Trio Juventus, Giorgio Chiellini, Leonardo Bonucci, dan Andra Barzagli, sudah terbukti sangat solid.

Kerjasama ketiganya membuat Juventus menjadi tim dengan gol paling sedikit di Serie A musim lalu. Hanya 20 gol. Atau rata-rata kurang dari satu gol per laga.

Karena itu, bermain bertahan bakal menjadi strategi mereka. Lini tengah bakal dibanjiri para pemain demi meredam formasi agresif Belgia sejak awal. Formasi 3-5-2 kemungkinan bakal menjadi pilihan ideal Conte.

Skema tersebut memungkinkan serangan dihentikan sejak dini. Terutama saat lini tengah Belgia memasuki area akhir. Skema tersebut juga bagus untuk transisi dari pertahanan ke menyerang.

Saat bertahan, akan ada lima pemain di belakang. Namun, saat menyerang, empat pemain bisa berada di area vital lawan. Dua penyerang akan didukung dua sayap.

Namun, dua sayap bakal dipaksa untuk bekerja keras. Membantu serangan dan turun jauh saat bertahan. Tugas itu bisa diemban Antonio Candreva dan Matteo Darmian.

Tapi, posisi Darmian cukup mengkhawatirkan karena performanya di Manchester United musim ini kurang meyakinkan.

Meskipun begitu, pelatih Belgia, Marc Wilmots, tak mau meremehkan Italia. Menurut dia, apapun yang terjadi dengan Negeri Pisa tersebut, mereka adalah salah satu negara utama sepak bola.

Dia mengakui, pasukan Conte mendapat kritikan tajam. “Itu justru menakutkan. Mereka ingin membuktikan diri bahwa mereka lebih dari anggapan orang,” kata Wilmots, seperti dikutip situs resmi UEFA.

Ia justru khawatir jika Italia terlalu banyak bertahan. “Mereka lebih berbahaya saat bertahan. Italia adalah lawan yang sangat sulit dalam turnamen seperti ini,” katanya.

Conte juga memuji Belgia setinggi langit. Generasi emas saat ini, kata dia, adalah buah pembinaan yang bagus. “Saya mengucapkan selamat untuk itu. Mereka adalah sepak bola hari ini dan sepak bola masa depan,” katanya.

Namun, pelatih yang musim depan bergabung ke Chelsea itu masih yakin timnya memiliki peluang.

“Akan ada 46 petarung. 23 adalah milik kami, 23 milik mereka. Saat negara sudah memanggilmu, kamu akan memberikan segalanya,” katanya.—Rappler.com

BACA JUGA: 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!