Warga Pasar Ikan rayakan Idulfitri di antara reruntuhan rumah

Jennifer Sidharta

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Warga Pasar Ikan rayakan Idulfitri di antara reruntuhan rumah
'Kami tidak ikut mudik. Kalau mudik, pemerintah akan ambil kesempatan dan mengosongkan Kampung Akuarium di Pasar Ikan, Penjaringan'

JAKARTA, Indonesia – Ratusan warga Pasar Ikan di Penjaringan, Jakarta Utara merayakan Idulfitri di antara reruntuhan rumah mereka yang digusur Pemerintah DKI Jakarta pada pertengahan April lalu.

Setelah melakukan salat Ied, mereka mengadakan acara halalbihalal sederhana, lengkap dengan ketupat. Sejak tiga hari sebelum Idulfitri, warga mulai menyiapkan 200 porsi makanan khas Lebaran.

“Kami tidak ikut mudik. Kalau semua mudik, pemerintah akan ambil kesempatan dan mengosongkan Kampung Akuarium di Pasar Ikan, Penjaringan,” kata seorang warga yang enggan menyebutkan namanya yang ditemui di area Pasar Ikan pada Rabu, 6 Juli. 

“Kalau sekarang ini ‘kan kita sudah terpisah ya sama tetangga-tetangga yang lama. Jadi dengan adanya beginian kita bisa kumpul lagi, dari Marunda dan dari Rawa Bebek, kita kan jadi satu,” kata Endang (52 tahun), perempuan yang sehari-hari membuka toko di kawasan itu.

“Dengan adanya beginian (halalbihala) kita bisa ketemu lagi. Maunya sih kumpul lagi seperti dulu,” kata Endang, yang mengaku telah tinggal selama 30 tahun di Pasar Ikan. 

Digusur

Pemerintah DKI Jakarta menggusur Pasar Ikan pada pertengahan bulan April lalu dan memindahkan warga ke berbagai rumah susun di Jakarta. Namun, beberapa di antara mereka kembali ke Pasar Ikan dan mendirikan rumah darurat dan bedeng, berlantai puing yang diselimuti terpal dan dinding dari papan. Bahkan, sebagian warga memilih tinggal di atas perahu setelah rumah mereka dihancurkan. 

“Persoalannya, sebelum digusur pun tidak pernah ada percakapan. Kita juga yang mengejar pemerintah dan sudah masuk suratnya,” kata aktivis Ratna Sarumpaet yang ikut salat Eid bersama warga Pasar Ikan. 

Enggak bisa pemerintah karena sudah diberi kekuasaan oleh rakyat, lalu enak-enak aja gitu. Bahwa ini mau dibikin colonial old style, oke, kita juga setuju. Tapi bagaimana dengan mereka (warga yang digusur)?” 

Seorang warga, Musdalifah, yang mengaku telah 15 tahun tinggal di Kampung Akuarium, mengatakan mereka diberi waktu 11 hari untuk pindah.

“Bahkan waktu itu kita sempat ke kecamatan dan diberitahu (Pasar Ikan) tidak jadi (digusur). Kita sudah senang dong, kita sudah syukuran karena alhamdulilah kita tidak digusur. Tapi setelah itu apa?” tanya Musdalifah yang biasa dipanggil Mus.

Bertahan di Pasar Ikan

Salah satu alasan warga menolak pindah ke rumah susun yang disediakan Pemerintah DKI adalah karena pekerjaan mereka.

“Kita kerja. Dari Marunda sampai ke Pantai Indah Kapuk, itu ujung ketemu ujung. Seandainya nelayan tinggal di rusun, apa mereka bisa hidup? Usaha susah, apa-apa susah. Listrik mahal. Bilangnya listrik disubsidi ternyata isi cuma beberapa ribu,” keluh Mus.

Warga lain, Dina (26 tahun), yang sejak empat bulan silam berjualan kaki lima di Taman Ismail Marzuki, menambahkan: “Bukan karena jauh aja. Tapi kita tidak mengenal daerah sana, dan kita terbiasa tinggal di sini, terus kerjaan jauh. Terutama itu sekolah, bagi anak-anak ya.” 

