KCIC gandeng BPPT untuk alih teknologi proyek kereta cepat

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

KCIC gandeng BPPT untuk alih teknologi proyek kereta cepat

AFP

Alih teknologi dibutuhkan karena sebagai syarat yang ditetapkan pemerintah dan banyak melibatkan teknologi baru dalam proyek kereta cepat.

JAKARTA, Indonesia — PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melakukan proses alih teknologi proyek kereta cepat dengan rute Jakarta-Bandung.

Alih teknologi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan Peraturan Presiden RI No. 13 tahun 2015.

Direktur PT KCIC, Hanggoro Budi Wiryawan, mengatakan proses alih teknologi sudah mulai dilakukan dengan mengirimkan sebagian tim ke Tiongkok untuk lebih memahami teknologi kereta cepat. Pengiriman dilakukan dalam dua tahap, yakni sebanyak 20 orang pada Maret dan 19 orang pada Mei.

“Tetapi untuk real-nya, KCIC akan menandatangani nota kesepahaman dengan BPPT,” kata Hanggoro ketika memberikan keterangan kepada media, pada Kamis malam, 30 Juni.

Ia menjelaskan proses alih teknologi dibutuhkan karena teknologi yang digunakan dalam proyek ini tergolong baru. Beberapa teknologi baru yang dimaksud antara lain persinyalan dan sistem pengaman.

“Teknologi persinyalan ini belum pernah ada di Indonesia. Dari informasi yang kami ketahui teknisnya, tingkat indeks keselamatan berada di grade 4, tertinggi di dunia, dan telah di-endorse oleh perusahaan dari Jerman,” ujar Hanggoro.

Sementara, untuk sistem sensor yang juga ditanam dalam kereta cepat ini baik untuk mendeteksi bencana alam dan petir.

“Kami berharap usai Lebaran nanti, nota kesepahaman dengan beberapa kementerian sudah siap,” ujarnya.

RUTE JALUR KERETA CEPAT. Peta jalur kereta cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 kilometer. Ilustrasi oleh Adinda Maya/Rappler

Direktur Pusat Teknologi Sistem dan Prasarana Transportasi (PTSPT) BPPT, Rizqon Fajar, mengaku institusinya siap untuk mendukung proyek KCIC. Tetapi, ia mengaku pihaknya tidak bisa seorang diri untuk melakukan alih teknologi.

“Alih teknologi yang kami rujuk ini ada dua, yakni dalam hal sistem dan peningkatan kemampuan kapasitas. Karena ini teknologi baru yang belum ada di Indonesia, tentu membutuhkan rujukan standar dan sertifikasi dari BPPT,” kata Rizqon.

Namun, Rizqon berharap juga ada teknologi yang bisa dimanufaktur di Indonesia, sehingga tak perlu semuanya didatangkan dari Tiongkok.

Pendanaan

Isu lain yang saat ini dihadapi oleh KCIC adalah mengenai pendanaan. Pemerintah sejak awal sudah menolak untuk mengeluarkan sepeser pun dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Mereka bahkan juga menyebut tak akan memberikan jaminan finansial.

Alhasil, pendanaan digantungkan kepada pembiayaan utang luar negeri yang ditawarkan oleh Bank Pembangunan China (CDB). Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sahala Lumban Gaol, pernah menyampaikan 75 persen pembiayaan proyek, atau setara Rp 57 triliun, berasal dari pinjaman ke CDB.

Mereka memberikan jangka waktu pengembalian utang itu hingga 40 tahun dengan tenggang waktu 10 tahun.

Sisa dana sebesar 25 persen, atau sekitar Rp 19 triliun, berasal dari modal PT KCIC. Itu pun masih dibagi dua. Salah satunya oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebesar 15 persen, yang diwakili 4 BUMN Indonesia, yakni Wijaya Karya, PT KAI, PTPN VIII, dan Jasa Marga.

Sedangkan sisa 10 persen pendanaan diperoleh dari China Railway Corporation.

“CDB meminta pernyataan kesanggupan dari konsorsium untuk bisa memenuhi kewajiban mereka, di antaranya mengenai equity injection pada periode 2016, 2017, 2018, dan 2019. Hal tersebut sudah kami sepakati pada satu atau dua minggu yang lalu,” kata Hanggoro.

Menurutnya, Wijaya Karya memberikan pendanaan berupa uang tunai, Jasa Marga menyediakan pendanaan kombinasi berupa tunai dan pemanfaatan potensi lahan, PTPN VIII menyediakan modal berupa tanah seluas 1.270 hektar, dan PT KAI yang akan memberikan modal secara tunai.

Hanggoro menyebut selanjutnya PT KCIC akan menyerahkan hasil studi kajian untuk dianalisa oleh lembaga penilai independen dari Indonesia dan internasional.

“Ini merupakan prosedur yang wajar dan memang harus dipenuhi oleh peminjam. Kami berharap (CDB) bisa menyetujui pada 1 bulan ke depan atau akhir Juli ini,” katanya.

Harapan serupa juga ditujukan PT KCIC kepada Kementerian Perhubungan agar secepatnya menerbitkan izin pembangunan. PT KCIC mengaku sudah melengkapi revisi desain dan berbagai aspek yang harus dipenuhi untuk menuntaskan proyek tersebut.

“Lahan yang sudah siap dibangun mencapai 60 persen atau sepanjang 84 kilometer,” ujar Hanggoro.

Sementara, sisa tanah yang lainnya masih terus dilakukan pembebasan. Salah satunya yang terletak di daerah Halim. PT KCIC, kata Hanggoro, sudah bertemu beberapa kali dengan TNI Angkatan Udara dan Kementerian Pertahanan agar diberikan izin membangun di area tersebut. 

“Semoga kami bisa segera diberikan lampu hijau oleh Kemenhan,” katanya. 

Pembebasan lahan di area Halim ini sempat menjadi perhatian publik, karena tertangkapnya 5 pekerja Tiongkok yang tengah melakukan pengeboran tanpa izin di area itu.

PT KCIC membantah kelima pekerja Tiongkok itu dipekerjakan oleh mereka. Sementara, Direktorat Jenderal Imigrasi telah menetapkan status tersangka kepada kelimanya. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!