Mesin rusak, kapal pengungsi Sri Lanka batal meninggalkan Aceh

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mesin rusak, kapal pengungsi Sri Lanka batal meninggalkan Aceh

ANTARA FOTO

Usai mesin kapal berhasil diperbaiki, maka para pengungsi Sri Lanka akan dibiarkan kembali ke perairan internasional.

JAKARTA, Indonesia — Kapal yang mengangkut 44 pengungsi asal Sri Lanka batal kembali ke perairan internasional pada Senin, 20 Mei, akibat kerusakan mesin.

Saat ini, TNI Angkatan Laut, dibantu otoritas terkait, masih terus mengusahakan perbaikan mesin.

Ke-44 pengungsi itu kini masih ditampung di tenda penampungan hingga menunggu perbaikan mesin kapal rampung. Lalu, kapan mereka akan kembali berlayar dari Aceh?

“Secepatnya, begitu perbaikan (mesin kapal) selesai. Kapal perang kami juga sudah siap untuk mengawal,” kata Panglima Komando Armada Barat (Pangarbar) Laksamana Muda TNI, Achmad Taufiqoerrochman, kepada Rappler melalui pesan pendek pada Senin malam, 20 Juni.

Pejabat berwenang Aceh menolak untuk membiarkan mereka tinggal di daerahnya, karena dianggap tidak memiliki dokumen yang layak. Menurut keterangan pejabat imigrasi Aceh, rencananya ke-44 pengungsi itu akan berlayar ke Pulau Christmas, Australia.

Tetapi, pemerintah Indonesia tidak menyarankan mereka melanjutkan perjalanan ke Negeri Kanguru. Pemerintah sebaliknya menyarankan agar para pengungsi kembali ke negara asal.

Achmad mengatakan sejak awal kapal terdampar di perairan Lhoknga, Aceh Besar, pada 11 Juni, personilnya telah memberikan bantuan kemanusiaan antara lain bahan bakar, makanan, air dan tenda penampungan.

Sementara, menurut laporan kantor berita AFP, Pemerintah Daerah Aceh sejak awal tidak mengizinkan para pengungsi yang berasal dari etnis Tamil itu mendarat di pantai Lhoknga. Padahal, Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah meminta pejabat setempat untuk membiarkan mereka masuk.

“Sejak awal saya sudah perintahkan gubernur dan Pemerintah Provinsi Aceh untuk mengizinkan pengungsi yang perlu ke daratan. Mungkin Pemprov-nya belum siap. Saya minta biayanya ditanggung Kementerian Sosial,” kata Kalla saat menjawab Rappler usai pertemuan dengan Forum Pemimpin Redaksi pada Jumat, 17 Juni.

Kalla lalu meminta stafnya untuk menghubungi Gubernur Aceh setelah mendapat perkembangan situasi di lapangan.

“Saya sampaikan ke gubernur, bahwa alasan kita menerima mereka untuk sementara waktu ada dua. Pertama, sila ke-2 Pancasila yang berisi kemanusiaan yang adil dan beradab. Kedua, kita mengkritik Eropa tidak mau terima pengungsi, masa kita juga lakukan hal yang sama?” kata Kalla.

Dia meminta agar ke-44 pengungsi itu ditampung dulu sementara. Setelah itu, pemerintah akan berbicara dengan Australia yang menjadi negara tujuan para pengungsi.

Bahkan, ketika pada 16 Juni terdapat lima perempuan yang mencoba turun dari kapal, polisi melepaskan tembakan peringatan ke udara. Pejabat berwenang sempat berbicara dengan kelima perempuan itu dan mereka menurut dengan naik kembali ke kapal.

“Ada begitu banyak pengungsi yang tertekan dan menangis,” ujar Direktur LSM Internasional Aceh, Yayasan Geutanyoe, Lilianne Fan.

Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) sempat memberikan pernyataan berupa keprihatinan mendalam karena kondisi kapal yang sudah reyot tetapi masih tetap digunakan untuk berlayar. Sementara, kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) mendesak Pemprov Aceh untuk mengizinkan mereka turun dari kapal.

Minta kapal diganti

SERAHKAN BANTUAN. Gubernur Aceh Zaini Abdullah (kanan) menyerahkan bantuan logistik kepada salah seorang imigran Sri Lanka yang terdampar di Pantai Pulau Kapuk, Aceh Besar, Aceh, Jumat, 17 Juni. Foto oleh Ampelsa/ANTARA

Permintaan Kalla kemudian ditindak lanjuti oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah pada 17 Juni. Pemprov akhirnya mengizinkan pengungsi turun dari kapal. Bahkan, mereka memberikan bantuan kemanusiaan berupa makanan.

Salah seorang pengungsi perempuan asal Sri Lanka yang sempat berkomunikasi dengan Zaini, meminta kapal mereka diganti.

“Kami sangat merasa ketakutan, karena kapal ini sudah banyak masalah. Kami berharap bapak bersedia menggantikan dengan kapal yang lain, selama berada di sini, kami sangat kedinginan,” kata seorang pengungsi bernama Artika dalam Bahasa Inggris seperti dikutip media.

Zaini tidak mengabulkan permintaan kapal baru. Ia hanya menyebut akan segera memperbaiki kapal yang ditumpangi Artika dan 43 pengungsi lainnya.

Peristiwa serupa juga pernah terjadi pada Mei 2015, ketika terjadi “banjir” pengungsi Rohingya dari Myanmar yang terjebak di perairan Aceh. Kendati terdampar di Aceh, tetapi Pemprov dan TNI melarang kapal pengungsi mendarat di Aceh.

Bahkan, sejumlah nelayan Aceh yang berniat untuk menolong pengungsi Rohingya juga dilarang oleh TNI. —Dengan laporan Uni Lubis/Rappler.com

BACA JUGA: 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!