Dina mengaku sudah tinggal di Pasar Ikan sejak 25 tahun silam.

“Sekolah jauh, terus dari Rusunawa ke tempat kerja jauh, ongkos mahal. Waktu, Jakarta macet,” sahut Andi Arifin, 55 tahun, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh di kapal pengantar sandang pangan antar pulau dan telah tinggal di Pasar Ikan sejak 41 tahun silam. 

“Bahkan pada waktu penggusuran, kami diberitahu rusun sudah siap. Ketika kami sampai di sana, tidak ada rusun. Kami terpaksa tergeletak di sana, ada warga dari sini yang barang-barangnya tergeletak di sana sampai satu minggu,” kata Mus.

Menurut Mus, pada hari penggusuran, warga di Pasar Ikan dipaksa keluar dari rumah mereka. Satpol PP, TNI, dan Polri memenuhi area dari Apartemen Mitra Bahari hingga Kampung Akuarium saat menggusur warga.

“Kita belum keluar, aparat sudah berjejer, gedor-gedor rumah kami dan meminta kami keluar. Jadi ‘kan menakut-nakuti. Sekarang banyak anak kecil mengalami trauma,” kata Mus, sambil menambahkan bahwa aparat membawa senjata laras panjang.

“Bilangnya di media 4.200, itu bohong, ada enam ribuan aparat setelah kita cari tahu,” kata Mus.

“Mungkin kalau (di sini) sarang narkoba, atau sarang teroris, itu wajar. Tetapi inikan, ya Allah, cuma kampung.”

“Aturan pulang kampung, jadi ga pulang. Kalau seandainya pulang kampung enak banget itu si Ahok mengambil tempatnya (Pasar Ikan), tidak ada orang di sini,” jelas Mus.  

“Kita di sini bukan melawan. Tapi bertahan meminta hak kami,” kata Dina.   

HALAL BIHALAL DI BEDENG. Warga Pasar Ikan di Jakarta Utara mengadakan halalbihalal di bedeng pada Rabu, 6 Juli. Foto oleh Jennifer Sidharta/Rappler

 Legalitas

“Bagaimana bisa (kami penduduk) ilegal? (Kami) Punya PBB, punya rekening listrik, dan air,” kata Andi menanggapi pernyataan Gubernur Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

Dia mengaku tidak semua warga memiliki sertifikat tanah tetapi mereka telah lama menetap di Kampung Akuarium serta membayar listrik, air, dan PBB. Selain itu, ada warga yang memiliki sertifikat tanah, tetapi tetap digusur.

Kini warga tidak memiliki akses air dan listrik karena sebulan sebelum digusur akses air diputus, dan sehari sebelum digusur aliran listrik dihentikan. Namun, warga mengaku mendapat pasokan air dan makanan serta tenda-tenda dari berbagai pihak pada bulan Ramadan. 

Kontrak politik

Andi dan Mus mengisahkan bahwa Presiden Joko “Jokowi” Widodo, saat kampanye pemilihan gubernur Jakarta pada 2012, tiga kali mengunjungi Pasar Ikan untuk meminta dukungan. 

Jokowi juga memberi kontrak politik. “Bahwa kampung di sini tidak akan digusur, tapi ditata,” tegas Mus.

Kontrak politik itu dibuat dengan Jaringan Rakyat Miskin Kota Jakarta, dan masih ada hingga kini.

Andi mempertanyakan juga mengapa penggusuran Pasar Ikan tidak seperti Kalibaru di mana Jokowi datang dan mengajak warga mengobrol hingga luluh hatinya. 

Pada peringatan Hari Narkotika, Mus bertemu dengan presiden di Jalan Cengkeh. Saat itu kepada Jokowi ia berkata: “Bapak, saya warga Pasar Ikan Akuarium. Kami masih bertahan di tenda.”

Diceritakan Mus, Jokowi langsung menengok dan bertanya, “Akuarium Penjaringan? Emang masih ada yang bertahan di situ?”

“Dan dia janji akan nengok ke sini,” tambah Mus. Rappler.com.

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!