Duterte: Anggota kelompok Abu Sayyaf bukan pelaku kriminal

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Duterte: Anggota kelompok Abu Sayyaf bukan pelaku kriminal
Duterte menjadi Presiden Filipina pertama yang menganggap kelompok Abu Sayyaf bukan bandit atau pelaku tindak kriminal.

JAKARTA, Indonesia – Presiden Filipina, Rodrigo Duterte membuat pernyataan mengejutkan dalam perayaan hari Idulfitri pada Jumat malam, 8 Juli di kota Davao, Mindanao, Filipina selatan. Duterte mengatakan kelompok Abu Sayyaf tidak sesuai jika disebut sebagai kelompok pelaku tindak kriminal.

Ini menjadikannya Presiden pertama Filipina yang tidak melabeli Abu Sayyaf sebagai pelaku tindak kriminal sejak kelompok itu terbentuk di awal tahun 1990an.

“Saya tidak menganggap Abu Sayyaf dalam arti sebagai pelaku tindak kriminal. Kalian tidak akan pernah mendengar saya mengatakan ‘mereka pelaku kriminal’,” ujarnya di SMX Convention Center di Kota Davao.

Menurutnya, situasi umat Muslim di Mindanao yang sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan mendorong anggota Abu Sayyaf melakukan tindakan yang terlihat putus asa.

“Situasinya sangat berbeda, karena orang-orang ini bertindak demikian akibat putus asa,” katanya lagi.

Mulai dari Nur (Misuari) hingga ARMM (Wilayah Otonomi bagi Muslim Mindanao), dinilainya, tidak memiliki perhatian yang setara.

“Oleh sebab itu, mereka tidak ada pilihan lain dan menjadi radikal,” tuturnya.

Walaupun Duterte terlihat segan melabeli mereka sebagai pelaku tindak kriminal, tetapi aksi terorisme dan tindak kejahatan yang dilakukan kelompok itu saling berkaitan. Menurut anggota badan intelijen, jaringan Abu Sayyaf juga terlibat dalam berbagai tindak kriminal seperti perdagangan narkoba dan perampokan. Aktivitas itu berbeda dari aksi penculikan yang bertujuan untuk meminta uang tebusan.

Masih tetap diburu

Pernyataan Duterte yang kontroversial itu akhirnya diklarifikasi oleh juru bicara Kepresidenan, Ernesto Abella pada Sabtu, 9 Juli. Menurut Abella apa yang disampaikan oleh Duterte tidak bermakna pemerintah akan melepaskan kelompok Abu Sayyaf begitu saja.

“Bukan berarti dia mengampungi perbuatan mereka (selama ini), tetapi dia hanya mencoba memberikan konteks dari aksi-aksi mereka. Bahwa mereka selama ini melakukan itu karena putus asa. Hanya itu. Dalam arti lain, (Duterte) memahami mereka tetap harus bertanggung jawab atas perbuatannya selama ini,” kata Abella memberikan penjelasan.

Dia turut menjelaskan makna kalimat Duterte berarti mantan Walikota Davao itu memahami anggota Abu Sayyaf muncul karena sesuatu (yang lebih dalam).

“Mereka memiliki sebuah motif, tetapi tetap harus bertanggung jawab atas apa yang sudah mereka lakukan,” tuturnya.

Sejak masuk dalam pantauan otoritas keamanan di Filipina sejak awal tahun 1990an, Presiden Filipina selalu menyebut mereka sebagai kelompok bandit. Bahkan, sejak Presiden Fidel Ramos memimpin, orang nomor satu di Filipina menolak kemungkinan untuk bernegosiasi dengan kelompok tersebut. Kemungkinan itu kini bisa berubah di bawah kepemimpinan Duterte.

Abu Sayyaf dibentuk setelah memisahkan diri dari Kelompok Fron Pembebasan Nasional Moro (MNLF) di tahun 1991. MNLF dan Fron Pembebasan Islam Moro (MILF) telah mengecam aksi teror dan tindak kriminal yang dilakukan kelompok itu.

Abu Sayyaf telah menjadi sorotan dunia internasional usai melakukan penculikan yang melibatkan warga asing. Khususnya pada tahun 2000 di mana mereka menculik 10 turis asing dan 11 pekerja sebuah resor di Pulau Sipadan, Malaysia.

Kelompok itu juga bertanggung jawab atas pemboman SuperFerry yang menewaskan lebih dari 100 orang pada tahun 2004 lalu. Tetapi, kini fokus mereka lebih kepada aksi penculikan untuk meminta uang tebusan. Mereka menyasar warga asing yang dinilai bisa menjadi salah satu cara untuk mendapatkan uang untuk mendanai operasi mereka.

Sebelumnya, kelompok Abu Sayyaf telah memenggal 2 warga Kanada karena pemerintah mereka menolak untuk membayar uang tebusan. Kini, warga Norwegia juga terancam akan ikut dieksekusi seandainya tuntutan uang tebusan yang diminta tidak dipenuhi.

Kelompok Abu Sayyaf kini juga mulai menyasar warga Indonesia. Terbukti, 3 kapal berbendera Indonesia sudah menjadi sasaran pembajakan. Sebanyak 21 WNI telah diculik, di mana 14 di antaranya sudah dibebaskan.

Akibat peristiwa pembajakan yang terus berulang, Pemerintah Indonesia mengeluarkan moratorium berlayar dan mengekspor batu bara ke Filipina selatan. Pemerintah Malaysia sudah menempuh kebijakan itu lebih dulu usai warganya menjadi sasaran penculikan. Akibatnya, harga-harga makanan di bagian selatan Filipina melonjak naik. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!