Yang perlu kamu ketahui tentang Brexit

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Yang perlu kamu ketahui tentang Brexit

EPA

Akankah Inggris tetap bersama atau keluar dari Uni Eropa? Dan apa yang akan terjadi setelahnya?

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) — Rakyat Inggris telah melakukan pemilihan yang menentukan nasib mereka: tetap bersama atau keluar dari Uni Eropa, pada Kamis, 23 Juni.

Hari bersejarah ini sebenarnya sudah sejak lama dijanjikan Perdana Menteri Inggris David Cameron sejak 2015. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa disebut dengan Brexit, gabungan antara kata “Britain” dan “Exit”. 

Penyebabnya? Berbagai tekanan dan dinamika politik serta ekonomi di Eropa yang membuat rakyat Inggris resah.

(BACA: Brexit: Inggris memilih keluar dari Uni Eropa)

Beberapa suara mulai menyerukan supaya Inggris keluar dari Uni Eropa. Pertentangan bahkan muncul dalam tubuh Partai Konservatif, di mana PM Cameron ingin tetap bersama UE; namun tokoh separtai, seperti bekas Wali Kota London Boris Johnson, lebih memilih keluar.

Sementara untuk Ketua Umum Partai Buruh Jeremy Corbyn, lebih memilih untuk tetap menjadi satu dari 28 negara anggota Uni Eropa.

Apa sajakah pertimbangan dari suara-suara yang berbeda ini?

Kekacauan ekonomi

Bagi mereka yang memilih “tetap di UE”, faktor ekonomi adalah alasan yang paling kuat. Bila keluar, maka Inggris tak bisa lagi menjadi bagian dari kesatuan pasar Uni Eropa yang sudah terstruktur. Juga tak lagi menikmati perdagangan bebas antar negara anggota.

Inggris hanya memiliki 2 tahun untuk memperkuat perekonomian mereka secara mandiri. Selama itu pula, negeri Ratu Elizabeth harus juga mengurus negosiasi keluar mereka. Ucapkan selamat tinggal pada perjanjian kerja dan akses-akses khusus yang mereka peroleh selama ini lewat wadah bernama Uni Eropa.

Atas hal inilah, 1.200 raksasa perekonomian —termasuk Bank Inggris sendiri— mengajukan keberatan untuk pilihan “Keluar”. Bagaimanapun juga, pukulan keras terhadap negara dengan perekonomian terbesar ke-5 di dunia ini dapat dipastikan berpengaruh secara global.

Di dalam negeri sendiri, ongkos produksi meningkat, kurs mata uang jatuh, dan pasar bisa melambat.

(BACA JUGA: Apa dampak Brexit bagi Indonesia?)

Masalah imigran

Sementara mereka yang memilih untuk “Keluar”, rupanya bermasalah dengan para pendatang. Ya, sistem UE memang memudahkan para migran seperti dari Slowakia, Ceko dan negara Eropa Timur lainnya, mudah memasuki Inggris serta negara Eropa Barat lainnya yang memiliki perekonomian lebih baik.

Meski program ini sudah berlangsung selama 60 tahun lebih UE berdiri, tekanan baru terasa saat krisis ekonomi 8 tahun silam. Setelah itu, para warga asli Inggris merasa kalau pendatang ini merebut lahan mereka dan hanya menambah jumlah penduduk miskin yang menyuramkan Inggris.

Belum lagi dengan banjir imigran yang tengah melanda Eropa. Jerman meminta supaya para pencari suaka ini tidak sekadar menetap di negara mereka, tapi terdistribusi merata ke negara lain.

Bila keluar dari UE, Inggris bisa dengan mudah menolak hibahan pengungsi. Atau, menetapkan kebijakan seperti Australia; di mana hanya migran dengan keahlian tertentu yang dapat tinggal di negerinya. Mereka tak wajib menerima hibahan ataupun migran dari negara Eropa dan berhak menolak.

Namun, pandangan ini segera dibantah, karena beberapa survei mengungkap kalau tanpa migran, Inggris justru bakal kekurangan golongan muda untuk bekerja. Tetapi hal ini hanya memantul di tembok; tidak berhasil mengubah pikiran mereka yang ingin keluar.

Hasil referendum sendiri dijadwalkan keluar pada Jumat, 24 Juni, pukul 3 sore waktu setempat. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!