Menunggu waktu berbuka di masjid 1000 pintu Malang

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menunggu waktu berbuka di masjid 1000 pintu Malang
Pondok Pesantren lengkap dengan mall dan kebun binatang

 

MALANG, Indonesia – Kawasan Pondok Pesantren Bihaaru Bahri Asali Fadlaailiir Rahmah di Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang dikenal dengan berbagai nama, mulai dari masjid tiban, masjid jin, hingga masjid 1000 pintu.

Di dalam bangunan yang menjulang 10 lantai itu pengunjung bisa menemukan berbagai hal lain selain musala dan masjid untuk ibadah. Ada mall, food court, dan  kebun binatang yang dihuni rusa, burung dan monyet.

Kawasan Pondok Pesantren itu juga tak berhenti membangun sejak tahun 1999. Bahkan selama bulan Ramadan seperti sekarang ini, sejumlah target pembangunan tetap ditentukan oleh pengurus pondok. 

Pada Jumat siang, 24 Juni, dua pengunjung terlihat menyusuri lorong manggar, jalan masuk utama di lantai dasar bangunan dengan ketinggian 40 meter di atas tanah. Mereka adalah Wawan Hermawan, pria asal Kediri, dan Ahmad Diki, asal Nganjuk. Wawan mengaku kunjungannya pada hari ini adalah yang ke dua, sementara Ahmad Diki mengaku baru pertama kali singgah.

“Katanya masjid ini dibangun jin dalam semalam, jadi semakin penasaran kemari,” kata Diki pada Jumat, 24 Juni. Dia mengaku tertarik dengan masjid tersebut karena berbagai kisah mistis yang didengarnya di luar.

Mall di dalam masjid

Wawan dan Diki menghabiskan waktu menjelang Magrib di pondok tersebut mengelilingi bangunan dari lantai dasar hingga lantai 10, lantai paling atas. Bangunan megah berupa lantai marmer utuh dan pepohonan buatan dari batu onyx di lorong manggar membuatnya terkesima.

Pemandang menara di gerbang pondok pesantren dari lantai 10. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka

Beranjak ke lantai tiga, terdapat pohon kelapa yang menjulang menembus dinding dan lantai di atasnya, di taman oval. Pengurus pondok mempunyai pantangan memotong pohon ketika membangun. Ada pula ikan lohan raksasa di dalam akuarium berukuran besar. Lantai tersebut juga terdapat musala yang digunakan untuk Salat Subuh.

“Sulit dibayangkan jika ini semua dibangun manusia dalam semalam,” kata Diki. Di lantai yang sama juga terdapat kebun binatang berisi rusa, burung, ayam, burung Kakatua dan monyet. Semua satwa itu didapat dari pemberian santri dan pengunjung. Terdapat dokter hewan yang memeriksa kondisi satwa secara berkala.

Di lantai lima, terdapat tempat salat dengan ukuran lebih luas yang digunakan untuk salat Ashar, Maghrib dan Isya,  juga salat Ied pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Seperti halnya masjid, di kawasan ini juga terdapat bedug dari kulit sapi berukuran besar untuk ditabuh. Sementara Salat Duhur dan Salat Jumat dilakukan di masjid lain di luar bangunan 10 lantai itu.

Di lantai yang sama terdapat pula pelaminan untuk pasangan yang ingin merayakan pernikahan mereka di masjid tersebut. Pengurus pondok menyediakan kamar bagi pengantin di lantai lima untuk berbulan madu.

“Saya belum pernah melihat masjid seperti ini di manapun,” kata Diki.

Seperti ratusan pengunjung lain yang sore itu datang ke pondok untuk menunggu Maghrib tiba, mereka terus menyusuri lantai demi lantai dengan melewati ratusan anak tangga. Elevator yang ada di bangunan seluas 1,5 hektare itu sengaja tidak difungsikan oleh pengurus karena sering digunakan sebagai tempat bermain oleh pengunjung anak-anak.

Tiba di lantai tujuh pengunjung dibuat terkesima dengan deretan pertokoan layaknya di dalam mall. Bedanya di dalam masjid, pengunjung menjelajahi pertokoan dengan melepas alas kaki.

