Sepeda motor tetap jadi pilihan pemudik, kenapa?

Eka Sari Lorena

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sepeda motor tetap jadi pilihan pemudik, kenapa?

ANTARA FOTO

Menurut survei Badan Litbang Kemenhub, sebagian besar pemudik memilih sepeda motor karena biayanya lebih murah

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan 2016, jumlah pemudik dengan sepeda motor meningkat. Tahun 2016 diprediksi 3,81 juta sepeda motor yang dipakai mudik, naik dari 3,76 juta unit sepeda motor pada Lebaran 2015.

Angka tersebut terus meningkat karena pada tahun 2013 baru ada 2 juta unit sepeda motor. Sementara, tahun 2014 sepeda motor mencapai 2,5 juta unit.

Jika berasumsi satu motor dinaiki oleh dua orang maka diprediksi pemudik dengan sepeda motor sebanyak 7,62 juta orang. Kalau satu motor dinaiki tiga orang (plus satu anak kecil) maka menjadi 11,43 juta orang pemudik!

Jumlah pemudik dengan sepeda motor jelas menyalip angkutan lain. Pemudik dengan angkutan bus misalnya, diprediksi mencapai 4,57 juta orang, dengan kereta api sebanyak 4,11 juta orang, dan dengan pesawat udara mencapai 4,65 juta orang.

Biaya lebih murah

Menurut survei Badan Litbang Kemenhub, sebanyak 37 persen responden mengatakan cepat tapi 22 persen responden calon pemudik blak-blakan mengatakan lebih murah. Berapa biayanya? Sebanyak 83 persen calon pemudik memprediksi biaya mudik dengan sepeda motor hanya menghabiskan biaya Rp 500.000. Sedangkan, sebanyak 13,4 persen responden memprediksi ongkos mudik dengan sepeda motor sebesar Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta.

Bandingkan dengan ongkos mudik dengan mobil pribadi, di mana 49,5 persen responden memprediksi ongkos antara Rp 500.000 dan Rp 1,5 juta. Bandingkan juga dengan mudik menggunakan kereta api atau pesawat yang nilainya mencapai berlipat-lipat.

Mengapa ongkos mudik yang murah menjadi fokus utama? Karena berdasarkan survei Kemenhub, sebanyak 75 persen calon pemudik berpenghasilan antara Rp 1-3 juta per bulan. Hanya sebanyak 22 persen responden yang berpenghasilan Rp 5-10 juta per bulan.

Dengan demikian harus ada intervensi pemerintah supaya orang mau beralih tidak naik sepeda motor dan naik angkutan umum. Persoalannya, intervensi pemerintah sangat minim.

Program mudik gratis hanya mengangkut satu persen dari jumlah motor yang digunakan untuk kembali ke kampung halaman. Tahun ini, Kemenhub meningkatkan kuota mudik gratis bagi pengguna sepeda motor, yakni dari 19.564 kendaraan (2015) menjadi 27.834 kendaraan (2016).

Sebanyak 15.834 motor diangkut menggunakan kereta api dan 12.000 motor diangkut truk. Tapi, secara presentase kecil sekali.

Padahal, tahun 2015 lalu, terjadi 3.059 kasus kecelakaan. Sebanyak 80 persen dari kecelakaan tersebut melibatkan kendaraan pribadi yang sebagian besarnya adalah sepeda motor! Ketika penanganan pemudik dengan sepeda motor tak maksimal maka jelas bakal terjadi korban-korban yang kembali berjatuhan.

Jaga jalur mudik

Pemerintah untungnya makin cepat membangun infrastruktur. Ini membawa imbas pada makin lancarnya jalur mudik di beberapa titik. Tetapi di titik-titik lainnya justru terjadi perlambatan kecepatan pemudik.

Berikut data yang saya peroleh:

Ruas Jalan
GPS Tahun 2014
GPS Tahun 2015
Tol Jakarta-Cikampek
56,72 km/jam
53,03 km/jam
Tol Cipularang
65,75 km/jam
53,63 km/jam
Cikampek-Cirebon
32,79 km/jam
44,21 km/jam
Cileunyi-Banjar
30,10 km/jam
28,38 km/jam

Ini merupakan data dari GPS bus-bus AKAP. Kalaupun kecepatan rata-rata bus di Cikampek-Cirebon meningkat pada tahun 2015, hal itu disebabkan oleh Tol Cipali. Di sisi lain, justru kecepatan bus AKAP makin menurun.

Kepolisian, kami dorong untuk berbuat sesuatu supaya jalur mudik lebih lancar. Tanpa adanya kelancaran maka makin kuat alasan bagi pemudik untuk pulang kampung dengan sepeda motor.

Pemudik juga makin enggan naik bus padahal angkutan bus jelas lebih aman dari angkutan sepeda motor.

Jangan kembali hari Minggu

Sebelum Lebaran, berdasarkan data dari Balitbang Kementerian Perhubungan, saya sudah mengingatkan publik untuk tidak mudik pada hari Minggu, 3 Juli. Namun, apa yang terjadi? Sebagian besar tidak mendengar. Akibatnya, hanya sebagian kecil yang bisa mudik dengan lancar.

Ya itulah hidup. Sebagian mendengar, sementara sisanya lagi tidak. Sebagian akhirnya melalui perjalanan mudik dengan sengsara. Sementara, sisa pemudik memilih kembali ke kampung halaman pada hari Senin, 4 Juli.

Bagaimana dengan arus balik? Berdasarkan data dari Balitbang Kemhub, saya sarankan kepada publik untuk tidak balik bersamaan menuju Jabodetabek pada Minggu, 10 Juli.

Hasil survei dari Kemhub memperlihatkan prediksi puncak arus balik Lebaran 2016 terjadi pada H+3 Lebaran atau pada hari Minggu esok. Baru kemudian, arus balik akan lebih rendah pada hari Senin, 11 Juli dan Selasa, 12 Juli.

Jika Anda termasuk kalangan pekerja yang masuk hari Senin esok ya lebih rasional bila kembali ke Jabodetabek pada hari ini, atau setelah membaca catatan saya ya lebih baik segera berkemas-kemas, deh. Hahaha.

Sebaiknya, Anda termasuk pemudik rasional yang tidak ingin terjebak di ruas tol Cikampek-Jakarta. Semoga, Anda juga kepala keluarga rasional, yang tidak ingin membiarkan anak dan istri terjebak di dalam mobil lagi selama puluhan jam.

Tentu saja, lebih baik bila Anda menunda perjalanan balik ke Jakarta. Lebih baik lagi, bila Anda sedikit lebih lama di kampung halaman. Jangan cari uang terus. Pikirkan kebahagiaan orang tua Anda pula dan luangkan waktu lebih lama dengan keluarga.

Makin lama Anda di kampung halaman maka pengaruhnya juga lebih positif untuk perekonomian daerah. Anda akan menghabiskan uang lebih banyak untuk warga lokal, makan di warung setempat, beli sayur-mayur atau membeli lebih banyak buah-buahan.

Jangan lupa pula untuk membeli oleh-oleh. Selain menyokong usahawan lokal maka oleh-oleh juga pelipur lara untuk teman-teman Anda yang harus piket sehingga tidak dapat merayakan Lebaran di kampung halaman.

Selamat menikmati perjalanan kembali ke rumah masing-masing!

*Eka Sari Lorena adalah wanita pengusaha bidang angkutan darat dan mantan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Organisasi Angkutan Darat (DPP Organda) pada periode 2010-2015

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!