Bertemu monyet di lantai sembilan

Terdapat pula mesin ATM milik bank swasta populer yang ada di salah satu sudut pertokoan itu. Pertokoan menjual  aneka suvenir mulai dari peralatan ibadah, berbagai mainan anak-anak, berbagai produk garmen hingga peralatan masak.

Di bagian lain di lantai yang sama, berderet kios yang dikelola santri setempat menjual aneka makanan kecil khas Malang, aksesoris dan makanan siap saji di pujasera. Di bagian ini, pengunjung boleh mengenakan alas kaki mereka. Ada banyak bangku kosong. Imbauan dilarang pacaran juga banyak ditemukan di area ini.

Pusat perbelanjaan di dalam masjid. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka

Setelah puas berbelanja, sejumlah monyet yang terikat rantai menempati batang pohon buatan di lantai sembilan. Pengunjung disuguhi pemandangan alam terbuka di lantai ini. Terlihat sejumlah pekerja sedang memasang kubah di ketinggian 30 meter di atas permukan tak jauh dari lantai tersebut.

“Ternyata mitos dibangun oleh jin tidak benar, masjid ini dibangun juga oleh tukang bangunan,” kata Diki.

Pondok untuk obat hati

Santri piket Iphoeng HD Purwanto menjelaskan mengapa ada monyet di lantai sembilan. Menurutnya, satwa itu menjadi simbol yang mengingatkan manusia agar tak sombong atas semua kesuksesan duniawi.

“Sebaik-baiknya kita manusia, ternyata sering tak lebih baik dari monyet. Dia itu satwa yang serakah, seperti manusia yang juga tamak,” katanya.

Pondok yang bermula pada 1960 itu mulai dibangun pada tahun 1970an. Pembangunan tak berhenti dimulai tahun 1999 dan berlanjut hingga saat ini tanpa menggunakan desain baku atau cetak biru. Pembangunan juga tidak melibatkan arsitek satupun.

“Kami tak punya cetak biru, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) juga dibuat khusus. Semua bangunan berdiri berdasarkan istikharah (petunjuk dalam mimpi) dari almarhum Romo Yai dan dilanjutkan oleh Bu Nyai (istri almarhum Romo Yai) sekarang,” katanya.

Istikharah digunakan untuk menjawab berbagai persoalan yang dikemukakan santri dan pengunjung yang datang di masjid itu. Pembangunan juga dilakukan dengan dana para dermawan yang ingin membantu pondok. Pembangunan yang tak pernah berhenti dan dilakukan oleh santri sendiri sering kali membuat masjid dianggap tiban atau mendadak.

“Ada 350an santri yang berkeluarga dan tinggal di sini. Kami yang membangun dan membuat seluruh ornamen masjid ini. Sengaja tak memakai alat berat karena larangan Romo Yai. Alat berat menghalangi santri yang ingin bersedekah menggunakan tenaga mereka,” katanya.

Selama Ramadan, banyak pengunjung menunggu waktu berbuka di dalam pondok. Jumlah pengunjung terbanyak terjadi pada saat liburan, mencapai 7 hingga 10 ribu pengunjung dalam sehari. Selama Ramadan, pengurus pondok menyediakan menu takjil gratis berupa kurma dan teh hangat. Ada juga buka puasa dengan menu seadanya bagi santri mondok dan pengunjung yang ingin berbuka di sana.

Pengurus juga selalu mematok target pembangunan bagian tertentu setiap hari besar keagamaan. Kali ini petunjuk dari Bu Nyai pondok menyebutkan pembangunan di tiga bagian pondok.

Deadline harus selesai sebelum lebaran. Semuanya berdasarkan istikharah, asalkan tidak bertentangan dengan norma agama dan norma negara bisa dilakukan,” katanya.

Selain sebagai fasilitas pendidikan, seluruh bangunan tersebut juga dimaksutkan sebagai obat hati bagi santri dan pengunjung. Pengurus pondok percaya semua masalah duniawi bersumber dari hati yang bermasalah.

“Kadang masalah tak cukup diselesaikan dengan salat, doa atau puasa. Masalah bisa juga diselesaikan dengan bermusafir atau berjalan. Harapannya orang datang kemari mendapatkan ketenangan, jawaban dan obat hati dari berbagai permasalahan mereka,” katanya. – Rappler.com 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!